Makalah Peran Partai Politik Dalam Pendidikan Islam Di Indonesia Full (BAB II)
PEMBAHASAN
A. Pengertian Partai Politik
Secara
etimologis, kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota atau komunitas
secara keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) partai politik
berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu.
Machiavelli
melihat politik sebagai aktivitas dan metode untuk mempertahankan serta merebut
kekuasaan absolut. Moralitas dan etika politik menurut Machiavelli hanya akan bisa diterapkan apabila metode tersebut
efektif dalam mencapai dan mempertahankan kekuasaan absolut.
Menurut Max Weber, partai politik
didefinisikan sebagai organisasi publik yang bertujuan untuk membawa
pemimpinnya berkuasa dan memungkinkan para pendukungnya (politisi) untuk
mendapatkan keuntungan dari dukungan tersebut.
Sedangkan
menurut Ranney dan Kendall
mengemukakan bahwa partai politik sebagai “autonomous groups that make
nominations and contest elections in the hope of eventually gaining and
exercise control of the personnel and policies of government” (partai
politik adalah grup atau kelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi
tinggi untuk mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan mendapatkan
serta menjalankan kontrol atas birokrasi dan kebijakan publik). Carl Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang
terorganisasikan secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan kekuasaan
itu akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada para anggotanya.
Menurut Seiler mendefinisikan partai politik
sebagai organisasi yang bertujuan untuk memobilisasi individu- individu dalam
suatu aksi kolektif untuk melawan kelompok lain, atau melakukan koalisi dengan
pihak yang tengah duduk dalam pemerintahan.
Jadi dapat
diambil kesimpulan bahwa partai politik adalah
suatu kelompok yang terorganisir dimana anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai- nilai dan cita- cita yang sama dengan tujuan memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik atau pemerintahan.
B.
Pengertian
Pendidikan Islam
Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata didik yang
mendapat awalan pe- dan akhiran –an yang berarti perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik.
Sedangkan dalam
bahasa Arab istilah pendidikan disebut tarbiyah, yang disebut juga Rabb
karena Ia Yang Memperbaiki, Yang Mengatur, Yang Berkuasa Mutlak, Yang Tegak,
Yang Menjadi sandaran, Yang Memelihara. Dalam bahasa Inggris, pendidikan
dikenal dengan istilah education. Baik kata tarbiyah maupun education
memiliki arti pendidikan sekaliggus pengajaran. Istilah pengajaran bahasa Arab
dikenal juga istilah ta’lim.
Syekh Naquib
al- Attas menyatakan bahwa pendidikan berasal dari kata ta’dib. Memang
terdapat kata lain yang berkaitan dengan pendidikan selain ta’dib yakni tarbiyah.
Akan tetapi tarbiyah lebih menekankan pada mengasuh, menanggung, memberi
makan, memelihara dan menjadikan bertambah dalam pertumbuhan. Selanjutnya
Naquib menyatakan bahwa penekanan pada “adab” yang mencakup dalam amal pendidikan
dan proses pendidikan adalah untuk menjamin bahwa ilmu dipergunakan secara baik
dalam masyarakat.
Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh
keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan
tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi mengarah pada perjuangan.
Tokoh
pendidikan lain yang menyoroti pendidikan adalah Soegarda Purbakawaca.
Menurutnya, pendidikan dalanm arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan
generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuan serta keterampilannya
kepada generasi muda dalam pergaulan bersama sebaik- baiknya. Kedua pengertian
pendidikan baik yang dikemukakan Ki
Hajar Dewantara maupun Soegarda Purbakawaca masih bersifat umum, belum menyentuh
aspek- aspek yang bersifat spiritual yang dilandasi oleh ajaran Islam.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh H.M. Arifin dengan mengutip rumusan dari
hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia di Cipayung Bogor tanggal 17- 11 Mei 1960, ia
menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah sebagai bimbingsn terhadap pertumbuhsn
rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih,
mengasuh dan mengawasi semua berlakunya ajaran Islam.
Setidaknya ada
tiga poin yang dapat disimpulkan dari definisi pendidikan di atas, yaitu: pertama,
pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani. Kedua, pendidikan
Islam mendasarkan konsepnya pada nilai- nilai religius. Ketiga, adanya
unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai.
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan
yang diberikan oleh seseorang agar dapat berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam.
C.
Peran Partai
Politik Islam Dalam Pendidikan Islam di Indonesia Masa Reformasi
Lahirnya masa
reformasi ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto pada taggal 21 Mei
1998, yang disebabkan oleh demonstrasi massa yang sangat besar yang menuntut
perubahan dalam segala bidang termasuk bidang kebebasan politik, kebebasan pers
serta pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Presiden B.J.Habibie yang
menggantikan Soeharto pada masa itu membuka kesan demokrasi ini dengan
seluas-luasnya yaitu dengan membuka dan menjamin kebebasan pers serta
membebaskan berdirinya partai-partai politik yang baru di Indonesia.
Untuk itu tidak
mengherankan jika di tahun 1998 terdapat 181 partai politik baru dan 48 dari
jumlah tersebut dinyatakan sah untuk mengikuti pemilu tahun 1999. Menjelang
tahun 2004 terdapat 268 partai politik di Indonesia dan hanya 24 saja yang
mengikuti pemilu.
Pemilu tahun
2004 yang diikuti oleh 24 partai politik saja yang dinyatakan memenuhi syarat.
Besarnya jumlah ini tentunya sangat berbeda dengan masa orde baru yang hanya
diikuti oleh tiga partai (PPP, PDI dan Golkar). Besarnya jumlah partai yang mengikuti
pemilu jelas akan menambah nuansa dan tekanan persaingan. Seringkali koalisi
antar partai dibentuk untuk meningkatkan posisi tawar- menawar dan memperbesar
kemungkinan untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Tidak hanya masyarakat,
partai politik sebagai suatu organisasi perlu belajar dan memahami konsep
persaingan ini.
Penguduran diri
Presiden Soeharto membuktikan bahwa muslim merupakan aspek yang berpengaruh
dalam politik Indonesia. Pada masa reformasi muslim masih tetap memainkan peran
penting yang akan mewarnai bentuk politik Indonesia. Munculnya Islam sebagai
kekuatan politik berarti menegakkan Islam di arena politik.
Kuntowijoyo menggambarkan tiga
fase perkembangan Islam di Indonesia. Pertama, pada awal kedatangan
Islam di Indonesia, Islam meleburkan dirinya kepada karakteristik yang dominan
dan berbasis mitologi agama yang ada di kepulauan ini. Kedua, pada abad
ke- 20 Islam menjadi lebih teroganisir secara politik dari 1930-an sampai 1960-an, ketika itu
terdapat beberapa partai Islam menganjurkan agar Islam dijadikan dasar negara. Ketiga,
adalah fase perkembangan Islam di Indonesia yaitu “Islam sebagai ide”.
Dalam fase
terakhir ini Islam menyediakan basis intelektual bagi pendekatan kultural
kepada Islam di Indonesia. Pada 1970-an pendekatan kultural ini banyak
disuarakan mahasiswa muslim baik dari Universitas Islam atau yang lainnya. Pada
1980-an sejumlah pusat agama didirikan di Indonesia yang memberikan pengajaran
Islam.
Di antara
maraknya partai- partai baru yang muncul pada masa reformasi ini ialah lahirnya
partai- partai yang menamakan diri sebagai partai Islam, pada masa reformasi
tercatat kurang lebih 13 partai politik Islam yang telah berdiri. Namun hanya 8
partai yang mendaftar dan lolos seleksi untuk ikut dalam pemilihan umum 1999.
Partai- partai tersebut adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Serikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905) dideklarasikan pada 21 Mei 1998,
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) didirikan 29 Mei 1998, Partai Umat Islam
(PUI) pada tanggal 26 Juni 1998, Partai Bulan Bintang (PBB) tanggal 17 Juli
1998, Partai Keadilan (PK) 20 Juli 1998, Partai Politik Islam Masyumi pada
tanggal 28 Agustus 1998, dan Partai Persatuan (PP) tanggal 3 Januari 1999.
Semua partai
tersebut secara formal mencantumkan Islam sebagai asasnya, akan tetapi tidak
satupun dari partai ini yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam. Disamping
partai- partai di atas, lahir pula partai politik Islam yaitu Partai Amanat
Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dr. Ir. H. Nur
Mahmudi Isma’il, Msc diangkat sebagai presiden Partai Keadilan (PK) sejak
tanggal 9 Agustus 1998. Nur Mahmudi dan kawan- kawannya yang tergabung dalam
komunitas halaqah dan usrah dengan didirikannya partai ini adalah demi
memperluas horizon dakwah. Baginya keterbukaan politik itu harus dimanfaatkan
guna memperluas cakrawala dakwah. Maka kehadiran partai politik yang
dipimpinnya itu adalah pelengkap dari aktivitas gerakan sosial, pendirian
lembaga- lembaga sosial dan pendidikan yang merupakan langkah yang harus
dilakukan dalam kerangka pembinaan umat secara lebih meluas dan lebih
terstruktur.
Partai keadilan
mencoba menghidupkan kembali prinsip kejamaahan di antara para aktivisnya
sesuai dengan perintah Allah SWT dan tuntunan Rasul-Nya. Mereka berupaya saling
mengenal, memahami, menolong dan hidup sepenanggungan dalam berbagai keadaan
yang menyertainya. Eksperimen membangun komunitas jamaah dalam suatu partai
politik itu diwujudkan adalah adanya struktur Dewan Syariah dalam organisasi
partai yang mengontrol seluruh sepak terjang partai.
Sementara itu
pada masa orde baru Amin Rais disuruh
untuk memimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP) selalu mengalami tekanan
politik karena pendirian PPP pada awal tahun 1970-an (dengan tekanan politik
pemerintah yang kuat) adalah fusi dari partai- partai politik Islam yang ada
saat itu. Maka di luar PPP, Amin Rais disarankan oleh kalangan aktivis “Islam
Politik” yang tergabung dalam organisasi MARA (Majelis Amanat Rakyat) untuk
memimpin partai baru yang dinamai Partai Bulan Bintang (PBB).
Namun Amin Rais
mengundurkan diri karena Partai Bulan Bintang merupakan embrio atau rancangan
dari BKUI (Badan Organisasi Umat Islam). Lembaga ini adalah semacam forum bagi tokoh- tokoh ormas Islam dalam
menanggapi berbagai isu. Maka Partai Bulan Bintang (PBB) resmi didirikan pada
tanggal 17 Juli 1998, yang kemudian dideklarasikan kepada publik pada tanggal
26 Juli 1998. Yusril Ihza Mahendra
adalah ketua umum pertama PBB.
Nama Bulan
Bintang dipakai dalam partai ini karena dimaksudkan sebagai simbol
kesinambungan perjuangan Islam. Tujuan dari partai ini adalah menimba sebanyak-
banyaknya kaidah dari ajaran Islam untuk kepentingan seluruh masyarakat, bangsa
dan negara.
Sedangkan
Partai Amanat Nasional (PAN) yang diketuai oleh Amin Rais dideklarasikan pada
tanggal 23 Agustus 1998. Partai ini dilahirkan dengan misi dan cita- cita yang
berakar pada moral agama, kemanusiaan dan penghargaan yang tulus kepada
kemajemukan sebagai ciri utama bangsa Indonesia. Dan kemajemukan itu diperlukan
guna membangun kerja sama lintas etnik, agama, dan golongan guna mencapai cita-
cita bangsa yang ditandai dengan peran negara yang dibatasi dalam hal
melindungi martabat warganya atau perlindungan masyarakat sipil.
Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan pada tanggal 23 Juli 1998. Partai politik
yang merupakan wadah aspirasi politik warga Nahdliyyin (NU) dideklarasikan oleh
para kyai yaitu K.H. Ilyas Ruchiyat, K.H. Munawir Ali, K.H. Musthofa Bisri,
K.H. Muchit Muzadi dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Gus Dur
mendesain PKB sebagai partai terbuka disebabkan Gus Dur dapat dikelompokkan
sebagai pendukung aliran Islam Substansialis yang berlawanan dengan Islam
formalis atau Islam Politik. Aliran Islam politik ini berusaha
mewujudkan ajaran Islam terutama dalam kehidupan politik secara lebih lugas. Menurut
Matori, PKB lahir sebagai partai yang inklusif dan terbuka. Sebab itulah PKB
diarahkan pada penerimaan realitas pluarisme agama secara optimis. Dengan
adanya kesadaran mendalam di kalangan NU untuk secara riil dan terus- menerus
menggelorakan semangat keterbukaan dalam beragama demi mencapai cita- cita
demokrasi dan persaudaraan bangsa, maka sikap keterbukaan yang menjadi
prasyarat demokrasi mempunyai akar- akar yang kuat yaitu substansi ajaran agama
itu sendiri.
Pada pemilu 1999 tidak satupun partai politik Islam tampil sebagai pemenang. Pada pemilu kedua setelah pemilu 1955, partai Islam mengalami kekalahan, namun ada beberapa yang masuk dalam tujuh besar dalam perolehan suara. Diantaranya PDI-P 33,76 %, Golkar 22,46%, PKB 12,62 %, PPP 10,72 %, PAN 7,12 %, PBB 1,94 %, dan PK 1,36 %. Kekalahan partai- partai Islam tidak hanya terjadi pada pemilu 1999, tetapi pada pemilu 2004 parpol Islam juga mengalami nasib yang sama.
Pada pemilu 1999 tidak satupun partai politik Islam tampil sebagai pemenang. Pada pemilu kedua setelah pemilu 1955, partai Islam mengalami kekalahan, namun ada beberapa yang masuk dalam tujuh besar dalam perolehan suara. Diantaranya PDI-P 33,76 %, Golkar 22,46%, PKB 12,62 %, PPP 10,72 %, PAN 7,12 %, PBB 1,94 %, dan PK 1,36 %. Kekalahan partai- partai Islam tidak hanya terjadi pada pemilu 1999, tetapi pada pemilu 2004 parpol Islam juga mengalami nasib yang sama.