Semantik Dan Sintaksis Dalam Bahasa Indonesia (BAB II)
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Sintaksis
Istilah sintaksis
bersal dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris
digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase
(Ramlan, 2001). Tidak berbeda dengan pendapat tersebut, Tarigan (1984)
mengemukakan bahwa sintaksis adalah salah satu cabang dari tatabahasa yang
membicarakan struktur kalimat, klausa, dan frase.
Frase Bahasa
Indonesia
1.
Pengertian Frase
Frase menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat
nonpredikatif. Frase adalah satuan konstruksi yang terdiri atas dua kata atau
lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138).
Frase juga didefinisikan
sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif,
atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis
di dalam kalimat (Chaer, 1991:222).
Menurut Prof. M. Ramlan,
frase adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak
melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun
kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek,
pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa frase adalah kelompok kata yang mendukung suatu fungsi
(subjek, predikat, pelengkap, objek dan keterangan) dan kesatuan makna dalam
kalimat.
2.
Jenis-jenis Frase
Ramlan
(1981) Membagi frase berdasarkan kesetaran distribusi unsur-unsurnya atas dua
jenis, yakini frase endosentrik dan frase eksosentrik.
a.
Frase endosentrik
Frase endosentrik yang distribusi unsur-unsurnya setara dalam
kalimat. Frase endosentrik terbagi atas tiga jenis:
1) Frase endosentrik koordinatif yakni frase yang
unsur-unsurnya setara, dapat dihubungkan dengan kata dan, atau. Misalnya : rumah pekarangan, kakek nenek, suami istri
2) Frase endosentrik
atributif, yakni frase yang unsur-unsurnya tidak setara sehingga tidak
dapat disisipkan dengan kata penghubung dan,
atau. Misalnya: buku baru, sedang belajar, belum mengajar
3) Frase endosentrik apositif, yakni frase yang unsurnya
bisa saling menggantikan dalam kalimat tapi tak dapat dihubungan dengan kata dan dan atau. Misalnya: Almin,
anak Pak Darto sedang membaca, Anak Pak Darto sedang belajar, Ahmad sedang
belajar
b.
Frase eksosentrik adalah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya, misalnya: Di pasar, Ke sekolah, Dari kampung
Frase ditinjau dari segi
persamaan distribusi dengan golongan atau
kategori kata, frase terdiri atas: frase nominal, frase verbal, frase
ajektival, frase, pronomina,
frase numeralia. (Depdikbud, 1988).
a.
Frase verbal adalah satuan bahasa yang
terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya dan tidak
merupakan klausa. Misalnya: Kapal
lauat itu sudah belabuh, Bapak
saya belum pergi, Ibu saya sedang mencuci.
b.
Frase nominal adalah dua buah kata atau
lebih yang intinya dari dari nominal atau benda dan satuan itu tidak membentuk
klausa. Misalnya: Kakek membeli tiga buah layang-layang, Amiruddin makan
beberapa butir telur itik, Syarifuddin menjual tigapuluh kodi kayu
besi
c.
Frase ajektival adalah satuan gramatik yang
terdiri atas dua kata atau lebih sedang intinya adalah ajektival (sifat) dan
satuan itu tidak membentuk klausa. Misalnya: Ibu bapakku sangat gembira, Baju
itu sangat indah, Mobil ferozamu baru sekali
d.
Frase pronomina adalah dua kata atau lebih
yang intinya pronomina dan hanya menduduki satu fungsi dalam kalimat. Misalnya
: Saya sendiri akan pergi ke pasar, Kami sekalian akan bekunjung
ke Tator, Kamu semua akan pergi studi wisata di Tator
e.
Frase numeralia adalah dua kata atau lebih
yang hanya menduduki satu fungsi dalam kalimat namun satuan gramatik itu
intinya pada numeralia. Misalnya: Tiga buah rumah sedang terbakar, Lima
ekor ayam sedang terbang, Sepuluh bungkus kue akan dibeli
Klausa Bahasa Indonesia
1.
Pengertian Klausa
Kridalaksana (1982:85) mengemukakan
bahwa “klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya tediri dari subjek dan
predikat dan mempunyai potensi untuk
menjadi kalimat.”
Pengertian yang sama dikemukakan oleh Ramlan (1981:62)
sebagai berikut “Klausa dijelaskan
sebagai satuan gramatik yang terdiri atas dari P, baik disertai S, O, PEL, dan KET atau tidak. Dengan ringkas klausa ialah (S) P (O), (PEL) (KET). Tanda
kurung menandakan bahwa apa yang
terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.”
Berdasarkan pengertian di
atas, klausa adalah satuan gramatik yang
unsur-usurnya minimal terdiri atas Subjek-Predikat dan maksimal unsurnya terdiri atas
Subjek-Predikat-Objek-Pelengkap-Keterangan.
Misalnya: Saya makan, Saya sedang makan nasi, Saya
sedang makan nasi kemarin, Saya sedang memasakkan nasi kakakku.
2. Jenis-jenis
Klausa
Klausa dilihat dari segi
kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi Predikat terdiri atas klausa: nominal, klausa verbal, klausa
bilangan, dan klausa depan. (Ramlan,1981).
a.
Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya
terdiri dari kata atau frase golongan nomina. Misalnya : Ia guru IPA, Yang
dibeli pedagang itu kayu.
b.
Klausa verbal adalah klausa yang
predikatnya terdiri dari kata atau frasa kategori verbal, dan klausa vebal
terbagi atas empat jenis, yakni:
1) Klausa
verbal yang ajektif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal yang termasuk
kategori sifat sebagai pusatnya. Misalnya: Rumahnya sangat luas, Motornya
sangat mahal, Rumahnya indah sekali
2) Klausa
verbal intransitif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan kata kerja intransitif
sebagai unsur intinya. Misalnya : Burung merpati sedang terbang di
angkasa, Adikku sedang bermain-main di lapangan, Pesawat Lion Air belum
mendarat di Lanud Hasanuddin
3) Klausa
verbal yang aktif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal yang transitif
sebagai unsur intinya. Misalnya : Ibuku sedang mencuci piring, Pamanku sedang
mengajarkan IPS, Guru-guruku sedang mengikuti pelatihan PIPS
4) Klausa
verbal yang reflektif adalah klausa yang predikatnya dari kata verbal yang tergolong kata kerja
reflektif. Misalnya : Mereka sedang mendinginkan diri. Anak-anak itu sedang
menyelamatkan diri, Kakek Adi telah mengobati peenyakitnya.
5) Klausa
verbal yang resiprok adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal yang termasuk
kata keja resiprok. Misalnya : Mereka saling melempar batu karang, Mereka
tolong menolong di sungai, Anak-anak itu ejek-mengejek di sekolah
c.
Klausa bilangan adalah klausa yang predikatnya
dari kata atau frase golongan bilangan. Misalnya : Kaki meja itu empat buah,
Mobil itu delapan rodanya, Rumah panggung itu duapuluh tiangnya.
d.
Klausa depan adalah klausa yang
predikatnya dari kata atau frasa depan yang diawali kata depan sebagai penanda.
Misalnya : Baju dinas itu untuk pegawai pemda, Mobil itu dari Amerika,
Makanan lezat itu buat adik-adikmu.
Kalimat
1.
Pengertian Kalimat
Keraf (1984:156) mendefinisikan kalimat sebagai satu
bagian dari ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedang intonasinya
menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap. Pengertian tersebut sejalan dengan
yang dikemukakan oleh Kridalaksana (1982:72) bahwa “kalimat adalah satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan
secara aktual dan potensial terdiri dari klausa.
Selain pendapat tersebut, dalam Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia (1988) dinyatakan bahwa kalimat adalah bagian terkecil ujaran
atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara kebahasaan.
Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda,
diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan
adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda
seru.
2.
Jenis-jenis Kalimat
Dari segi bentuk, kalimat dapat dikelompokkan atas dua
jenis: (a) kalimat tunggal dan (b) kalimat majemuk.
a.
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas
satu pola (SP, SPO, SPOK) atau kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa.
Contoh : Dia pergi, Dia melempar
mangga, Ahmad pergi ke pasar kemarin sore.
Jenis kalimat tunggal terdiri atas empat macam, yakni
kalimat nominal, kalimat verbal, kalimat ajektival dan kalimat preposisional
(Depdikbud, 1988). Kelima jenis kalimat tunggal tersebut adalah sebagai berikut
:
1) Kalimat nominal yakni kalimat tunggal yang predikatnya dari
kata benda. Misalnya: Ibuku petani
sawah, Ayahku pegawai kantor
pajak, Kakakku tukang kayu.
2) Kalimat verbal yakni kalimat tunggal yang predikatnya
dibentuk dari kata kerja/ verbal. Kalimat verbal terdiri atas lima macam yakni
kalimat verbal intransitif, ekatransitif, dwitransitif, semitransitif, dan
pasif
a) Kalimat intransitif adalah kalimat tunggal yang prediktnya
tidak memerlukan objek, misalya : Pak desa belum pergi ke kantor, Ibunya
sedang berenang di kolam, Adik-adikku telah belajat matematika.
b) Kalimat ekatransitif, yakni kalimat tunggal yag
predikatnya hanya memerlukan objek tanpa diikuti pelengkap. Misalnya : Saya makan
nasi goring, Ibu mencuci pakaian
c)
Kalimat dwitransitif adalah kalimat tunggal yang
predikatnya memerlukan objek dan pelengkap, misalnya : Ali membelikan
adiknya baju tadi malam, Nurhani memasakkan nasi suaminya kemarin, Suwarni
mendengakan neneknya bicara di kamar
d) Kalimat semitransitif adalah kalimat tunggal yang
predikatnya dari semitransitif, misalnya : Alimuddin kehilangan uang
milyaran kemarin, Rumah Pak Desa kemasukan pencuri, Ibu Aminah kedatangan
tamu dari Jakarta
e) Kalimat pasif adalah kalimat tunggal yang
predikatnya biasanya dari kata kerja berawalan di- , misalnya : Rumah itu dibeli
oleh Pak Alimin Syahid, Motor itu dijual oleh Toko Mandala,
Persoalan itu telah diselesaikan oleh Camat Makassar
3) Kalimat ajektival yakni kalimat tunggal yang
predikatnya dari kata sifat atau ajektival, misalnya: Buku bahasa Inggrisku sangat
tebal, Rumahku besar sekali, Keluarga
itu sangat sopan dan bijaksana
4) Kalimat preposisional yakni kalimat tunggal yang
predikatnya dari kata depan atau preposisi, misalnya: Tempat tinggalnya di
Makasar, Beras ciliwung itu dari Sidrap, Wesel pos ini untuk
Miranda
Di samping itu, Menurt (Keraf, 1982) kalimat tunggal
dilihat dari segi maknanya dapat dikelompokkan atas empat macam, yakni:
1) Kalimat berita
Kalimat berita
adalah kalimat yang digunakan bila kita ingin mengutarakan suatu peristiwa atau kejadian yang kita alami dan
atau yang dialami orang lain. Misalnya:
Ali pergi ke Jakarta kemarin, Jalan
itu sangat licin, Saya mau berangkat ke Jakarta besok pagi.
2) Kalimat tanya.
Kalimat tanya,
kalimat yang maksudnya atau berfungsi untuk menanyakan sesuatu, yang di dalamnya terdapat tiga kemungkinan cirri
: mengunakan intonasi tanya, dan atau, menggunakan kata tanya, dan atau, menggunakan
partikel –kah. Misalnya, seperti berikut : Ibu datang ?, Kapan Ibu datang?, Akankah ibu datang ?
Jenis kata tanya
yang biasa digunakan dalam kalimat tanya dapat dikelompokkan menurut sifatnya, sebagai berikut :
a) Untuk menanyakan benda/hal: apa, untuk apa, tentang apa. Misalnya
: Apa yang kamu cari di sini? Untuk
apa kamu bekerja siang dan malam? Tentang apa yang masih belum jelas bagimu?
b) Untuk menanyakan manusia: siapa, dengan siapa, untuk
siapa. Misalnya : Siapa yang
kaucari kemarin sore? Dengan siapa Anda pergi ke Jakarta? Untuk siapa Anda
bekerja keras selama ini?
c) Untuk menanyakan jumlah: berapa, berapa banyak. Misalnya
: Berapa buku yang Anda perlukan
bulandepan? Berapa banyak uang yang akan kaupinjam sekarang?
d)
Untuk menanyakan pilihan: mana, yang mana, Misalnya: Mana yang kausenangi, membeli baju atau
celana? Yang mana kau pilih , belajar di Unhas atau di UNM?
e) Untuk menanyakan tempat: di mana, ke mana, dari mana. Misalnya
: Di mana engkau akan tiggal bulan depan? Ke mana Dia akan pergi merantau? Dari
mana Amin pergi baru sekarang kelihatan?
f) Untuk menanyakan temporal: bila, kapan, bilamana, apabila.
Misalnya : Bila dia selesai
studinya di UGM? Kapan Kamarudin menjadi dosen IPS di UNJ? Bilamana Hamid
menyelesaikan pembangunan rumahnya?
g) Untuk menanyakan kausalitas: mengapa, apa sebab, akibat
apa. Misalnya: Mengapa Anda tidak
mau menjadi guru? Apa sebabanya Anda jarang pergi ke kampung halamannya? Akibat
apa yang ditimbulkan jika malas belajar di masa muda?
Kalimat tanya terdiri atas tiga macam :
a)
Kalimat tanya biasa: kalimat yang benar-benar menanyakan
sesuatu.
b) Kalimat tanya retoris: kalimat yang menanyakan menggunakan
ciri kalimat tanya tetapi tidak perlu dijawab. Kalimat ini biasa dipakai orang yang
berpidato sebagai cara untuk menarik perhatian pendengar.
c) kalimat yang senilai perintah: bentuknya bertanya tetapi
maksudnya menyuruh, misalnya “Apakah jendela itu bisa dibuka sekarang?”
3)
Kalimat Perintah
Kalimat perintah
adalah kalimat yang maksudnya menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Misalnya
: Buatlah satu kalimat yang berpola
SPOK!, Pergilah ke sekolah! Carilah pekerjaan apa saja, yang penting halal.
Kalimat perintah
mempunyai beberapa jenis:
a) Suruhan, Misalnya : Pergi
dari sini! Makan obat dahulubaru ke sekolah!
b) Permintaan, Misalnya : Tolong
bawa surat ini ke kantor pos! Bisakah Anda buatkan lukisan pemandangan! Mohon
buatkan meja kayu!
c) Memperkenankan, Misalnya : Masuklah ke dalam kalau Anda perlu! Silakan keluarlah jika ada yang mau
dibeli! Disilakan berangkat dahulu!
d) Ajakan, Misalnya: Marilah
kita istirahat sejenak! Mari kita bekerja sama-sama! Ayo kita makan sama-sama!
e) Larangan, Misalnya : Jangan
pergi hari ini! Tidak boleh pergi pada tengah malam! Jangan pergi ke pasar
f) Bujukan, Misalnya : Tidurlah
ibu menjagamu, sayang! Makan bersama neneklah, nanti saya yang jaga di luar!
g) Harapan, Misalnya: Mudah-mudahan
Anda selamat sampai di tujuan! Semoga Anda sehat wal’afiat! Semoga Anda sukses
selalu!
4) Kalimat seru
Kalimat seru
adalah kalimat yang mengungkapkan perasaan kagum. Karena rasa kagum berkaitan dengan sifat, maka kalimat seru
hanya dapat dibuat dari kalimat
berita yang predikatnya adjektiva (Depdikbud, 1988). Contoh : Alangkah bebasnya pergaulan mereka! Bukan
main bodohnya anak itu! Sungguh cerdas anak itu!
b. Kalimat
Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang di dalamnya
terdapat lebih dari satu pola
kalimat, misalnya: SP + SP, SPO + SPO; atau kalimat yang di dalamnya terdapat induk kalimat
(diterangkan) dan anak kalimat (menerangkan). Contoh: Saya minum teh dan bapak
minum kopi. (majemuk setara), Kami sedang makan ketika paman
datang kemarin. (majemuk bertingkat),
Pak Bupati telah menyelenggarakan sebuah malam kesenian, yang dimeriahkan oleh para artis nasional,
serta dihadiri para pejabat muspida. (majemuk campuran)
Kalimat majemuk menurut Keraf (1982) terdiri atas atas
tiga jenis yakni kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat
majemuk campuran.
1) Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk
setara terbagi atas empat jenis: yakni kalimat majemuk setara penambahan, kalimat majemuk setara pemilihan,
kalimat majemuk setara
perlawanan, dan kalimat majemuk setara sebab.
a) Kalimat majemuk setara penambahan ádalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata-kata penghubung: dan, lagi pula, serta. Misalnya
: Adi belajar IPS dan Erni belajar IPA, Tuti sangat pintar mejahit lagi pula
sangat baik budi, Muhaimin pergi ke pasar serta pergi ke kebun pada hari ini
b) Kalimat majemuk setara pemilihan adalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata-kata pengubung atau, baik... maupun.
Misalnya: Engkau mau pergi ke Jakarta atau mau pergi ke Semarang? Pemerintah
perlu meningkatkan mutu pendidikan, baik mutu pendidikan dasar-menengah maupun
mutu pendidikan tinggi.
c) Kalimat majemuk setara perlawanan adalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata penghubung: tetapi, namun, padahal. Misalnya:
Dia mau belajar tetapi diberi hadiah dulu, Meskipun sakit jantung, Ali tetap
bekerja di bengkel, Dia kelihatan sehat padahal memiliki penyakit kronis.
d) Kalimat majemuk setara sebab-akibat adalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata penghubung: sebab, karena, behubung, akibat. Misalnya:
Saya tidak pergi karena sakit, Kamaruddin tidak masuk bekerja sebab pergi ke
kampungnya, Hutan di hulu sungai Saddang sudah rusak total, akibatnya sering
banjir di hilir.
2) Kalimat majemuk bertingkat.
Kalimat yang
terdiri atas dua pola kalimat atau lebih, satu sebagai induk kalimat
(diterangkan) dan satu sebagai anak kalimat (menerangkan). Atau, kalimat
tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sehingga perluasan itu membentuk satu
atau beberapa pola kalimat baru, selain pola pola yang sudah ada. Misalnya: Rumah
kami kosong waktu pencuri masuk, Pak tani yang rajin itu memberantas hama padi.
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk
campuran merupakan kalimat yang terdiri atas sebuah pola atasan dan
sekurang-kurangnya dua pola bawahan, atau sekurangkurangnya dua pola atasan dan
satu atau lebih pola bawahan (Keraf, 1981). Misalnya: Universitas Negeri
makassar telah melaksanakan seminar nasional tentang peningkatan mutu
pendidikan, yang dihadiri Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Sulawesi
Selatan, pejabat tinggi lainnya, serta pencinta pendidikan di kota
Makassar dan sekitarnya.
Pengertian Semantik
Semantik sebagai istilah di dalam ilmu bahasa
mempunyai pengertian tertentu. Menurut Aminuddin (1998), Semantik yang semula
berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signift atau memaknai.
Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”.
Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan
bagian dari linguistik.
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya
adalah seamino yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud
tanda atau lambang di sini adalah tanda-tanda linguistik yang terdiri atas (1)
komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa dan (2) komponen yang
diartikan atau makna dari komopnen pertama. Kedua komponen ini adalah tanda
atau lambang, sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang
berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/acuan/hal yang
ditunjuk.
Mengenai semantik Verhaar (1999: 385) mengemukakan bahwa
semantik adalah cabang linguistik yang
meneliti arti atau makna yang terbagi lagi menjadi semantik gramatikal dan
semantik leksikal. Istilah semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Inggris semantics, yang asalnya dari bahasa Yunani, asal kata sema (nomina)
yang berarti ‘tanda’; atau samaino (verba) yang berarti ‘menandai’ atau
‘berarti’. Istilah semantik digunakan para ahli bahasa untuk menyebut salah
satu cabang ilmu bahasa yang bergerak pada tataran makna atau ilmu bahasa yang
mempelajari makna.
Kridalaksana (1993: 193-194) memberikan pengertian
semantik sebagai (1) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna
ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara; (2) sistem dan
penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Sementara itu, Keraf (1982) mengemukakan bahwa semantik adalah bagian dari
tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan
perkembangan dari arti suatu kata. Sedangkan Harimurti (1982) mengemukakan
bahwanya, semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang membahas makna suatu
ungkapan atau kata atau cabang ilmu bahasa yang mengkaji antara lambang dan
referennya, misalnya kata kata kursi bereferen dengan “sebuah benda yang
fungsinya dipakai duduk dengan kaki terdiri atas empat”.
Berdasarkan pengertian di atas, semantik pada dasarnya
merupakan salah satu cabang lingustik yang mengkaji terjadinya berbagai
kemungkinan makna suatu kata dan pengembangannya seiring dengan terjadinya
perubahan dalam masyarakat bahasa.
Pengertian Diksi
Diksi ialah pilihan kata
yang tepat untuk mengungkapakan gagasan sehingga
memperoleh efek tertentu. (KBBI,1997:233.). Diksi menyangkut kecermatan dan ketelitian memilih
sejumlah kata yang relatif sinonim dalam
konteks tertentu sehingga dapat memberikan kesan yang khusus, estetis, dan tepat.
Misalnya penggunaan kata mati, meninggal dunia, wafat, tewas, mangkat, pulang
ke rahmatullah, mampus, tutup usia, tutup mata.
Kaitannya dengan diksi atau
pilihan kata, perlu dipahami dengan baik tentang perbedaan antara :
1. Kata baku dan nonbaku
Kata baku ialah kata yang sesuai kaidah tatabahasa dan
nonbaku ialah kata yang tidak sejalan standar kaidah bahasa yang tepat,
misalnya
BAKU TIDAK
BAKU Rapi rapih
Imbau himbau
Andal handal
Teknik tehnik
2.
Kata abstrak dan konkret
Kata abstrak
adalah kata yang tidak mempunyai rujukan/objek yang jelas secara inderawi,
sedang kata konkret ialah kata yang rujukannya berupa objek yang dapat diserap
pancaindera, atau nyata, misalnya:
Abstrak : kesehatan,
keadilan, dan kecintaan, dan sebaganya.
Konkret: berdiskusi,
buku, pesawat terbang, dan sebagainya
3.
Sinonim, antonim, homonim,
homofon, homograf
Pengertian
kelima istilah yang ada di atas menurut Keraf (1980) dan Tarigan (1986) adalah
sebagai berikut:
a. Sinonim
terbagi atas sin ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasar arti harfiah
tersebut sinonim adalah kata yang tulisan dan lafalnya berbeda namun maknanya
relatif mirip atau sama. Misalnya: cerdas, pintar, cakap, pandai.
b. Antonim
terdiri atas anti ‘lawan’ dan onim ‘nama’ . Berdasar dari
arti harfiah antonim adalah kata yang tulisan dan ucapannya sama sedang maknanya
berlawanan. Misalnya: besar >< kecil, tinggi >< rendah,
c. Homograf
terdiri atas homo ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasar dari arti
harfiah tersebut, homograf ialah kata yang sama tulisan tetapi berbeda ucapan
dan maknanya. Misalnya: mental (terpelanting) dengan mental (jiwa),
dekan (ulat) dengan dekan (pimpinan fakultas), tabel (keranda
mayat) dengan tabel (kolom)
d. Homofon
terdiri atas homo ‘sama’ dan fon ‘bunyi. Berdasar pada arti harfiah
tersebut, homofon adalah kata yang relatif sama bunyinya tetapi tulisan dan
maknanya berbeda. Misalnya: bang (Andi) dengan bank (BRI).
e. Homonim
terdiri atas homo ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasarkan arti
harfiah tersebut homonim adalah kata yang tulisan dan ucapan sama tetapi
maknanya berbeda. Misalnya: bisa (dapat) dengan bisa (racun)
Jenis-jenis Makna
Mansoer
Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan
istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata
maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan
bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini
Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian
makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu
tanda linguistik.
Dalam
Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan
bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti
kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua
hal yang ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan
lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana, 2001: 132).
Sebuah kata mempunyai makna
kognitif (denotatif, deskriptif), makna konotatif
dan makna
emotif. Kata dengan makna kognitif ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
kata kognitif ini dipakai dalam bidang teknik. Kata konotatif dalam bahasa
Indonesia cenderung bermakna negatif, sedangkan kata emotif memiliki makna
positif. Berikut akan dibahas
mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai
sumber yang
telah dikemukakan oleh para ahli bahasa.
1.
Makna sempit
Makna sempit (narrowed
meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang
asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi (Djajasudarma, 1993).
Selanjutnya, Djajasudarma (1993: 7-8) menjelaskan bahwa kata-kata bermakna luas
di dalam bahasa Indonesia disebut juga makna umum (generik) digunakan untuk mengungkapkan
gagasan atau ide yang umum. Gagasan atau ide yang umum bila dibubuhi rincian
gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki makna sempit), seperti
pada contoh berikut: Pakaian dengan pakaian wanita, Saudara dengan saudara
kandung, saudara tiri, saudara sepupu
2.
Makna luas
Makna luas (widened
meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah
kata lebih luas dari yang diperkirakan (Djajasudarma, 1993: 8). Kata-kata yang
berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit, seperti pada
contoh bahasa Indonesia berikut: Pakaian dalam dengan pakaian, Kursi roda
dengan kursi
3.
Makna denotatif
Makna denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya
hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna denotatif adalah makna
lugas, makna apa adanya. Makna denotatif tidak hanya dimiliki kata-kata yang
menunjuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna
kognitifnya khusus (Djajasudarma, 1993:9). Jadi, makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan
makna kiasan atau perumpamaan.
4.
Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna kata yang mengandung
nilai rasa (positif atau negatif) misalnya kata pembantu, asisten
dan babu. Kata pembantu bermakna denotasi tetapi asisten dan babu
bermakna konotasi positif dan negatif. Tarigan (1986) membagi konotasi atas dua
bagian, yakni konotasi individual dan konotasi kolektif. Konotasi kolektif
dibagi atas:
a.
Konotasi baik terdiri atas konotasi tinggi dan konotasi
ramah. Misalnya : konotasi tinggi: ikhtiar, imajinasi cakrawala. konotasi
ramah: akur, besuk, cicil.
b.
Konotasi tidak baik. Misalnya : konotasi berbahaya : longsor,
hantu, konotasi tidak pantas : kencing, sundal, konotasi tidak enak
misalnya: mata duitan, mata keranjang, konotasi kasar misalnya: buta
huruf , bodoh, konotasi keras misalnya: bobrok, kacau-balau
c.
Konotasi netral atau biasa
konotasi bentukan sekolah misalnya: agak lumayan,
pegawai negeri
konotasi kanak-kanak, misalnya: bobo, mami, papi
5.
Makna referensial
Makna referensial (referential meaning) adalah
makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa
(objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisi komponen; juga
disebut denotasi; lawan dari konotasi (Kridalaksana, 1993: 133).
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial
kalau ada referentnya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan
gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada
acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan
karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena
kata-kata itu tidak mempunyai referent.
6.
Makna konstruksi
Kridalaksana (1993), makna konstruksi (construction
meaning) adalah makna yang terdapat dalam konstruksi, misalnya, ‘milik’
yang dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan urutan kata. Contoh-contoh yang
diberikan Djajasudarma (1993) mengenai makna konstruksi ini antara lain: Itu
buku saya, Saya baca buku saya, Perempuan itu ibu saya, Rumahnya
jauh dari sini, Di mana rumahmu?
7.
Makna leksikal dan gramatikal
Makna leksikal adalah makna kata secara lepas tanpa
ikatan dengan kata yang lainnya atau kata yang belum mengalami afiksasi, atau
perulangan, misalnya makan, satu, mata, sedang makna gramatikal adalah
makna baru yang timbul akibat terjadinya peristiwa gramatikal (pengimbuhan,
reduplikasi, atau pemajemukan), misalnya makanan, satu-satu, matahari.
Perubahan Makna
Kata tertentu biasanya
mengalami perubahan makna tertentu karena
adanya perkembangan kondisi masyarakat dalam situasi tertentu. Keraf (1982) mengemukakan perubahan makna terdiri
atas enam jenis. Keenam jenis perubahan
makna tersebut adalah sebagai berikut:
1. Meluas ialah kata yang
maknanya menjadi luas pemakaiannya. Contoh : ikan dahulu hanya menunjuk
jenis binatang yang hidup di air tetapi sekarang meluas menjadi lauk pauk, Ibu
dahulu hanya menunjukkan ibu kandung tetapi sekarang juga digunakan untuk
semua perempuan dewasa, Bapak dahulu hanya menunjukkan ayah kandung
tetapi sekarang juga digunakan untuk semua pria yang sudah dewasa
2. Menyempit ialah kata yang
maknanya semakin dan pengalami proses penyempitan penggunaannya. Contoh : berlayar
dahulu hanya digunakan dalam konteks perahu yang menggunakan layar, tetapi
sekarang juga digunakan untuk kapal besi yang menggunakan mesin atau motor, Sarjana
dahulu hanya digunakan untuk semua orang cedekiawan tetapi sekarang hanya untuk
lulusan universitas
3. Amelioratif berasal dari
bahasa Latin melior ‘semakin
baik’. Dari kata tesebut dapat dikatakan bawah ameliorative ialah makna
suatu kata yang semakin positif atau baik. Contoh : kata gendut dan gemuk.
Gemuk mengalami peninggian makna dibanding gendut.
4. Peyoratif berasal dari
bahasa Latin peyor ‘jelek’.
Maka peyoratif dapat dikatakan sebagai makna suatu kata yang mengalami
penurunan nilai atau semakin jelek. Misalnya: buta dianggap lebih jelek
dibandingkan tunanetra, gelandangan dianggap lebih jelek dibandingkan tunawisma
5. Sinestasia ialah perubahan
makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berbeda. Misalnya:
kata “manis” (pengecap) tetapi dapat pula dipakai pada kalimat “Perkataannya
sangat manis’ (pendengaran)
6. Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna yang lama dengan makna yang baru, misalnya kursi dapat pula dipakai dengan makna “jabatan”.
6. Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna yang lama dengan makna yang baru, misalnya kursi dapat pula dipakai dengan makna “jabatan”.