Pengertian Semantik Dalam Bahasa Indonesia (BAB II)
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Semantik bahasa indonesia berasal dari bahasa inggris yaitu
"Semantics",sedangkan dari bahasa Yunani sema (nomina: tanda); atau dari
verba samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa
(linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistic) yang mempelajari
makna. Semantik
merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa
(moerfologi sintaksis) dan semantik. Istilah semantik baru muncul pada
tahun 1984 yang dikenal di America. Istilah semantik sudah ada sejak abad
ke-17, bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. Breal melalui
artikenya yang berjudul " An Account
Of The Word Semantics”, mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalam
keilmuan.
Reisig (1825) mengungkapkan konsep baru tentang grammar
(tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama yaitu etimologi, asala usul kata
dengan perubahan bentuk maupun makna, sintaksi, tata kalimat dalam semasiologi,
dan ilmu makna. istilah semantik bermacam-macam antara lain: signifik,
semisiologi, semologi, semiotik, sememmik, dan semik. Lehrer (1974)
mengemukakan semantik merupakan bidang yang sangat luas karena didalamnya
melibatkan unsur-unsur struktur dan fungsi-fungsi bahasa yang berkaitan dengan
psikologi, filsafat, antropologi, dan sosiologi. Antropologi berkaitan erat dengan semantic, antara lain karena analisis
makna di dalam linguistic (bahasa) dapat menyajikan klasifikasi budaya pemakai
bahasa (sosiolinguistik) secara praktis. Filsafat berhubungan erat denagan
semantic, karena masalah makna tertentu dapat dijelaskan secara filosofis (misalnya makna ungkapan dan peribahasa). Psikologi
berhubungan erat dengan semantic, karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan
yang ditampilan manusia secar verbal atau non verbal. Sosiologi mempunyai
kepentingan dengan semantic, karena ungkapan atau ekspresi tertentu dapat menandai
kelompok sosial atau identitas sosial tertentu.
Secara singkat, semantik
ini mengkaji tata makna secara formal (bentuk) yang tidak dikaitkan dengan
konteks. Akan tetapi, ternyata ilmu yang mempelajari atau mengkaji makna
ini tidak hanya semantik, ada juga pragmatik. Untuk membedakannya, berikut ini
ada beberapa poin yang mudah untuk diingat dan dapat dengan jelas membedakan
semantik dengan pragmatik.
Perbedaan kajian makna dalam semantik dengan pragmatik: Pragmatik mengkaji makna di luar
jangkauan semantik. Contoh: Di sebuah ruang kelas, Dewi duduk di
deretan kursi belakang. Lalu, ia berkata kepada gurunya, “Pak, maaf saya mau ke
belakang.”
Kata yang dicetak miring itu ‘belakang’ secara semantik berarti
lawan dari depan, berarti kalau dikaji secara semantik, Dewi
hendak ke belakang. Akan tetapi, kalau kita lihat konteksnya, Dewi sudah duduk
di deretan paling belakang. Tentu saja tidak mungkin makna ‘belakang’ yang
diartikan secara semantik yang dimaksud Dewi. Nah, sekarang kita kaji dengan menggunakan
pragmatik, di mana dalam pragmatik ini dilibatkan yang namanya “konteks”.
Konteksnya apa? Konteksnya yaitu keadaan Dewi yang sudah duduk di belakang,
sehingga tidak mungkin ia minta izin untuk ke belakang lagi (kita gunakan
logika). Biasanya, orang minta izin ke belakang untuk keperluan sesuatu,
seperti pergi ke toilet atau tempat lainnya. Nah, kalau yang ini masuk akal
kan?
Jadi, makna kata ‘belakang’ dalam kalimat di atas tidak
dapat dijelaskan secara semantik, hanya bisa dijelaskan secara pragmatik. Maka
dari itulah dinyatakan bahwa kajian makna pragmatik berada di luar jangkauan
semantik. Sifat-sifat Semantik :
1. Semantik bersifat konvensional, sedangkan pragmatik bersifat
non-konvensional. Dikatakan konvensional karena diatur oleh tatabahasa atau
menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan.
2. Semantik bersifat formal (dengan memfokuskan bentuk: fonem,
morfem, kata, klausa, kalimat), sedangkan pragmatik bersifat fungsional.
3. Semantik bersifat ideasional, maksudnya yaitu makna yang
ditangkap masih bersifat individu dan masih berupa ide, karena belum
dipergunakan dalam berkomunikasi. Sedangkan pragmatik bersifat interpersonal,
maksudnya yaitu makna yang dikaji dapat dipahami/ditafsirkan oleh orang banyak,
tidak lagi bersifat individu, karena sudah menggunakan konteks.
RUANG LINGKUP
Semantic
mencakup bidang yang sangat luas, baik dari segi struktur dan fungssi bahasa maupun dari segi
interdisiplin bidang ilmu. Tetapi, dalam hal ini ruang lingkup semantic
terbatas pada hubungan ilmu makna itu
sendiri di bidang linguistik. Faktor non linguistic ikut memengaruhi semantic
sebagai fungsi bahasa nonsimbolik (misalnya makna emotif dan afektif). Semantik
adalah studi suatu pembeda bahasa dengan hubungan proses mental atau simbolisme
dalam aktivitas bicara.
Pendapat
yang menyatakan semantic tanpa menyinggung proses mental dijumpai pada aliran behaviorisme yang
dipelopori oleh Skinner, bahwa bahasa merupakan hal yang prinsip dalam kehidupan
manusia. Bahasa adalah sutu system yang harus dipelajarai seseorang dari oang lain
sebagai angota masyarakat penutur suatu bahasa tersebut. Objek semantic adalah
makna. Makna dapat di anlisis melalui struktur, dengan pemahaman tataran bahasa
(Fonologi, morfologi, sintaksis, dan atau leksikon). Tataran fonologi (yang
mempelajari fonem, antara lain dikemukakan bahwa fonem “membedakan makna “
minimal pair (pasangan minimal).
Verhar
(1981) menyatakan bahwa tataran fonologi kosong dar makna tau tidak meiliki
makna, tetapi Ullmann (1972) menyatakana bahwa ada yang disebut phonestem (Fonestem
: fonem memiliki makna, tetapi tidak melebihi morfem). Misalnya, fonem /u/
menyatakan “BESAR” seperti di dalam bahasa Indonesia kata gulung (hasilnya
besra, dibandingkan dengan fonem /i/ menyatakan “KECIL” ,seperti pada kata
giling (hasilnya kecil/halus).
Bnadingkan pula barang yang menggelundung dengan barang yang menggelinding.
Makna
dapat pula di teliti melalui fungsi, dalam pemahaman “ fungsi hubungan antar
unsure secara fungsional “ (strukturalisme saussurian, 1916).Dengan demikian,
ada makna leksikal (makna leksem itu sendiri), makna gramatikal (hubungan antar
unsure secara fungsional). Demikian pula, dari segi unsure gramatikal (afik
sebagai pembentuk verba baik infeksional maupun derifasional di dalam bahasa
Indonesia). Makna leksikal (morfem bebas yang sama dengan kta tunggal) dan
makna ketegorial (antara lain prefix men- makna kategorial aktif ; prefix di-
makna kategorial pasif ; ter- makna kategorial pasif tidak di sengaja ; ke-
dengan atau tanpa –an makna kategorial tanaktif). Makna berdasarkan hal tersebut
menjadi : makna leksikal-kategorial ; makna kognitif/denotative dan makna
emotif/ konotatif, dan dari segi tataran ada makna kata (silabe /akar kata
secara generic), frase,klausa,dan kalimat, serta wacana secara keseluruhan (menjangkau semua tataran bahasa)
yang termasuk ruang lingkup semantic. Dari segi hasil proses morfemis didapatkan
makna infleksional (tidak mengubah kategori dan atau makna) makna derivasional( mengubah kategori kelas
atau makna).
JENIS SEMANTIK
Penjelasan gambar di atas:
1. Kalau objek kajian semantiknya adalah makna-makna
gramatikal, maka jenis semantik ini disebut Semantik Gramatikal. Jenis semantik ini mengkaji
satuan-satuan gramatikal yang terdiri atas sintaksis dan morfologi.
a. Konteks morfologi: Kata ‘sepatu’ akan memiliki makna yang berbeda setelah mengalami proses morfologis, misalnya dengan afiksasi menjadi ‘bersepatu’.
b. Konteks sintaksis:
Di kebun binatang ada enam ekor beruang.
Hanya orang yang beruang yang dapat membeli rumah itu.
Perbedaan makna ‘beruang’ pada kalimat pertama dan kedua itu terjadi karena adanya perbedaan konteks kalimat yang dimasuki kata-kata tersebut.
a. Konteks morfologi: Kata ‘sepatu’ akan memiliki makna yang berbeda setelah mengalami proses morfologis, misalnya dengan afiksasi menjadi ‘bersepatu’.
b. Konteks sintaksis:
Di kebun binatang ada enam ekor beruang.
Hanya orang yang beruang yang dapat membeli rumah itu.
Perbedaan makna ‘beruang’ pada kalimat pertama dan kedua itu terjadi karena adanya perbedaan konteks kalimat yang dimasuki kata-kata tersebut.
2. Pada fonologi tidak ada semantiknya, atau dengan kata lain
fonologi tidak termasuk dalam jenis-jenis semantik karena fonologi hanya mampu
membedakan makna kata dengan perbedaan bunyi.
3. Kalau objek kajian semantiknya leksikon (kosa kata) dari
suatu bahasa, maka jenis semantiknya dinamakan Semantik Leksikal. Kajian semantik leksikal ini
adalah makna utuh yang terdapat pada masing-masing leksikon tanpa terpengaruh
proses apapun (proses morfologi maupun sintaksis).
4. Dikatakan Semantik Wacana, kalau objek kajiannya adalah wacana. Tugas jenis semantik
ini adalah mengkaji makna wacana. Pemaknaan suatu wacana tidak terlepas dari
pola berpikir yang runtut dan logis.
JENIS MAKNA
1. Makna leksikal adalah makna yang terdapat pada kata tersebut secara utuh,
sesuai dengan bawaannya atau makna yang dimiliki
atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya, leksem kuda memiliki
makna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, pinsil
berkana leksikal sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang dan air bermakna
leksikal sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Dengan contoh itu dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang
sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita atau makna apa
adanya. Oleh karena itulah arangkali, banyak orang yang mengatakan bahwa makna
leksikal adalah makna yang ada dalam kamus.
Contoh yang lain seperti “Tikus itu mati diterkam kucing”, makna kata
‘tikus’ pada kalimat tersebut adalah ‘binatang tikus’, bukan yang lainnya.
2.
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan
konsepnya, makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apa pun.
3. Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup
beberapa makna konseptual yang khusus maupun umum. Contoh kata ‘sekolah’ dalam
kalimat “Sekolah kami menang”, bukan hanya gedung sekolahnya saja yang menang,
tetapi juga mencakup guru-gurunya, muridnya, dan warga sekolah lainnya. Bila
kita berkata, “Ani sekolah di Lampung”, hal ini sudah tidak dapat dikaitkan
dengan makna konseptual sekolah, tetapi sudah lebih luas yaitu Ani belajar di
gedung yang namanya sekolah dan sekolah tersebut berada di Lampung.
4. Makna spesifik adalah makna konseptual yang khusus, khas, dan sempit.
Contoh pada kalimat “Pertandingan sepak bola itu berakhir dengan kemenangan
Bandung”, yang dimaksud hanya beberapa orang yang bertanding saja, bukan
seluruh penduduk Bandung.
5. Makna asosiatif disebut juga makna kiasan. Makna asosiatif adalah makna
yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata dengan keadaan
di luar bahasa. Contoh kata ‘bunglon’ berasosiasi dengan makna ‘orang yang
tidak berpendirian’, kata ‘lintah darat’ berasosiasi dengan makna ‘orang yang
suka memeras (pemeras) atau pemakan riba’.
6. Makna konotatif adalah makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna
lain yang terdapat di luar leksikalnya.
7. Makna afektif adalah makna yang muncul akibat reaksi pendengar atua
pembaca terhadap penggunaan bahasa. Contoh “datanglah ke pondok buruk kami”,
gadungan ‘pondok baru kami’ mengandung makna afektif ‘merendahkan diri’.
8. Makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa. Makna
stilistika berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama
kepada pembaca. Makna stilistika lebih dirasakan di dalam karya sastra.
9. Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa
kata di dalam lingkungan yang sama. Contoh kata-kata ikan, gurame, sayur,
tomat, minyak, bawang, telur, garam, dan cabai tentunya akan muncul di
lingkungan dapur. Contoh lain yaitu bantal, kasur, bantal guling, seprei,
boneka, selimut, dan lemari pakaian tentu akan muncul di lingkungan kamar
tidur.
10. Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang
dari makna konseptual dan gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Dalam Bahasa
Indonesia ada dua macam idiom yaitu Idiom Penuh dan Idiom Sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang
unsur-unsurnya secara keseluruhan merupakan satu-kesatuan dengan satu makna.
Contoh “Orang tua itu membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan anaknya”,
ungkapan ‘membanting tulang’ dalam kalimat tersebut tentu memiliki satu
kesatuan makna yaitu ‘kerja keras’. Idiom sebagian adalah idiom yang di dalam
unsur-unsurnya masih terdapat unsur yang memilikii makna leksikal. Contoh
‘daftar hitam’ yang berarti ‘daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai
atau dianggap bersalah’.
11. Makna kontekstual muncul sebagai akibat adanya hubungan antara ujaran dengan
situasi. Contoh “Saya lapar, Bu, minta nasi!” yang berarti orang tersebut
berada dalam situasi yang benar-benar lapar dan ia meminta nasi.
12. Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsiinya
sebuah kata dalam suatu kalimat. Contoh kata ‘mata’, secara leksikal bermakna
alat/indera yang berfungsi untuk melihat, tetapi setelah digabung dengan
kata-kata lain menjadi ‘mata pisau’, ‘mata keranjang’, ‘mata air’, ‘air mata’,
dan ‘mata duitan’ maka maknanya akan berubah menjadi makna gramatikal.
13. Makna tematikal adalah makna yang dikomunikasikan oleh pembicara/penulis
melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.
Contoh “Aminah anak Bapak Roni meninggal dunia kemarin”, makna dari kalimat
tersebut bisa ada tiga yaitu:
Aminah/anak Bapak Roni/meninggal
kemarin
Aminah!/anak Bapak Roni meninggal
kemarin.
Aminah/anak/Bapak/Roni/meninggal
kemarin.
Makna kalimat (1) adalah anak Bapak
Roni yang bernama Aminah telah meninggal kemarin, kalimat (2) berarti sebuah
informasi memberi tahu Aminah bahwa anak Bapak Roni yang entah siapa namanya
telah meninggal kemarin, dan kalimat (3) berarti ada emmpat orang yang meinggal
kemarin yaitu Aminah, anak, Bapak, dan Roni.
RELASI
MAKNA
Adalah hubungan
semantik yang terdapat antara satuan
bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnuya.
Satuan bahsa ini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat; dan relasi semantik
itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna,
kegandaan makna, dan juga kelebihan makna.
1. Sinonim
Adalah hubunagn
semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan
satuan ujaran lainnya. Contoh sinonim :
Pintar, pandai, cerdik, cerdas, cakap
Cantik, molek, bagus, indah, permai
Bunga, kembang, puspa
Aku, saya, beta, hamba
2. Antonim
Adalah hubungan semantik
antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan,
atau kontraas antara satu dengan yang lain. Contoh antonimi:
Kuat > < dingin
Kuat > < dingin
3. Polisemi
Yaitu kata yang
mempunyai makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala yang setidaknya
mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia, (2) ketua atau pemimpin, (3) sesuatu
yang berada di sebelah atas, (4) sesuatu yang berbentuk bulat, (5) sesuatu atau
bagian yang sangat penting.
Dalam
kasus polisemi ini, biasanya makna pertama adalah makna sebenarnya, makna
leksikalnya, makna denotatifnya, atau makna konseptualnya. Yang lain adalah
makna-makna yang dikembangkan
berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran
itu. Oleh karena itu, makna-makna
pada sebuah kata atau satuan ujaram yang polisemi ini massih berkaitan satu
dengan yang lain. Contoh polisemi:
kepala (karena selalu terletak di bagian atas/tertinggi
posisinya, contoh kepala suku, kepala surat, kepala sekolah)
mulut (sebagai jalan masuk dan letaknya selalu di depan,
contoh mulut gua, mulut harimau, mulut gang, mulut botol)
bibir (terletak di tepian, contoh bibir sungai)
4. Hominimi
Adalah dua buah kata
atau satuan ujaran yang bentuknya “ kebetulan” sama ; maknanya tentusaja
berbeda karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang
berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘ inai’ dan kata pacar
yang bermakna ‘kekasih’.
Pada
kasus homonimi ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofoni dan
homografi.
a. Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikann ejaannya, apakah ejaannya sama ataukah berbeda. Oleh karena itu, bila dilihat dari bunyinya atau lafalnya, makabentuk bentuk pacar 1 dan pacar 2 yang dibicarakan di atas adalah juga dua buah bentuk yang homonim. Contoh lain seperti :
bang = bentuk singkat dari ‘abang’ yang berarti kakak laki-laki
bank = lembaga yang mengurus lalu lintas uang
sangsi = ragu-ragu, bimbang
sanksi = hukuman, konsekuensi, akibat
sah = dilakukan menurut hukum
syah = raja
syarat = ketentuan
sarat = penuh
b. Homografi adalah bentuk ujaran yang saama ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidaksama. Dalam bahsa indonessia bentuk – bentuk homografi hanya terjadi karena ortografi untuk fonem /e/ dan fonem / / sama lambangnya yaitu huruf <e>. Contoh Homograf :
teras = pegawai utama
teras [tѐras] = halaman depan rumah, lantai rumah tempat bersantai
apel = nama buah
apel [apѐl] = upacara resmi
tahu [tau] = mengerti, paham
tahu = nama makanan yang terbuat dari kedelai yang digiling halus
Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercangkup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Upamanya antara kata merpati dan kata burung. Kita dapat mengatakan merpati adalah burung; tetapi burung bukan hanya merpati, bisa juga tekukur, perkutut, balam, kepodan, dan cendrawasih.
a. Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikann ejaannya, apakah ejaannya sama ataukah berbeda. Oleh karena itu, bila dilihat dari bunyinya atau lafalnya, makabentuk bentuk pacar 1 dan pacar 2 yang dibicarakan di atas adalah juga dua buah bentuk yang homonim. Contoh lain seperti :
bang = bentuk singkat dari ‘abang’ yang berarti kakak laki-laki
bank = lembaga yang mengurus lalu lintas uang
sangsi = ragu-ragu, bimbang
sanksi = hukuman, konsekuensi, akibat
sah = dilakukan menurut hukum
syah = raja
syarat = ketentuan
sarat = penuh
b. Homografi adalah bentuk ujaran yang saama ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidaksama. Dalam bahsa indonessia bentuk – bentuk homografi hanya terjadi karena ortografi untuk fonem /e/ dan fonem / / sama lambangnya yaitu huruf <e>. Contoh Homograf :
teras = pegawai utama
teras [tѐras] = halaman depan rumah, lantai rumah tempat bersantai
apel = nama buah
apel [apѐl] = upacara resmi
tahu [tau] = mengerti, paham
tahu = nama makanan yang terbuat dari kedelai yang digiling halus
Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercangkup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Upamanya antara kata merpati dan kata burung. Kita dapat mengatakan merpati adalah burung; tetapi burung bukan hanya merpati, bisa juga tekukur, perkutut, balam, kepodan, dan cendrawasih.