Artikel Konflik Antar Umat Bergama (Lanjutan)
1. The
Role of Religion in Peace Making
ASEF menjelaskan bahwa
agama merupakan unsur kuat dan merupakan polarisasi antara masyarakat dan
budaya yang berbeda dan nilai-nilai agama. Diskriminasi dan kekerasan yang
terjadi kebanyakan beratas namakan agama dan pada kenyataannya berlangsung
selama bertahun-tahun maupun berabad-abad. Tapi sebagian besar hal membuktikan
agama sebagai alat perdamaian dan perannya diperluas pemimpin agama dan lembaga
agama (seperti di Israel atau Palestina). Appleby menyebutkan agama adalah
bukan hanya sekedar sumber intoleransi, pelanggaran hak asasi manusia tetapi
juga transformasi konflik non kekerasan, integritas dalam pemerintahan.
Perdamaian dalam agama
dapat terjadi bukan karena keikutsertaan pemerintah dalam agama maupun lembaga
agama semata tetapi dari diri setiap orang-orang yang menganggap agama adalah
kompas bagi setiap individu maupun komunitas religi. Agama membawa orang
bersama-sama dalam kesatuan yang walaupun berbeda secara dasar agama, serta
membahas hal-hal yang mempengaruhi kehidupan bersama agar lebih baik.
Masing-masing pihak dapat mengatasi kesalahpahaman yang ada dan menemukan
meskipun mereka berbeda dapat tetap melekat satu sama lain.
2.
Eclipse of the Greater Jihad
Pada jaman sekarang ini
jihad hanya sebagai formalitas belaka. Jihad dilakukan sebagai perintah ilahi
sebagai keimanan yang ditafsirkan secara progresif dengan evolusi masyarakat.
Jihad ini lebih kepada hal yang idealisme transenden dan ekstrem yang
dikombinasikan dengan fanatisme tanpa kompromi. Jihad juga digunakan sebagai
tujuan politik tertentu . Hukum dalam berjihad sendiri terdapat pada hukum
islam yang terdiri dari Al-quran , sunah , ijma , dan qiyas. Jihad sendiri
terdiri dari jihad besar (jihad-e akbar) yaitu jihad untuk berperang dalam
membela suatu tanah/Negara dari penjajah . Peran jihad sendiri sudah
ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan kolonialisme yang menginginkan suatu
perubahan kearah modernisasi yang lebih cepat
- Menuju Umat Beragama yang Dewasa
Bahwa berbagai
konflik yang terjadi dalam individu maupun masyarakat merupakan ekspresi dari
konflik yang terjadi dalam tiap individu, sebagai proses menuju kedewasaannya.
Namun bila konflik tersebut dapat disadari dan diatasi akan meningkatkan
kedewasaan seseorang, dalam lingkup masyarakat yang lebih luas akan menjadikan
proses transisi tanpa melalui suatu ekspresi yang dapat menimbulkan
pengrusakan. Bila konflik tersebut sudah melibatkan suatu kepercayaan,
akibatnya akan jauh lebih luas karena akan melibatkan kelompok umat yang
mempunyai kepercayaan tertentu. Oleh karena itu elit-elit kelompok kepentingan
seringkali, mempergunakan kondisi kekurang dewasaan umat beragama ini, untuk
memperkuat posisi mereka dalam memperjuangkan kepentingan mereka.
Dalam proses menuju
kedewasaan beragama ini, peran dari pemimpin umat beragama menjadi sangat
penting. Namun seringkali mereka tidak mampu membawa umatnya ke dalam
kedewasaan beragama, justru kadang-kadang menggunakan umatnya untuk suatu
kepentingan tertentu yang justru bertentangan dengan tugas utamanya.
Oleh karena itu,
proses konflik yang terjadi dalam masyarakatdi satu segi, dapat mengakibatkan
tindak kekerasan. Namun di segi yang lain, akan membawa ke arah kedewasaan
beragama, bila para pemimpin umat beragama, justru tidak memanfaatkan mereka
untuk kepentingannya masing-masing.
- Dinamika Konflik Etnis dan Agama di Lima Wilayah Konflik Indonesia
Selama berabad-abad,
suku bangsa di Indonesia umumnya hidup rukun tanpa benturan yang berarti. Namun
tiba-tiba pada masa reformasi, konflik kesukubangsaan, agama, lapisan
masyarakat seperti ikut mengusik kerukunan itu. Hal ini terjadi karena adanya
kesenjangan sosial, ekonomi, dan agama.
Meletus konflik etnis
dan agama, David Bloomfield & Bun Reilly menyimpulkan adanya 2 elemen kuat
yang seringkali bergabung dan menjadi pemicu terjadinya konflik yang
berkepanjangan. Pertama adalah elemen identitas,
yaitu mobilitas orang dalam kelompok-kelompok identitas komunal yang didasarkan
atas ras, agama, kultur, dan bahasa. Kedua adalah elemen distribusi, yaknni cara untuk membagi sumberdaya ekonomi, sosial
& politik dalam sebuah masyarakat.
Terdapat 5 wilayah yang
diyakini rawan konflik agama dan etnis yaitu, Sambas, Sampit, Poso, Ambon, dan
Ternate. Pada umumnya konflik kelima wilayah ini terjadi akibat distribusi baik
ekonomi, sosial dan politik yang dianggap tidak adil bertepatan dengan
perbedaan identitas. Umumnya konflik yang terjadi dipengaruhi oleh suatu isu
identitas (etnis dan agama), perbuatan atau sikap kelompok identitas (etnis
atau agama) tertentu yang menyinggung harga diri dan rasa keadilan kelompok
identitas (etnis atau agama) serta penghinaan atas keyakinan (agama atau suku)
tertentu.
Konflik menyebabkan banyaknya korban jiwa berjatuhan,
kehilangan pekerjaan, dan juga kerugian materil. Dampak yang paling membutuhkan
perhatian adalah aspek psiko-sosial masyarakat yaitu rasa takut dan rasa tidak
aman yang selalu hinggap pada masyarakat serta rasa saling curiga diantara
warga.
