Makalah Ontologi Dalam Filsafat Ilmu (BAB II dan III)

Makalah Ontologi BAB II dan III

PEMBAHASAN
Ontologi yakni hakikat apa yang dikaji, penyelidikan prinsip-prinsip realita. Menurut Syam (1988) ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Sebelum menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu. Dalam berinteraksi dengan alam semesta, manusia melahirkan berbagai pertanyaan  filosofis, di antaranya ; apakah sesungguhnya hakikat realita yang ada ini, apakah realita yang nampak ini suatu realitas materi saja, ataukah ada sesuatu dibalik realita itu, satu "rahasia" alam. Apakah wujud semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan. Ataukah hakikat semesta ini adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini terbentuk satu unsur (monisme), dua unsur (dualisme), ataukah lebih dari dua unsur (pluralisme).
Ontologi dipersamakan dengan istilah “metafisika”. Para ahli yang mempersamakan ontologi dengan metafisika adalah Nicolai Hartmann seorang ahli ontologi dan Gottfried Martin di dalam bukunya “Allgemein Metaphysic”. Nina Syam (2010:92) memaparkan bahwa ontologi merupakan metafisika umum yang membicarakan tentang hal ‘ada’ (being). Metafisika sendiri berasal dari bahasa Yunani, meta dan taphisica, diartikan sebagai yang ada dibalik atau dibelakang benda-benda fisik. Aristoteles tidak menggunakan istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat pertama).
Ada pandangan yang bertolak belakang dengan supernaturalisme. Pandangan ini dikenal dengan naturalisme. Materialisme, merupakan paham yang berdasarkan naturalisme, mengganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib tetapi oleh kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat diketahui. Tokoh yang dipandang sebagai pionir materialisme adalah Democritos (460-370 SM).
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran Agnoticisme.
1.      Aliran Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Mernurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:
  • Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
  • Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
  • Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hak lekat adalah benda.
2.      Aliran Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaanruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
  • Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau penjelmaan.
  • Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
  • Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
3.      Aliran Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh dengan duka dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang tersebut.
Aliran dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
4.      Aliran Agnoticisme
adalah paham yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manuisa sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat tentang sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda materi maupun rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan menyerah sama sekali.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realismenaturalismeempirisme. Dalam hal ini Kattsoff (1987) memberikan banyak term dasar mengenai bidang ontology, misalnya:
·         yang-ada (being)
·         kenyataan/realitas (reality)
·         eksistensi (existence)
·         esensi (essence)
·         substansi (substance)
·         perubahan (change)
·         tunggal (one)
·         jamak (many)

Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1.      kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2.      Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara ontologis, ilmu  membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berbeda dalam jangkauan pengalaman manusia. Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah merupakan konsistensi pada asas epistemologi keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penyusunan pernyataan yang benar secara ilmiah (Jujun, 1990:3).
Louis O. Kattsoff membagi ontology dalam 3 (tiga) bagian: ontology bersahaja, ontology kuantitatif, dan ontology monistik. Dikatakan ontology bersahaja sebab segala sesuatu dipandang dalam keadaan sewajarnya dan apa adanya. Dikatakan ontologi kuantitatif karena dipertanyakan mengenai tunggal atau jamaknya. Sedangkan ontology monistik melahirkan monism atau idealism. Ada beberapa pertanyaan ontologis yang melahirkan aliran-aliran filsafat. Misalnya pertanyaan apakah yang ada itu? (what is being?) Bagaimanakah yang ada itu?(how is being?) Dan dimanakah yang ada itu? (where is being?).

1.      Hakikat Ilmu
Berbicara tentang ilmu tidak bisa terlepas dari pembicaraan tentang pengetahuan karena keduanya berhubungan erat. Ada beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan pengetahuan dan sekaligus ilmu.Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan beberapa contoh. Apakah yang dimaksud dengan ilmu ? Samakah pengetahuan dengan Ilmu ? Bila keduanya berbeda, perbedaannya bagaimana?
Ilmu, yang dalam bahasa Inggris dinyatkan dengan science, bukan sekadar kumpulan fakta, meskipun di dalamnya juga terdapat berbagai fakta. Selain fakta, di dalam ilmu juga terdapat teori, hukum, prinsip, dst., yang diperoleh melalui prosedur tertentu yaitu metoda ilmiah. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metoda ilmiah (Jujun S.,2005 : 119). Sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa cara, yaitu pengalaman, intuisi, pendapat otoritas, penemuan secara kebetulan dan coba-coba (trial and error) maupun penalaran.
2.      Objek Ilmu
Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu ? Darimanakah ilmu mulai ? Dan di mana ilmu berhenti ? Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman manusia (Jujun S., 2005 : 105). Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak berbicara tentang sesuatu yang berada di luar lingkup pengalaman manusia, seperti surga, neraka, roh, dan seterusnya. Mengapa ilmu hanya mempelajari hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia ? Jawaban dapat diberikan berdasarkan fungsi ilmu, yaitu deskriptif, prediktif, dan pengendalian.
Fungsi deskriptif adalah fungsi ilmu dalam menggambarkan objeknya secara jelas, lengkap, dan terperinci. Fungsi prediktif merupakan fungsi ilmu dalam membuat perkiraan tentang apa yang akan terjadi berkenaan dengan objek telaahannya. Dan fungsi Pengendalian merupakan fungsi ilmu dalam menjauhkan atau menghindar dari hal-hal yang tidak diharapkan serta mengarahkan pada hal-hal yang diharapkan. Fungsi-fungsi tersebut hanya bisa dilakukan bila yang dipelajari berupa ilmu dunia nyata atau dunia yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia.
Objek setiap ilmu dibedakan menjadi dua : objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena di dunia ini yang ditelaah ilmu. Sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam penelaahan objek material. Atau dengan kata lain, objek formal merupakan kajian terhadap objek material atas dasar tinjauan atau sudut pandang tertentu.
3.      Struktur Ilmu
Ilmu sebagai produk merupakan suatu sistem pengetahuan yang didalamnya berisi penjelasan-penjelasan tentang berbagai fenomena yang menjadi objek kajiannya. Dengan demikian ilmu terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Saling hubungan di antara berbagai komponen tersebut merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah.Menurut The Liang Gie (1991 : 139) sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur, yaitu : a) jenis-jenis sasaran, b) bentuk-bentuk pernyataan, c) ragam-ragam proposisi, d) ciri-ciri pokok, dan e) pembagian sistematis.
a.       Jenis-jenis sasaran
Setiap ilmu memiliki objek yang terdiri dari dua macam, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena di dunia ini yang menjadi bahan kajian ilmu, sedangkan objek formal adalah pusat perhatian ilmuwan dalam mengkaji objek material. Objek material suatu ilmu dapat dan boleh sama dengan objek material ilmu yang lain. Tetapi objek formalnya tidak akan sama. Bila objek formalnya sama maka sebenarnya mereka merupakan ilmu yang sama tetapi diberi sebutan berbeda.
Ada bermacam-macam fenomena yang ditelaah ilmu. Dari bermacam-macam fenomena tersebut The Liang Gie (1991 : 141) telah mengidentifikasi 6 macam fenomena yang menjadi objek material ilmu, yaitu :1) ide abstrak, 2) benda fisik, 3) jasad hidup, 4) gejala rohani, 5) peristiwa social, 6) proses tanda.
b.      Bentuk-bentuk pernyataan
Berbagai fenomena yang dipelajari ilmu tersebut selanjutnya dijelaskan ilmu melalui pernyataan-pernyataan. Kumpulan pernyataan yang merupakan penjelasan ilmiah terdiri dari empat bentuk (The Liang Gie, 1991 : 142-143), yaitu : deskripsi, preskripsi, eksposisi pola, dan rekonstruksi historis.
1)      Deskripsi adalah pernyataan yang bersifat menggambarkan tentang bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal rinci lainnya dari fenomena yang dipelajari ilmu. Pernyataan dengan bentuk deskripsi terdapat antara lain dalam ilmu anatomi dan geografi.
2)      Preskripsi merupakan bentuk pernyataan yang bersifat preskriptif, yaitu berupa petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan berkenaan dengan ojkek formal ilmu.Preskripsi dapat dijumpai antara lain dalam ilmu pendidikan dan psikologi pendidikan.
3)      Eksposisi Pola, bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah. Pernyataan semacam ini dapat dijumpai antara lain pada antropologi.
4)      Rekonstruksi Historis merupakan pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan sesuatu secara kronologis.Pernyataan semacam ini terdapat pada historiografi danpaleontologi.
c.       Ragam-ragam proposisi
1)      Azas ilmiah. Azas atau prinsip ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati.
2)      Kaidah ilmiah. Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diuji kebenarannya .
3)      Teori ilmiah. Yang dimaksud dengan teori ilmiah adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis berkenaan dengan penjelasan terhadap sejumlah fenomena.Teori ilmiah merupakan unsur yang sangat penting dalam ilmu. Bobot kualitas suatu ilmu terutama ditentukan oleh teori ilmiah yang dimilikinya. Pentingnya teori ilmiah dalam illmu dapat dijelaskan dari fungsi atau kegunaannya. Fungsi teori ilmiah adalah :
a)      Sebagai kerangka pedoman, bagan sistematisasi, atau sistem acuan dalam menyusun data maupun pemikiran tentang data sehingga tercapai hubungan yang logis diantara aneka data.
b)      Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi.
c)      Sebagai acuan dalam pengkajian suatu masalah.
d)     Sebagai dasar dalam merumuskan kerangka teoritispenelitian.
e)      Sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis.
f)       Sebagai informasi untuk menetapkan cara pengujianhipotesis.
g)      Untuk mendapatkan informasi histories dan perspektif permasalahan yang akan diteliti.
h)      Memperkaya ide-ide baru.
i)        Untuk mengetahui siapa saja peneliti lain dan penggunadi bidang yang sama.
d.      Ciri-ciri pokok ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat dibedakan dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Adapun ciri-ciri pokok ilmu adalah sebagi berikut:
1)      Sistematisasi. Sistematisasi memiliki arti bahwa pengetahuan ilmiah tersusun sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataanyang berhubungan secara fungsional.
2)      Keumuman (generality). Ciri keumuman menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum berbagai fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasannya.
3)       Rasionalitas. Ciri rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika.
4)      Objektivitas. Ciri objektivitas ilmu menunjuk pada keharusan untuk bersikap objektif dalam mengkaji suatu kebenaran ilmiah tanpa melibatkan unsur emosi dan kesukaan atau kepentingan pribadi.
5)      Verifiabilitas. Verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya, diteliti kembali, atau diuji ulang oleh masyarakat ilmuwan.
6)       Komunalitas. Ciri komunalitas ilmu mengandung arti bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik umum (public knowledge). Itu berarti hasil penelitian yang kemudian menjadi khasanah dunia keilmuan tidak akan disimpan atau disembunyikan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu.

BAB III
PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa ontologi yaitu merupakan suatu teori/ilmu yang mengkaji tentang wujud atau ‘ada’ dan asal mula hakikat suatu kehidupan di dunia yang bersifat realitas dengan melihat dari sisi belakang atau dibalik benda-benda fisik, serta ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.

DAFTAR PUSTAKA

Jujun S. Suriasumantri. 1996. Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik : Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa ini. Jakarta: Gramedia.
Jujun S. Suriasumantri. 2005. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Kamara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama
Nina W. Syam. 2000. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Syah, Hidayat. 2000, Filsafat Pendidikan Islam. Pekanbaru: LP2S Indrasakti
The Liang Gie. (1991) Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Description: Makalah Ontologi Dalam Filsafat Ilmu (BAB II dan III)
Rating: 4.5
Reviewed by: Rumah Makalah
On: 08.11.00
TOP