Penggunaan Bahasa Jurnalistik Yang Tepat (BAB II)

BAB II

PENUTUP

Pengertian

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Bahasa Indonesia juga merupakan salah satu dari banyaknya ragam bahasa melayu. Untuk itu sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 dilakukan penamaan “Bahasa Indonesia” hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Sebagian besar pengguna bahasa indoesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang digunakan di Indonesia sebagai bahasa ibu. Pengguna bahasa Indonesia kerap kali menggunakan bahasa sehari-hari atau bahkan mencampur adukan bahasa Indonesia dengan bahasa melayu atau bahasa ibu lainnya.
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang mempunyai peran sebagai penyampaian informasi atau pun berita dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar mudah di mengerti oleh para pembaca ataupun pendengar. Untuk melakukan penyampaian informasi kepada para pembaca ataupun pendengar bahasa Indonesia dituangkan melalui sebuah media massa (cetak ataupun elektronik). Media massa mengunjungi masyarakat dengan menggunakan sarana bahasa Indonesia. Oleh karena itu, media massa memiliki fungsi yang amat strategis dalam upaya pengembangan ataupun pembinaan bahasa Indonesia. Bahkan, sering terjadi media massa dijadikan acuan dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Media massa merupakan suatu wadah bagi para jurnalis untuk menuangkan segala aspirasi dan informasi yang dapat diberikan para jurnalis kepada masyarakat. Jurnalis mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia ke dalam  bahasa jurnalistik. Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita. . Disebut juga bahasa komunikasi massa (Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun komunikasi tertulis (media cetak), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.
Bahasa Jurnalistik hadir atau diperlukan oleh insan pers untuk kebutuhan komunikasi efektif dengan pembaca (juga pendengar dan penonton). Berikut adalah pengertian menurut beberapa sumber yang di dapat oleh penulis mengenai pengertian bahasa jurnalistik :
1.   Rosihan Anwar : Bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu, singkat, padat, sederhana, lancer, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa jurnalistik didasarkan pada bahasa baku, tidak menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa, memperhatikan ejaan yang benar, dalam kosa kata bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat.
2.    S. Wojowasito : Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang tampak dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal. Sehingga sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya. Walaupun demikiantuntutan bahwa bahasa jurnalistik harus baik, tak boleh ditinggalkan. Dengan kata lain bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar, pilihan kata yang cocok.
3.    JS Badudu: Bahasa media masa harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa surat kabar mengingat bahasa surat kabar dibaca oleh lapisan-lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.Mengingat bahwa orang tidak harus menghabiskan waktunya hanya dengan membaca surat kabar. Harus lugas, tetapi jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mesti mengulang-ulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam media massa.
4.   Asep Syamsul M. Romli: Bahasa Jurnalistik/Language of mass communication. Bahasa yang biasa digunakan wartawan untuk menulis berita di media massa. Sifatnya, komunikatif, yakni langsung menjamah materi atau ke pokok persoalan (straight to the point), tidak berbunga-bunga, dan tanpa basa-basi. Serta spesifik, yakni jelas atau mudah dipahami orang banyak, hemat kata, menghindarkan penggunaan kata mubazir dan kata jenuh, menaati kaidah-kaidah bahasa yang berlaku (Ejaan yang disempurnakan), dan kalimatnya singkat-singkat.
5.  Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005): Bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa Indonesia, selain tiga lainnya ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra.
6.    Dewabrata: Penampilan bahasa ragam jurnalistik yang baik bisa ditengarai dengan kalimat-kalimat yang mengalir lancar dari atas sampai akhir, menggunakan kata-kata yang merakyat, akrab di telinga masyarakat sehari-hari; tidak menggunakan susunan yang kaku formal dan sulit dicerna. Susunan kalimat jurnalistik yang baik akan menggunakan kata-kata yang paling pas untuk menggambarkan suasana serta isi pesannya. Bahkan nuansa yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu diperhitungkan.
Penyimpangan Bahasa Jurnalistik
Penulisan bahasa jurnalistik yang akan dituangkan ke dalam sebuah media massa masih kemungkinan masih terdapat beberapa penyimpangan dalam penulisan bahasa jurnalistik itu sendiri, berikut adalah beberapa jenis penyimpangan yang terdapat dalam penulisan bahasa jurnalistik :
1.   Peyimpangan morfologis, sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.
2.   Kesalahan sintaksis, kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus.
3.    Kesalahan kosakata, kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Kesalahan ejaan
4.    Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata seperti, Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.
5.     Kesalahan pemenggalan, terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris.
Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula.
Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak karena penyisipan-penyisipan yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke dalamnya. Oleh karena itu seorang jurnalistik sebaiknya memperhatikan kata ganti, dan lebih baik apabila gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar, manakala sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus.
Untuk membuat variasi kata jurnalis dapat meperoleh kata tersebut dengan menggunakan beberapa cara yaitu, pemakaian kalimat yang berbeda menurut struktur gramatikal, memakai kalimat panjang yang berbeda-beda, dan pemakaian unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan dengan selang-seling.
Bahasa jurnalistik juga berhubungan dengan prinsip penyuntingan tik dan  terdapat beberapa prinsip yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data tulisan.
2.      Visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan atas data-data aktual.
3.      Logika cerita yang mereferensi pada kecocokan.
4.      Akurasi data.
5.      Kelengkapan data, setidaknya prinsip 5wh.
6.      Panjang pendeknya tulisan karena keterbatasan halaman.
Bahasa jurnalistik memiliki beberapa prinsip yang harus diketahui oleh para jurnalis yaitu sebagai berikut :
1.     Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2.   Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 WH, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3.    Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).
4.    Lugas, artinya mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga.
5.     Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6.    Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, sebaiknya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.
Selain prinsip dasar, seorang jurnalis juga harus tahu mengenai prinsip retorika tekstual, yaitu sebagai berikut :
1.      Prinsip prosesibilitas
Menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan, bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
2.      Prinsip kejelasan
Yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.
3.      Prinsip ekonomi
Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu singkatan, elipsis, dan pronominalisasi. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik.
4.      Prinsip ekspresivitas
Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan kemudian.

Penggunaan Kata, Kalimat, dan Alinea

Bahasa jurnalistik juga mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. Namun pemakaian bahasa jurnalistik lebih menekankan pada daya kekomunikatifannya. Berikut adalah tata cara penggunaan kata, kalimat, dan alinea :

1.    Pemakaian kata-kata yang bernas. Kata merupakan modal dasar dalam menulis. Semakin banyak kosakata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula gagasan yang dikuasainya dan sanggup diungkapkannya. Dalam penggunaan kata, penulis yang menggunakan ragam BI Jurnalistik diperhadapkan pada dua persoalan yaitu ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Ketepatan mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dan pembaca. Sedangkan kesesuaian mempersoalkan pemakaian kata yang tidak merusak wacana.
2.      Penggunaan kalimat efektif. Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan itu berlangsung sempurna. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar lengkap dalam pikiran si pembaca, persis apa yang ditulis. Keefektifan kalimat ditunjang antara lain oleh keteraturan struktur atau pola kalimat. Selain polanya harus benar, kalimat itu harus pula mempunyai tenaga yang menarik.
3.  Penggunaan alinea/paragraf yang kompak. Alinea merupakan suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Setidaknya dalam satu alinea terdapat satu gagasan pokok dan beberapa gagasan penjelas. Pembuatan alinea bertujuan memudahkan pengertian dan pemahaman dengan memisahkan suatu tema dari tema yang lain.
Bahasa Indonesia memiliki beberapa ragam bahasa jurnalistik seperti berita. Berita adalah peristiwa yang dilaporkan. Segala yang didapat di lapangan dan sedang dipersiapkan untuk dilaporkan belum disebut berita. Wartawan yang menonton dan menyaksikan peristiwa, belum tentu telah menemukan peristiwa. Wartawan sudah menemukan peristiwa setelah ia memahami prosesnya atau jalan  cerita, yaitu tahu apa yang terjadi, siapa yang terlibat, kejadiannya bagaimana, kapan, dan dimana itu terjadi, dan mengapa sampai terjadi. Keenam itu yang disebut unsur berita.
Suatu peristiwa dapat dibuat berita bila paling tidak punya satu nilai berita seperti berikut :
1.  Kebermaknaan (significance), kejadian yang berkemungkinan akan mempengaruhi kehidupan orang banyak atau kejadian yang punya akibat terhadap pembaca. Contoh: Kenaikan BBM, tarif TDL, biaya Pulsa telepon, dll.
2.    Besaran (magnitude), kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti bagi kehidupan orang banyak. Misalnya: Para penghutang kelas kakap yang mengemplang trilyunan rupiah BLBI.
3.  Kebaruan (timeliness), kejadian yang menyangkut peristiwa yang baru terjadi. Misalnya, pemboman Gereja tidak akan bernilai berita bila diberitakan satu minggu setelah peristiwa.
4.   Kedekatan (proximity), kejadian yang ada di dekat pembaca. Bisa kedekatan geogragfis atau emosional. Misalnya, peristiwa tabrakan mobil yang menewaskan pasangan suami isteri, lebih bernilai berita daripada Mac Dohan jatuh dari arena GP 500.
5.   Ketermukaan/sisi manusiawi (prominence/ human interest). Kejadian yang memberi sentuhan perasaan para pembaca. Kejadian orang biasa, tetapi dalam peristiwa yang luar biasa, atau orang luar biasa (public figure) dalam peristiwa biasa. Misalnya, anak kecil yang menemukan granat siap meledak di rel kereta api, atau Megawati yang memiliki hobby pada tanaman hias.
Berita jurnalistik dapat digolongkan menjadi berita langsung (straight/hard/spot news),dan berita ringan (soft news), berita kisah (feature) serta laporan mendalam (in-depth report). Berita langsung digunakan untuk menyampaikan kejadian penting yang secepatnya diketahui pembaca. Aktualitas merupakan unsur yang penting dari berita langsung. Kejadian yang sudah lama terjadi tidak bernilai untuk berita langsung. Aktualitas bukan hanya menyangkut waktu tetapi jug sesuatu yang baru diketahui atau diketemukan. Misalnya, cara baru, ide baru, penemuan baru, dll. Berita ringan tidak mengutamakan unsur penting yang hendak diberitakan tetapi sesuatu yang menarik. Berita ini biasanya ditemukan sebagai kejadian yang menusiawi dari kejadian penting. Kejadian penting ditulis dalam berita langsung, sedang berita yang menarik ditulis dalam berita ringan. Berita ringan sangat cocok untuk majalah karena tidak terikat aktualitas. Berita ringan langsung menyentuh emosi pembaca misalnya keterharuan, kegembiraan, kasihan, kegeraman, kelucun, kemarahan, dll.
Berita Kisah (Feature), berita kisah adalah tulisan tentang kejadian yang dapat menyentuh perasaan atau menambah pengetahuan pembaca lewat penjelasan rinci, lengkap, serta mendalam. Jadi nilainya pada unsur manusiawi dan dapat menambah pengetahuan pembaca.
Terdapat berbagai jenis berita kisah di antaranya profile feature, how to do it feature, science feature, dan human interest feature.
1.    Profile feature menceritakan perjalanan hidup seseorang, bisa pula hanya menggambarkan sepak terjang orang tersebut dalam suatu kegiatan dan pada kurun waktu tertentu. Profile feature tidak hanya cerita sukses saja, tetapi juga cerita kegagalan seseorang. Tujuannya agar pembaca dapat bercermin lewat kehidupan orang lain.
2.  How to do It feature, berita yang menjelaskan agar orang melakukan sesuatu. Informasi disampaikan berupa petunjuk yang dipandang penting bagi pembaca. Misalnya petunjuk berwisata ke Pulau Bali. Dalam tulisan itu disampaikan beberapa tips praktis rute perjalanan (drat, laut, udara), lokasi wisata, rumah makan dan penginapan, perkiraan biaya, kualitas jalan, keamanan, dll.
3.   Science feature adalah tulisan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai oleh kedalaman pembahasan dan objektivitas pandangan yang dikemukakan, menggunakan data dan informasi yang memadai. Feature ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimuat di majalah teknik, komputer, pertanian, kesehatan, kedokteran, dll. Bahkan surat kabar pun sekarang memberi rubrik science feature.
4.     Human interest features , merupakan feature yang menonjolkan hal-hal yang menyentuh perasaan sebagai hal yang menarik, termasuk di dalamnya adalah hobby dan kesenangan. Misalnya, orang yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang dan hidup di hutan selama dua Minggu. Kakek berusia 85 tahun yang tetap mengabdi pada lingkungan walaupun hidup terpencil dan miskin.

Tips Menulis Berita

1.   Tulislah berita yang menarik dengan menerapkan gaya bahasa percakapan sederhana . Tulislah berita dengan lead yang bicara. Untuk menguji lead anda “berbicara” atau “bisu” cobalah dengan membaca tulisan yang dihasilkan. Jika anda kehabisan nafas dan tersengal-sengal ketika membaca maka led anda terlalu panjang.

2.   Gunakan kata/Kalimat Sederhana. Kalimat sederhana terdiri dari satu pokok dan satu sebutan. Hindari menulis dengan kata keterangan dan anak kalimat. Ganti kata-kata yang sulit atau asing dengan kata-kata yang mudah. Bila perlu ubah susunan kalimat atau alinea  agar didapat tulisan yang “mengalir”. Ingat KISS (Keep It Simple and Short).

3.   Hindari kata-kata berkabut. Kata-kata berkabut adalah tulisan yang berbunga-bunga, menggunakan istilah teknis, ungkapan asing yang tidak perlu dan ungkapan umum yang kabur. Yang diperlukan BI ragam jurnalistik adalah kejernihan tulisan (clarity).

4.    Libatkan pembaca. Melibatkan pembaca berarti menulis berita yang sesuai dengan kepentingan, rasa ingin tahu, kesulitan, cita-cita, mimpi dan angan-angan. Tapi ingat: jangan sampai terjebak menulis dengan gaya menggurui atau menganggap enteng pembaca. Melibatkan pembaca berarti mengubah soal-soal yang sulit menjadi tulisan yang mudah dimengerti pembaca. Melibatkan pembaca juga didapat dengan menulis sesuai rasa keadilan yang hidup di masyarakat.

5.     Gantilah kata sifat dengan kata kerja, contohnya “Seorang perempuan tua yang kelelahan bekerja di sawahnya!”. Bandingkan dengan “Seorang perempuan tua membajak, kepalanya merunduk, nafas nya tersengal-sengal!”.

6.   Gunakan kosakata yang tidak memihak, contohnya “Seorang ayah memperkosa anak gadisnya sendiri yang masih berusia 12 tahun”. Bandingkan dengan, “Perkosaan menimpa anak gadis yang berusia 12 tahun”.        

7.    Hindari pemakaian eufemisme bahasa, contohnya “Selama musim kemarau terjadi rawan pangan di Gunung Kidul”. Bandingkan dengan “Selama musim kemarau terjadi kelaparan di Gunung Kidul”. 

8.  Dengan paparan bahasa jurnalistik seperti yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh jurnalis dalam menulis berita. Bahasa jurnalistik bersifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas.

Description: Penggunaan Bahasa Jurnalistik Yang Tepat (BAB II)
Rating: 4.5
Reviewed by: Rumah Makalah
On: 06.51.00
TOP