Makalah Budaya Jawa Dan Eksistensinya (BAB II)
BAB II
PEMBAHASAN
Asal-Usul Budaya Jawa
“Dalam catatan Yunani, yang ditulis Claucius
Ptolomeus (tahun 165 M) istilah labadiou
(jawadwipa) digunakan untuk menyebut pulau Jawa, yang mana kurang lebih
artinya adalah sebuah pulau yang jauh terletak di tenggara yang kaya akan beras.
Njowo digunakan sebagai sebuah ungkapan untuk
mendefinisikan tingkah laku seseorang, atau dengan kata lain njowo itu adalah mengerti; paham; beretika
sesuai dengan (budaya) Jawa.
Peradaban tertua di Indonesia yang
tercatat dalam perjalan pelancong-pelancong (dari Cina maupun pedagang India )
masa lalu adalah Sakanagara (abad 1 M) sendiri terletak di pesisir barat Pulau
Jawa, di sekitar daerah Pandeglang. Dari komunitas ini kemudian lahirlah
Taramarajuk (abad 4 M). Sedangkan di bagian tengah Pulau Jawa, peradaban tertua
di awali dengan kerajaan Kalingga (abad 6 M). Kemudian untuk Pulau Jawa bagian
timur , peradaban pertama yang dicatat adalah kerajaan Kanjuruhan dengan
ditemukannya prasasti Dinoyo (tahun 760) yang ditulis dengan huruf Jawa Kuno (Kawi).
Kemudian dilanjutkan dengan kerajaan yang didirikan oleh Mpu Sendok, raja
terakhir dari Wangsa Sanjaya yang berkuasa di Mataram pada abad 9 M, yang
memindahkan ibukota kerajaan lebih ke timur di tepi Sungai Brantas. Diduga
karena bencana alam meletusnya gunung Merapi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan “peradaban tertua yang
pernah tercatat di Pulau Jawa dimulai dari barat ke timur”. Juga terdapat
bentuk sinkritisme yang paling pas dan harmonis antara ajaran teologi
Islam-Hindu-Buddha-dan Jawa”.
Macam-Macam Kesenian dalam Budaya
Jawa
Budaya yang terdapat di pulau Jawa
sangatlah beragam, namun di sini kita akan membahas tentang budaya Jawa Tengah
yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia
dengan budaya Jawa. Jawa tengah adalah salah satu provinsi di pulau Jawa yang
memiliki budaya daerah yang sangat beragam.
Jawa Tengah yang merupakan salah satu dari
sepuluh daerah tujuan wisata di Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari
segala penjuru baik darat, laut, maupun
udara. Provinsi ini juga telah melewati sejarah yang panjang dari jaman purba
hingga sekarang.
Di Jawa Tengah segala macam bidang seni
tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal ini dapat kita saksikan pada
peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Seni Arsitektur Bangunan Jawa Tengah
Pembagunan Jawa
Tengah pada umumnya bangunan induk serta bangunan lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks
perumahan yang dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, seni bangunan dari jaman
Sanjayawangsa dan Syailendrawangsa. Jawa Tengah juga dikenal dengan sebutan “The
Island of Temples“ karena memang di Jawa Tengah bertebaran candi-candi.
Pendopo Agung
yang berbentuk “Joglo Trajumas”, atapnya yang luas ditopang 4 Soko Guru (tiang pokok), 12 Soko Goco, dan
20 Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu berkesan “momot”, artinya
berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu.
Pendopo Agung dihubungkan dengan ruang “pringgitan”, yang aslinya sebagai
tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur
limas. Bangunan lain adalah bentuk rumah adat “ Joglo Tajuk Mangkurat”, “Joglo
Pangrawit”, dan rumah bercorak “Doro Gepak”.
Tarian Daerah Jawa Tengah
Tari Jawa
memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain sebagai hiburan,
beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu disajikan dalam
pelantikan dan penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud seni tari yang
adiluhung, sakral, dan religius.Tari Jawa tersebut banyak jenisnya. Tarian
tersebut di antaranya sebagai berikut:
(1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya Ketawang, (3) wireng, (4) prawirayudha, (5) dan
(6) tari Kuda-Kuda. Khusus di Mangkunegaran disebut tari Langendriyan, yang
mengambil kisah Damarwulan.
Tari yang
terkenal di Kraton Solo di antaranya
adalah Srimpi dan Bedaya Ketawang. Menurut kitab Wredhapradhangga yang dianggap
sebagai pencipta dari tari Bedaya Ketawang adalah Sultan Agung (1613-1645)
yakni yang menjabat sebagai raja pertama kerajaan Mataram. Tari ini tidak hanya
ditampilkan saat pelantikan raja namun juga ditampilkan setahun sekali ketika
hari-hari besar dan upacara kraton.
Rangakaian tari
Bedaya Ketawang dan nama penarinya
dengan urutan sebagai berikut: Batak, Endhel Ajeg, Endhel Weton, Apit ngarep,
Apit mburi, Gulu, Dhada, dan Boncit.
Sementara Kraton
Kasunanan Pakubuwono juga menciptakan tarian, yaitu tari Srimpi. Tarian ini
menggambarkan perang antara dua satria. Jenis tari srimpi di antaranya: Srimpi
Padelori, Andhong-andhong, Arjuna Mangsah, Dhempel Sangopati, Elo-elo, Dempel,
Gambir Sawit, Muncar, Gandokusuma, dan Srimpi Lobong. Selain itu juga terdapat
tarian Jawa modern yang biasanya
disajikan saat hajatan, di antaranya : (1) tari Gambyong, (2) tari Merak, (3)
tari Golek, (4) tari Gambiranom, (5) tari Minak Jingggo, (6) tari Karonsih, (7)
tari Gatotkaca Gandrung, dan lain-lain. Tayub juga merupakan salah satu tarian
Jawa yang biasa ditampilkan dalam
hajatan.
Seni Peran Ketoprak
Ketoprak adalah
salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana kesenian ini diperankan
oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan karakter dari tokoh-tokoh
dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang sering diangkat dalam ketoprak adalah Ramayana dan Mahabarata, yang
kesemuanya bercerita tentang kebaikan akan selalu menang melawan keangkaramurkaan.
Karena itulah
sebabnya mengapa masyarakat Jawa memiliki sikap “andap asor”, lemah-lembut,
ramah-tamah, sopan-santun, dan penuh filosofi.
Wayang
Wayang adalah salah satu tradisi bercerita
di Jawa Tengah yang masih berlanjut hingga saat ini yang paling berkembang dan
terkenal hingga ke penjuru dunia.Wayang merupakan salah satu kesenian Jawa yang
hingga sekarang ini masih eksis.
Kesenian wayang sering disajikan dalam
hajatan. Wayang tidak jauh berbeda dengan ketoprak. Jika ketoprak diperankan
oleh manusia, sementara tokoh-tokoh cerita dalam wayang diperankan dengan
properti yang disebut wayang itu sendiri yakni sejenis miniatur dengan bentuk
sosok manusia yang digambarkan sesuai dengan sifatnya dan berbahan dari kulit.
Wayang dijalankan oleh seorang dhalang.
Beberapa alat yang digunakan dalam
pewayangan di antaranya adalah: “kelir” (background dalam bentuk layar yang berupa kain berwarna putih), “blencong”
(sejenis lampu yng digunakan untuk menambah kesan untuk menguatkan suasana dari
jalan ceritanya), “debog” (batang pisang yang digunakan sebagai tempat untuk
menancapkan wayang-wayang yang hendak dimainkan), “cempala” dan “kepyak” (sejenis
alat untuk menciptakan suara pengiring saat wayang dijalankan).
Lagu Daerah Jawa Tengah
Budaya Intelektual di tanah Jawa pada masa
lalu ternyata sudah dapat dikatakan tinggi, hal ini terbukti banyak karya-karya
sastra yang ditulis, meskipun berbentuk tembang (sastra sekar) macapat yang
juga ternyata memiliki aturan-aturan baku , yang kalau kita pelajari akan
tampak nilai-nilai intelektualitas yang tinggi.
Ciri lain yang menonjol dari karya-karya
itu adalah nilai mistiknya, sehingga membaca karya mereka seakan kita hanya
akan mengungkap khasanah mitos yang tidak rasional. Padahal jika diperhatikan
secara seksama banyak dari karya mereka yang mengandung informasi yang
meyakinkan.
Jawa Tengah memiliki lagu daerah, yang
dibagi atas : (1) tembang dolanan (Ilir-Ilir, Cublak-Cublak Suweng, Gundhul
Pacul, dan lain-lain), (2) tembang macapat (Maskumambang, Pocung, Gambuh,
Megatruh, Mijil, Kinanthi, Durma, Pangkur, Asmaradana, Sinom, dan
Dhandanggula), dan (3) gendhing Jawa kreasi (modern).
Kesenian Musik Jawa Tengah
Musik Jawa yang disebut
gamelan sering digunakan untuk mengiringi gendhing-gendhing dan tari, terdiri
atas gender,demung, bonang, bonang penerus, gambang, gong, kempul, kethuk,
kenong, saron, peking, siter, rebab, suling, dan kendhang. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, yang menuntun suara adalah rebab sementara
yang menuntun “sampak” (Tempo) adalah kendhang.
Gamelan Jawa itu adalah salah
satu corak gamelan yang eksis di Jawa
Tengah dan Yoyakarta dan sebagian Jawa Timur. Musik gamelan Jawa berbeda dengan
gamelan dari daerah lainnya. Jika gamelan Jawa pada umumnya mempunyai nada
lembut dan menggunakan tempo lebih lambat, berbeda dengan gamelan Bali yang
mempunyai tempo lebih cepat dan gamelan Sundha yang mana musiknya mendayu-dayu
serta didominasi dengan suara seruling.
Gamelan Jawa juga mempunyai
aturan-aturan yang sudah baku di antaranya terdiri atas beberapa “puteran dan pathet” (tinggi
rendahnya nada). Juga ada aturan “sampak” (tempo) dan “gongan” (melodi) yang
kesemuanya terdiri atas empat nada. Sementara yang memainkan gamelan disebut
“Panayagan” atau “nayaga” dan yang menyanyi disebut “pesinden” (wiraswara atau
swarawati).
Bahasa Daerah Jawa Tengah
Kebudayaan Jawa yang paling melekat dalam
pribadi setiap masyarakatnya adalah bahasa Jawa. Setiap hari di mana saja dan
kapan saja mereka selalu menerapkannya. Dari anak kecil hingga orang dewasa
dapat menggunakannya dengan fasih, meskipun hanya sebagian kecil dari mereka
yang benar-benar menguasai bahasa Jawa tersebut, karena bahasa jawa memiliki
tingkatan-tingkatan dalam penggunaanya. Tingkatan-tingkatan tersebut menyebabkan
tidak semua dari mereka dapat menguasai dengan baik. Bahasa Jawa terdiri atas bahasa
krama inggil, krama alus, krama lugu, krama madya, dan ngoko.
Krama inggil biasanya digunakan sebagai
bahasa para MC hajatan, krama alus
digunakan saat berbicara dengan orang yang dihormati, sedangkan ngoko digunakan
dalam perbincangan antara orang-orang dekat atau biasa digunakan oleh para
orang tua untuk berbicara dengan anak-anak mereka, atau oleh orang dewasa kepada orang-orang usia di bawah
mereka dan dialog antara teman sebaya. Keanekaragaman ini menambah kekayaan
budaya Jawa, namun hal ini juga justru menjadikan masyarakatnya enggan untuk
menerapkannya.
Eksistensi Budaya Jawa
Di balik kekayaan dan keagungan budaya
Jawa, kelangsungan budaya Jawa kini semakin terancam punah. Semakin sedikit
pula masyarakatnya yang sadar akan kebudayaan itu sendiri. Sebagian besar dari
mereka juga kurang mengenal dengan
baik budayanya tersebut, hal ini
mengakibatkan semakin rendahnya kesadaran mereka akan budaya serta keinginan
untuk menjaganya juga semakin rendah.
Hal ini terbukti, karena banyak dari
mereka yang tidak mengerti dan tidak mau tahu akan budayanya sendiri, lebih
senang dengan budaya asing yang dianggap “keren”.Banyak dari kalangan
masyarakat yang lebih suka mengenakan produk asing, mengembangkan pemikiran
asing yang dianggap modern, dan hal ini juga melanda pada bahasa yang mereka
pergunakan dalam berkomunikasi. Kenyataan yang terjadi sekarang ini adalah,
banyak dari pemuda daerah yang lupa akan budaya mereka. Banyak dari remaja yang
tidak lagi menguasai bahasa Jawa dengan baik.
Semakin lama Budaya Jawa semakin tergerus
oleh jaman, terlihat dari sebuah fakta bahkan atau mungkin kita mengalami
sendiri saat guru mengajari tembang Jawa justru ditertawakan oleh murid-muridnya.Sebagian
orang menganggap menguasai budaya bukanlah hal yang penting, mereka menganggap
ini adalah hal yang usang dan kuno , dan menghambat kemajuan.
Yang Menyebabkan Lunturnya Budaya Jawa
Globalisasi
berjalan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi, di samping membawa
kemajuan di dalam pribadi pemuda dan setiap elemen masyarakat, globalisasi juga
memberikan dampak buruk pada budaya. Eksistensi budaya menjadi terancam, karena
masyarakat yang merasakan kemajuan jaman selalu beranggapan bahwa budaya daerah
tidaklah penting karena yang ada dalam otak mereka adalah bagaimana caranya
dapat terus mengikuti kemajuan iptek yang terjadi.
Ironinya bukan
hanya sekedar memberi dampak buruk terhadap sikap masyarakat, namun juga
merasuk ke dalam jiwa mereka kemudian tertanam kukuh dan kemudian menguasai mereka.
Sehingga mengalahkan kesadaran mereka dalam berbudaya.
Salah satu
penyebab utama yang lainnya adalah karena pemerintah tidak lagi memasukkan
pendidikan bahasa Jawa ke dalam kurikulum pendidikan 1975. Barulah sepuluh
tahun kemudian terasa mengapa pemuda tidak dapat menguasai budaya Jawa dan tata
krama Jawa.Namun, di sisi lain tidak sedikit warga negara asing yang kagum akan
budaya Jawa dan sangat antosias serta berlomba-lomba untuk bisa dan belajar
budaya Jawa.
Memang sebuah
kenyataan pahit yang harus diterima. Namun hal tersebut tidak boleh dibiarkan
begitu saja. Rasa bangga tidak cukup hanya diucapakan di bibir saja, namun
harus dibuktikan dengan tindakan nyata, yaitu kita wajib menjaga dan
melestarikan budaya kita.
Rupanya karena
eksistensi budaya Jawa yang semakin menhawatirkan keadannya ini, digelar dua
buah kongres untuk mengembalikan kejayannya. Kongres yang pertama, kongres
sastra Jawa (KSJ) diadakan di Solo (6-7 Juli 2009).
Meskipun belum
dapat menghasilkan hasil-hasil yang lebik kongkrit, delapan puluh sastrawan
Jawa yang hadir nampak cukup puas. Kongres kedua , Kongres Bahasa Jawa (KBJ)
digelar di jantung peradaban Jawa,
Yogyakarta (15-21 Juli 2009).
Budaya adalah
sebuah identitas yang akan membuat kita bertahan. Bertahan bukan dengan melawan
tetapi dengan menerima. Menerima beragam berbedaan yang akan selalu hadir dalam
perputaran jaman. Dan masih ada harapan, karena masih banyak anak-anak yang
belajar tentang budaya mereka.Dan mereka akan belajar banyak melalui
kisah-kisah heroic yang akan mempengaruhi keputusan mereka kelak.
Banyak cara yang
dapat kita tempuh.Memang tidak sedikit dana yang dibutuhkan dalam hal ini,
tetapi jika harus dibayar mahal dengan musnahnya sebuah budaya itu tidaklah
akan sepadan.
Dengan mendirikan
sanggar-sanggar akan sangat membantu dalam menjaga kelangsun gan budaya ini.
Menumbuhkan minat masyarakat adalah langkah awal yang harus kita kerjakan.
Selanjutnya akan menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, yakni turut ambil
bagian di dalamnya.
Bagi yang
memiliki kemampuan lebih dapat menyumbangkan tenaganya sebagai pelatih dalam
sanggar tari misalnya. Sebagai guru vokal, kita juga dapat melestarikan budaya
dengan cara mengajarkan tembang-tembang Jawa dalam kelas.
Di dalam
kehidupan sehari-hari kita dapat melestarikan budaya ini dengan cara menerapkan
bahasa Jawa dengan baik dan benar.Di dalam lingkungan sekolah dengan cara
menyisipkan mata pelajaran Bahasa Jawa adalah sebuah langkah yang tepat. Karena
mau tidak mau seorang siswa akan dituntut untuk belajar budaya Jawa ini.
Kita jangan mau
kalah dengan orang-orang asing yang antosias mempelajari budaya kita, karena
kalau kita sampai terlena maka hal ini justru akan menjadi bumerang bagi kita
semua. Sebuah fakta Reog Ponorogo kebudayaan asli Jawa Timur dihak patenkan oleh
Malaysia, dan masih banyak hal-hal kecil lainnya yang seharusnya ini menjadi
suatu kebanggaan bagi kita.
Dulu kita harus
kehilangan yaitu tempe yang diakui oleh Jepang, Reog oleh Malaysia, dan masih
banyak identitas kita yang terampas. Ini
adalah suatu hinaan dan pukulan keras bagi kita. Oleh karena itu kita harus
menjaga jangan sampai hal ini terulang lagi untuk kedua kalinya.
Ada peribahasa “Tak ada gading yang tak retak“, ini adalah peribahasa yang tepat untuk
menggambarkan keadaan budaya kita sekarang ini. Namun jika dirawat gading yang
retakpun dapat dipakai sebagai hiasan, Begitu pula dengan budaya, jika kita
penuh kesadaran dan keikhlasan menjaga kelangsungannya maka budaya ini akan
tetap terjaga kelestariannya, keindahan, serta kekhasanahannya sehingga dapat kita
nikmati hingga akhir nanti.
Jadikan budaya
ini untuk terus dan tetap eksis, sehingga generasi penerus kita akan tetap
dapat menikmati budaya yang elok, agung, dan mempesona ini. Kita harus
bangga memiliki budaya ini, karena
budaya tidak hanya tersohor hingga ke penjuru dunia, tetapi juga merupakan aset
yang begitu luar biasa.
Setiap kebudayaan tanpa ditopang oleh kekuasaan politik tidak akan bertahan. Sebaliknya kekuasaan politik membutuhkan identas. Dengan memanfaatkan kebudayaan tertentu, sebuah rezim kekuasaan memiliki identitas. Di sini kebudayaan menjadi alat kekuasaan.Sehingga campur tangan dari pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Setiap kebudayaan tanpa ditopang oleh kekuasaan politik tidak akan bertahan. Sebaliknya kekuasaan politik membutuhkan identas. Dengan memanfaatkan kebudayaan tertentu, sebuah rezim kekuasaan memiliki identitas. Di sini kebudayaan menjadi alat kekuasaan.Sehingga campur tangan dari pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini.