Implikasi Teori Kebudayaan Terhadap Pendidikan (Pembahasan)
BAB II
PEMBAHASAN
Teori-Teori Kebudayaaan
Menurut ilmu antropologi, “kebudayaan”
adalah : keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal ini berarti
hampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan” karena semua tindakan
manusia dalam kehidupan masyarakat perlu dibiasakan dengan belajar. Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan
sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat
abstrak.
Sedangkan teori kebudayaan itu merupakan usaha
untuk mengonsepkan makna data untuk memahami hubungan antara data yang didapat dengan
manusia dan kelompok manusia yang mewujudkan data tersebut. Teori kebudayaan
dapat digunakan untuk keperluan praktis, memperlancar pembangunan masyarakat,
membangun manusia yang beradab melalui pengajaran-pengajaran nilai-nilai
budaya, pengkajian dan pembelajaran akan artefak seperti naskah karya sastra,
dan sebagainya. Pentingnya teori budaya adalah membawa dari modernitas (untuk
yang pro-pascamodernitas atau postmodernitas) ke era masa yang dianggap mampu
menyelamatkan kehidupan manusia, sehingga manusia merasa mengalami masa reborn
atau terlahir kembali.
Teori Evolusi
Kebudayaan L.H Mogan
Lewis
H. Mogan (1818-1881) mula-mula adalah sorang ahli hukum yang lama tinggal di
suku indian Iroquois di daerah ulu sungai St. Lawrence dan di sebelah selatan
sungai-sungai Ontario dan Erie (New York) sebagai pengaca orang-orang Indian
dalam soal-soal mengeni tanah. Dengan demikian ia mendapat pengetahunan tentang
kebudayan orang-orang Indian. Karangan-karangan nya tentang seorang Iroquis
tyerutama terpusat kepada soal-soal susunan kemasyarakatan dan sistem
kekerabatan, dan dalam hal ini Mogan telah menyumbangkan yang terbesar kepada
ilmu antropologi pada umumnya. Dalam memperhatikan sistem kekerabatan itu,
Mogan mendapatkan cara untuk mengupas sistem kekerabatan dari semua suku bangsa
di dunia yang jumlahnya beri-ribu itu, yang masing-masing sangat berbeda
bentuknya. Didasarkan gejala kesejajaran yang seringkali ada di antara sistem
istilah kekerabatan (system of kinshipterminilogi) dan kekerabatan (kiship
system).
Menunjukan
banyak banyak individu, yaitu Ayah, semua keluaga ayah, dan dan semua
keluaga ibu. Menunjukan seorang individu saja yaitu ayah. Bahwa ayah dan
saudara ayah dalam sistem Iroquis itu disebut dengan satu istilah disebabkan
karena sikap orang, dan juga mungkin hak-hak dan kewajiban orang tehadap ayah
itu sama. Sebaliknya bahwa ayah dan saudara ayah disebut dengan sebutan yang
berlainan, disebabkan karena sikap, hak-hak dan kewajiban terhadap ayah dan
saudara pria itu berbeda pula. Karena hasilnya rupa-rupanya memuaskan, maka
Morgan menyabarkan angket itu di luar Amerika Serikat pada berbagai suku bangsa
lain di dunia melalui lembaga Smithsonian
Institute, antara lain karena ia mempunyai hubungan dan pengaruh yang
luas, dan ia berhasil mengumpulkan
seratus tiga pulu sembilan istilah kekerabatan yang berasal dari seluruh dunia.
Menurut
Morgan, masyarakat dari semua bangsa di dunia sudah tapi menyelesaikan proses
evolusi melalui delapan tingkat evolusi sebagai berikut :
1. Zaman
Liar Tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai menemukan api, dalam zaman
ini manusia hidup dari meramu, mencari akar-akar dan tumbuhan-tumbuha liar.
2. Zaman
Liar Madia, yaitu zaman sejak menemukan api, sampai ia menemukan senjata busur
panah, dalam zaman ini manusia mulai merobah hidupnya dari meramu menjadi
pencari ikan di sungai-sungai atau menjadi pemburu.
3. Zaman
Liar Muda, yaitu zaman sejak manusia mengenal busur panah, mendapat kepandaian
membuat barang-barang tembikar , padan zaman ini mata pencarian nya masih
pemburu.
4. Zaman
Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat tembikar
sampai ia mulai berternak atau bercocok tanam.
5. Zaman
Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia berternak dan bercocok tanam sampai ia
pandai membuat benda-benda dari logam.
6. Zaman
Barbar Muda, yaitu zaman sejak menemukan kepandaian membuat benda-benda dari
logam, sampai ia mengenal tulisan.
7. Zaman
peradapan purba.
8. Zaman
Peradapan Masakini.
Teori
Morgan dapat acaman yang sangat keras dari para ahli Antropologi dari negara Inggris dan Amerika Serikat pada awal
abd ke-20 ini, dan walaupun demikian ia seorang warga Amerika yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas
mengenai kehidupan masyarakat dan kebudayaan Indian penduduk pribumi Amerika,
ia tidak dianggap sebagai pendekar ilmu Antropologi Amerika. Teori Morgan
menjadi terkenal dikalangan cendikiawan komunis berkat F. Engels, yang sebagai
pengarang yang bergaya lancar, telah befungsi membuat populer gagasan-gagasan
Marx yang sering terlalu ilmiah sifatnya itu.
Teori Evolusi Religi E.B. Tylor
Edward
B. Tylor (1832-2927) adalah orang Inggris yang mula-mula mendapatkan pendidikan
dalam kesusateraan san nperdapan yunani dan rum klasik, dan baru kemudian
tertarik dengan ilmu arkeologi. Sebagai orang yang dianggap memiliki kemahiran
ilmu arkeologi, dalam tahun 1856 ia turut dengan suatu exspedisi, Inggris untuk
menggali benda-benda arkeologi di mexiko.dari karangan-karangan itu, terutam
dari yang tebalnya dua jilid berjudul Resekches into the Early History of
Mankind (1871), tampak pendirianya cara penganut cara berfikir
Evolusionisme. Menurut uraian sendiri, seorang ahli antropologi bertujuan
mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan beraneka ragam di dunia, mencari
unsur-unsur yang sama dalam kebudayaan itu, dan kemudian mengklaskannya
berdasar unsur-unsur persaman itu sedemikian rupa, kemudian nampak seajarah
evolusi kebudayaan manusia itu dari satu tinggkat ke tingkat yang lain.
Asal mula religi adalah
kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akan faham jiwa itu di sebabkan
karena dua hal, yaitu :
1. Perbedaan yang tampak terhadap
manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Artinya hidup, suatu
organismae pda satu saat bergerak-gerak, artinya hidup, tetapi tidak lama
kemudian organisme itu tidak bergerak lagi. Artinya mati. Maka manusia sadar
akan kekuatan yang menyababkan gerak itu, yaitu jiwa.
2. Perisiwa Mimpi. Dalam mimpi
manusia melihat dirinya berada di tempat-tempat lain (bukan ditempat ia sedang
tidur). Maka manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada ditempat
tidur, dan suatu yang lain pada dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian lain itulah.
Sifat
abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa tetap hidup
langsung, lepas dari jasmaninya.Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa yang
merdeka itu, yang oleh Tylor tidak disebut soul, atau jiwa lagi, tetapi
diserbut spirit9makluk alus atau roh). Dengan demikian piukiran manusia telah
mentranformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada
mahluk-mahluk hulus. Pada tingkat tertua dalam evolusi religi, manusia percaya
bahwa makluk-makluk halus itu yang
menempati alam sekeliling tempat tinggalnya.
Teori J.G. Frazer Mengenai Ilmu Gaib Dan Religi
J.G.
Frazer (1854-1941) adalah ahli fulklor Inggris yang juga banyak meggunakan bahan etnokrafi dalam karya-karyanya, dan
yang karena itu dapat kita anggap juga salah seorang tokohilmu antropologi.
Diantara karangannya mengenai fulklor yang tidak terbilang banyaknya ada dua
buah yang penting, yang mengandung asal mula dan evoludi ilmu gaib dan religi.
Yaitu totemism and Exsogami (1910) uang terdiri dari empat jilid, dan
karya rasa yang berjudul The Golden Bough 1911-1913), yang terdiri dari
dua belas bab.
Teori
Frazer mengenai asal-mula limu gaib dan religi itu dapat diringkas sebagai berikut :
manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya,
tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya. Soal-soal hidap yang tidak
dapat di pecahkan dengan akal dipecahkannya dengan magic, alam gaib. Menurut Frazer, magic
adalah semua tindakan manusia (abstensi dari tindakan ) untuk mencapai suatu
maksud melalui kekuatan yang ada di dalam alam, serta seluruh komplek anggapan
yang ada di belakang nya. Mencari hubungan dengan makluk-makluk halus itu
timbulah religi.
Ilmu
gaib ialah segala sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk mencapai suatu
maksut dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan kaidah-kaidah
gaib yang ada di dalam alam. Sebaliknya religi adalah segala sistem tingkah
laku manusia untuk mencapai suatu maksud
dengan cara menyadarkan diri kepada kemuan dan kekuasan kepada makluk
halus seperti roh-roh, dewa-dewa sebagainya, yang menempati alam.
Implikasi
Kebudayaan Terhadap Pendidikan
Budaya dicapai manusia melalui proses yang
panjang, melalui pendidikan, melalui sosialisasi sehingga diperoleh
internalisasi nilai yang menjadikan sesuatu nilai itu menjadi satu dengan
dirinya, menjadi miliknya yang diaktualisasikan secara spontan dalam kehidupan
nyata.
Pendidikan pada dasarnya adalah proses budaya
(Djohar, 1998:1). Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai budaya. Transfer
nilai-nilai budaya dimiliki paling efektif adalah melalui proses pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena
saling melengkapi dan mendukung antara satru sama lainnya.
Menurut
UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan juga suatu usaha masyarakat dan
bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat
dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh
pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh
karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi
generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam
proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan
nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan
kehidupan bangsa yang bermartabat.
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk
mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh
dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan
budayanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan
bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak
dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar
budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya
dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya.
Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang
yang tidak menyukai budayanya.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh
dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat berkembang ke lingkungan
yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut
oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat
maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal
dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat
rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya
luar tanpa proses pertimbangan. Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak
memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan pertimbangan. Oleh karena itu kebudayaan suatu bangsa wajib
dipertahankan dan dikembangkan, sebab berfungsi sebagai filter (counter culture) dan motor penggerak
dalam meningkatkan kreatifitas yang tinggi, ketahanan jati diri, dan
kelangsungan hidup suatu bangsa.
Pendidikan dipandang sebagai proses
melaksanakan acculturation and
culturation, artinya pendidikan adalah sebagai sarana pengembangan budaya,
ekonomi, teknologi dan pengetahuan sekaligus pula pendidikan harus dapat
mengembangkan sikap hidup, cara bekerja yang tercermin dalam sistem
kemasyarakatan sehingga mampu menghadapi perkembangan yang ada tanpa membawa
akibat destruktif terhadap identitas bangsa sebagai subjek budaya. Dalam
masyarakat modern proses pendidikan tersebut didasarkan pada program pendidikan
secara formal yaitu melalui pendidikan di sekolah. Melalui
sekolah, siswa belajar berbagai macam hal yang nantinya menunjukkan adanya perubahan yang
sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan
dan pengetahuan baru. Salah satu peran kebudayaan dalam pendidikan di
sekolah adalah membentuk kepribadian.
Daftar Pustaka
Djohar. 2006.
Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: CV.
Grafika Indah.