Makalah Hakikat Manusia Menurut Islam Full (BAB II)
MANUSIA MENURUT TINJAUAN ISLAM
Manusia merupakan
makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia
memiliki keunikan yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan
makhluk lain karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
A. Pengertian
Manusia
Pengertian manusia dapat dilihat dari berbagai segi.
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai
makhluk lain. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu. Secara biologi, manusia diartikan sebagai sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi.
1. Pengertian
Manusia Menurut Para Ahli
a.
Nicolaus D. & A.
Sudiarja
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani
dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang
b.
Abineno J. I
Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi
yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"
c.
Upanisads
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran,
dan prana ataubadan fisik
d.
I Wayan Watra
Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu
cipta, rasa dan karsa
e.
Omar Mohammad Al-Toumy
Al-Syaibany
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang
berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan
ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
f.
Erbe Sentanu
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan
bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan
mahluk yang lain
g.
Paula J. C & Janet W. K
Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi,
mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut
menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinanan.
2. Pengertian
manusia menurut agama Islam
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan
beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan
sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang
sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai
hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan
nabi Adam.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan
bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi
serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan
akhirat.
B. Penciptaan
Manusia dalam
Agama Islam
Sebagaimana yang telah Allah firmankan:
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At Tin :
5)
Terdapat dua ayat Al Qur’an yang setidaknya dapat
mewakili untuk menunjukkan kepada kita bahwa asal kejadian manusia itu dari
tanah. Ayat itu adalah dari surat Shad ayat 71 yang artinya “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari
tanah.” dan surat Ash Shaffat ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari
tanah liat.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan
tahapan-tahapan penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al
Mukminun : 12-14)
“Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi ” (Al Hajj : 5)
Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan
manusia dari suatu keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan
kesempurnaan kekuasaan-Nya. Begitu pula penggambaran penciptaan nabi Adam yang
Allah ciptakan dari suatu saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang
berbau busuk dan diberi bentuk, yang tertera dalam surat
Al Hijr ayat 26, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam)
dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Setelah Allah SWT menciptakan nabi Adam dari tanah.
Allah ciptakan pula Hawa dari Adam, sebagaimana firman-Nya :
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian
Dia jadikan daripadanya istrinya … .” (Az Zumar : 6)
“Dialah
yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan
istrinya, agar dia merasa senang kepadanya … .” (Al A’raf : 189)
Dari Adam dan Hawa ‘Alaihimas Salam inilah terlahir
anak-anak manusia di muka bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457)
Allah SWT menempatkan
nuthfah (yakni air mani yang terpancar dari laki-laki dan perempuan dan bertemu
ketika terjadi jima’) dalam rahim seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia Yang
Maha Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk
menyimpan calon manusia. Dia nyatakan dalam firman-Nya :
“Bukankah Kami menciptakan kalian dari air yang
hina? Kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim) sampai waktu
yang ditentukan.” (Al Mursalat : 20-22)
Dari nuthfah, Allah jadikan ‘alaqah yakni segumpal
darah beku yang bergantung di dinding rahim. Dari ‘alaqah menjadi mudhghah
yakni sepotong daging kecil yang belum memiliki bentuk. Setelah itu dari
sepotong daging bakal anak manusia tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian
membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang-tulang dan
urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk menyelubungi tulang-tulang
tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah ruh, lalu bergeraklah
makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat, mendengar, dan
meraba. (dapat dilihat keterangan
tentang hal ini dalam kitab-kitab tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari,
Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-lain)
Dari pembahasan
diatas, terdasarlah kita bahwa kita tak patut untuk menyombongkan diri karena
kita ini adalah ciptaan yang Maha Kuasa. Ciptaan yang diciptakan dengan sebaik-baiknya. Patutlah
kita mensyukurinya dan beribadah kepada-Nya.
C. Hakikat
Manusia
Manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua
unsur, yakni jasmani dan rohani. Jasmani manusia bersifat materi yang berasal
dari unsur unsur saripati tanah. Sedangkan roh manusia merupakan substansi
immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri itu ada dua daya, yaitu daya
pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya rasa (kalbu). Keduanya merupakan
substansi dari roh manusia.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang selalu
berkembang dengan pengaruh lingkungan
sekitarnya karena makhluk utuh ini memiliki potensi pokok yang terdiri atas
jasmani, akal, dan rohani. Hal
lain yang menjadi hakikat manusia adalah mereka berkecenderungan beragam.
Sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi pokok paling banyak,
manusia menjadi menarik untuk diteliti. Manusia yang sebagai subjek kajian mengkaji manusia sebagai objek
kajiannya dalam hal karya, dampak karya terhadap dirinya sendiri, masyarakat
dan lingkungan hidupnya. Namun, sampai sekarang manusia terutama ilmuwan belum
mencapai kata sepakat tentang manusia.
Dalam bukunya Man the Unknown, Dr.
A. Carrel menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat
manusia. Beliau menulis :
Sebenarnya
manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk
mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki pembendaharaan yang cukup banyak
dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof, sastrawan, dan para ahli di bidang keruhanian
sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya mampu mengetahui dari segi
tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang kita
ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian bagian tertentu, dan ini pun
pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya,
kebanyakan pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari
manusia kepada diri mereka hingga kini masih tetap tanpa jawaban.
Manusia diberi Allah potensi yang sangat tinggi nilainya seperti
pemikiran, nafsu, kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun potensi dasar yang
membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya terutama hewan adalah
nafsu dan akal/pemikiran. Manusia memiliki nafsu dan akal, sedangkan binatang
hanya memiliki nafsu. Manusia yang cenderung menggunakan nafsu saja atau tidak
mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Allah lainnya secara baik dan
benar, maka manusia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi binatang,
walaupun Al-Quran tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang
seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran (Q.S. Al A’raf : 179) :
Mereka
(jin dan manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat
ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda tanda
keksuasaan Allah), punya telinga tetap tidak mendengar (ayat ayat Allah). Mereka
(manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan, bahkan lebih rendah
(lagi) dari binatang.
D. Kelebihan
Manusia dari Makhluk Lain
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia)
dan Kami angkut mereka di darat
dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk
yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Pada prinsipnya, malaikat adalah makhluk yang mulia.
Namun jika manusia beriman dan taat kepada Allah SWT ia bisa melebihi kemuliaan
para malaikat. Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tsb.
Pertama, Allah SWT memerintahkan kepada malaikat untuk
bersyujud (hormat) kepada Adam as. Allah berfirman saat awal penciptaan
manusia ;
“Dan ingatlah ketika
Kami berfirman kepada Malaikat, sujudlah kamu kepada adam, maka sujudlah mereka
kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan
kafir. (QS. Al Baqarah 34).
Kedua, malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah
tentang al asma (nama-nama ilmu pengetahuan) sedangkan Adam mampu karena memang
diberi ilmu oleh Allah SWT.
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu memang golongan yang benar. Mereka menjawab,
Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami katahui selain apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. Allah berfirman, Hai
Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini. Maka setelah
diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah berfirman, Bukankah sudah Ku
katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” (Q S.
Al Baqarah 33)
Ketiga, kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya,
sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu sedangkan kepatuhan manusia pada Allah
SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan syetan.
Keempat, manusia diberi tugas
oleh Allah menjadi khalifah dimuka bumi, “Ingatlah ketika Tuhan
mu berfirman kepada para malaikat, : Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah dimuka bumi…”(QS.Al Baqarah 30)
Melihat pembahasan
di atas, terlihat bahwa manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain. Karena sebagai mana kita ketahui, Allah telah
menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia. Atas dasar fakta-fakta di atas,
sudah sewajarnyalah, kita sebagai manusia (makhluk ciptaan Allah) senantiasa
bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya. Salah satu kunci kesuksesan adalah
bersyukur.
E.
Fungsi, Peran dan Tanggung Jawab
Manusia Menurut Islam
Manusia
sebagai salah satu makhluk hidup di Bumi ini mempunyai berbagai fungsi, peran
dan tanggung jawab, dan Islam sebagai agama dengan jumlah pemeluknya terbesar
dibanding agama-agama yang lain, sudah tentu mempunyai pandangan tersendiri
akan fungsi, peran dan tanggung jawab manusia di Bumi.
1.
Peran Manusia Menurut Islam
Berpedoman
kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai pelaku
ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk
menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah,
seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran
yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan
Allah, diantaranya adalah :
a. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al
Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada ayat pertama surat al Alaq adalah
mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
b. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39)
c. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ;
Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk disampaikan kepada orang lain
melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu agar membudaya. Seperti apa
yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
2.
Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia
diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka
bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka
bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah
berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat
kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka
bumi untuk kepentingan hidupnya.
Sebagai
khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan,
sehingga kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia
sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga kebebasan yang
dimiliki tidak menjadikan
manusia bertindak sewenang-wenang.
Kekuasaan
manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan
yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang
tertulis dalam kitab suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan
alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang
diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati
kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban
terhadap penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya, sebagaimana
firman Allah dalam QS 35 (Faathir : 39) yang artinya adalah :
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka bumi. Barang
siapa yang kafir, maka (akibat) kekafiran orang-orang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang
yang kafir itu tidak lainhanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
Kedudukan
manusia di muka bumi sebagai khalifah dan juga sebagai hamba Allah, bukanlah
dua hal yang bertentangan, melainkan suatu kesatuan yang padu dan tak
terpisahkan. Kekhalifan adalah realisasi dari pengabdian kepada Allah yang
menciptakannya.
Dua sisi
tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa.
Apabila terjadi ketidakseimbangan maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang
menyebabkan derajat
manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah, seperti fiman-Nya dalam QS
(at-tiin: 4) yang artinya “sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”.
Di dalam Al Quran sudah begitu lengkap semua hal mengenai fungsi, peran dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai manusia sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.
Di dalam Al Quran sudah begitu lengkap semua hal mengenai fungsi, peran dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai manusia sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.