Makalah Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu (BAB II)
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Aksiologi
Aksiologi
berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai
dan logos yang berarti teori (ilmu). Aksiologi adalah istilah
yang berasal dari kata Yunani yaitu axios yang berarti sesuatu
yang wajar dan logos yang berarti ilmu. Jadi, dapat dipahami bahwa aksiologi
adalah “teori tentang nilai”. Menurut John sinclair, dalam lingkup
kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau sebuah sistem seperti
politik, sosial dan agama. Sistem memiliki rancangan sebagaimana
tatanan, rancangan, dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu
institusi dapat terwujud (Endraswara, 2012:146).
Aksiologi
ialah bidang ilmu yang menyelidiki nilai-nilai. Brameld (dalam Endraswara,
2012:148) membagi aksiologi menjadi tiga, yaitu: 1) moral conduct,
yaitu tindakan moral yang membentuk disiplin ilmu khusus yaitu etika; 2) esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan yang memformulasikan disiplin ilmu
estetika; 3) socio-political life, kehidupan sosio-politik yang
melahirkan filsafat sosio-politik. Nilai hasil perenungan aksiologis tersebut
selanjutnya diuji dan diintegrasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Suriasumantri (1987:234) aksiologi adalah
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan
ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya
etika.
Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang
menaruh perhatian tentang baik dan buruk(good and bad), benar dan salah (right
and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba
merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Landasan aksiologi
adalah hubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan
manusia. Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap
pengembangan ilmu itu dalam meningkakan kualitas hidup manusia.
1.
Nilai Kegunaan Ilmu
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah
laku, atau yang lainnya. Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang
bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian.
2.
Dasar Aksiologi
Objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang
dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai. Subjectivism, yaitu
penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi
(perasaan).
3.
Empat Pendekatan Etika
a.
Teori Nilai intuitif (The Intuitive theory of value)
Teori ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa
dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut.
Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia. Fakta bahwa
seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia tahu degan nalarnya bahwa itau
benar, sebagai fakta bahwa hanyaorang jahat atu yang lalai ynag melakukan
sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu tuhan.
b. Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of value)
Nilai menurutnya diciptakan manusia bersama dengan
kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya
c. Teori nilai emotif (The emotive theory of value)
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai
dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan
etika bukanlah keputusan factual tetapi hanya merupakan ekspresi emosi dan
tingkah laku.
d. Sikap Ilmuwan
Syarat pertama yang harus dimiliki oleh para pencari
ilmu adalah hati yang suci dan bersih dari kekotoran sifat-sifat tercela, jauh
dari sifat sombong, riya’, hasud, dengki, suka marah, dan gila harta.
Sifat-sifat ini akan menutup hatinya dari menerima hakikat kebenaran ilmu.
B. Pandangan Terhadap Ilmu Pengetahuan
Ada dua pandangan besar terhadap
ilmu pengetahuan yang muncul. Pandangan pertama adalah yang ingin menanjutkan
tradisi kenetralan ilmu secara total seperti pada waktu era Galileo. Pandangan
kedua adalah menyesuaikan kenetralan ilmu secara pragmatis berdasarkan
perkembangan ilmu dan masyarakat. Pandangan kedua mendasarkan pendapatnya pada
beberapa hal yakni 1) ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif
oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan
teknologi-teknologi keilmuan; 2) ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin
esoterik sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang
mungkin terjadi bila terjadi penyalaguanaan; dan 3) ilmu telah berkembang
sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia
dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan
teknik perbuahan sosial (Social engineering). Berdasarkan ketiga hal ini
maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk
kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan
(Suriasumantri, 1993: 235).
Pandangan lain adalah pandangan yang
memberikan sintesis dengan membedakan context of discovery dan context
of justification (Keraf & Dua, 2001:158). Yang dimaksud contecxt
of discovery adalah menyangkut di mana ilmu pengetahuan ditemukan.
Jika melihat konteks ini maka ilmu tidak muncul begitu saja, ilmu mempunyai
latar belakang penemuannya. Hal-hal itu tidak bisa netral. Hal tersebut pasti
banyak mengandung nilai yang bukan saja nilai ilmiah.
Konteks yang lain adalah context
of justification. Konteks ini adalah konteks pengujian ilmiah terhadap
hasil penelitian dan kegiatan ilmiah. Inilah konteks dimana kegiatan ilmiah dan
hasil-hasilnya diuji berdasarkan kategori dan kriteria yang murni ilmiah. Dalam
konteks inilah, ilmu harus bebas nilai.
Dengan pengertian itu berarti
ilmuwan dalam setiap membuat sebuah penelitian ilmiah, yang berdasarkan ilmu
harus mempunyai landasan moral yang kuat, Karena dalam context of
discovery dialah yang mempunyai latar belakang pengetahuan untuk
menempatkan masalah pada proposisi yang sebenarnya. Selain itu manusia yang
juga mempunyai kemampuan rasionalisasi di luar kemampuan mengerti secara
rasional, dapat menjadi sebuah pedang bermata dua bagi kemanusiaan. Karena
itulah moral dalam bidang penemuan patut untuk dipunyai dan dimiliki dalam
landasan aksiologis ilmu (Suriasumantri,1993: 239 &243).
C. Aksiologi Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu
Kebenaran aksiologi adalah adalah kebenaran the right dan
membangun kebenaran dalam makna the right or wrong. Landasan ini
berkaitan dengan bagaimana pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam kehidupan. Pada
dasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat
dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
dengan menitikberatkan pada kodrat dan martabat manusia. Untuk kepentingan
tersebut, pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara
komunal dan universal.
D. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan
dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia,
dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia. Nilai kegunaan
ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,
yaitu:
Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide
yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori
filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
E.
Filsafat sebagai pandangan
hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima
kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan
hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
F. Filsafat
sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup
ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu di depan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu
itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat
diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang
sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana
maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang
detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam
kehidupan manusia.
G. Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu
bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif
jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan
penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu
melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila
subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi
ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat
objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan
anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat
realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis,
agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik
penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan
bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar
penelitiannya be rhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan
utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif