Artikel Tentang Kedudukan Wanita Dalam Islam Full
Peran
dan kedudukan perempuan menjadi pembahasan di setiap zaman. Peran dan kedudukan
perempuan sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat terhadap perempuan.
Setidaknya ada tiga pandangan masyarakat terhadap perempuan yang terbagi atas
tiga fase yaitu fase menghinakan, fase mendewakan, fase menyamaratakan (Alfan, tanpa
tahun: 10)
Pada
fase menghinakan perempuan dianggap seperti hewan bahkan lebih rendah.
Perempuan dianggap menjijikkan, hina dan diperjualbelikan di toko, pasar-pasar,
dan warung-warung. Perempuan dianggap pelayan laki-laki. Pada fase mendewakan
perempuan dipuja-puja, dimuliakan tetapi untuk memuaskan hawa nafsu berahi kaum
lelaki. Pada fase menyamaratakan wanita diberi kebebasan seluas-luasnya tanpa
terikat pada batasan baik norma adat maupun agama. Wanita harus memiliki hak
dan peran yang sama dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan.
Dalam
kenyataan perempuan berbeda dengan laki-laki terutama dalam struktur
anatominya. Secara fisik perempuan dan laki-laki berbeda. Secara biologis
perempuan dilengkapi dengan alat-alat reproduksi sehingga dapat berperan
sebagai ibu mampu mengandung dan melahirkan anak, sedangkan laki-laki tidak
memiliki potensi untuk itu.
Dengan
perbedaan ini tentunya perempuan dan laki-laki memilki kedudukan dan tugas atau
peran yang saling melengkapi. Oleh karena itulah penulis mencoba mengupas Peran
dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Karena yang berhak menentukan
peran dan kedudukan perempuan adalah sang pencipta perempuan itu sendiri, yang
telah mengutus rasul Muhammad dan menurunkan kitab Al-Quran sebagai petunjuknya
bagi manusia supaya ber-Islam (berserah diri).
KERANGKA
TEORETIS
Membahas
peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak terlepas dari sumber
hukum Islam. Sebuah hadits dapat kita nukil untuk memberikan keyakinan pada
kita tentang sumber hukum yang harus digunakan yaitu : “Aku tinggalkan pada
kalian dua perkara, di mana kalian tidak akan tersesat selama berpegang dengan
keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
al-Muwaththa’ kitab Al-Qadar III)
Al Quran sebagai sumber hukum umat Islam sudah tidak ada yang
menyangkal, namun hadis sebagai sumber hukum masih ada yang berkeberatan
terutama kelompok Inkar Al Sunnah (Dailamy SP, 2008:2) dengan
alasan bahwa Al-Quran adalah kitab yang sempurna, terinci, tugas Nabi Muhammad
semata-mata menyampaiakan Al-Quran, Hadis merupakan pandangan dan pendapat
manusia yang tidak terjamin kebenarannya, ibadah salat, puasa zakat dan haji
adalah amalan turun-temurun sejak zaman Nabi Ibrahim, bukan disampaikan melalui
hadis.
Namun demikian dalam tulisan ini penulis akan menggunakan kerangka
teoretis Al Quran dan hadis sebagai sumber pengambilan hukum dalam pembahasan
peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Dengan pertimbangan “Kedudukan
hadis begitu dominan dalam pandangan ulama jumhur. Hadis dengan beragam ilmunya
telah dibahas dan dikupas sedemikian rupa sehingga seakan tidak tersisa lagi
buat umat Islam mendatang untuk ikut urun rembug dalam urusan hadis dengan
bermacam-macam ilmunya itu.” (Dailamy SP, 2008:3)
Oleh karena itulah penulis berkeyakinan bahwa membahas peran dan kedudukan perempuan menurut pandangan Islam berarti membahas dengan menggunakan Al-Quran dan hadis, tentu saja melalui pendapat-pendapat para ulama penafsir Al-Quran dan hadis.
Oleh karena itulah penulis berkeyakinan bahwa membahas peran dan kedudukan perempuan menurut pandangan Islam berarti membahas dengan menggunakan Al-Quran dan hadis, tentu saja melalui pendapat-pendapat para ulama penafsir Al-Quran dan hadis.