Contoh Mengkritisi Buku Psikologi
Pengarang : Kees Bertens
Tahun
penerbit : 2006 Dengan tebal 267
halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
HASIL KRITISAN
Sigmund Freud
adalah nama besar yang telah meninggalkan jejak-jejak pemikirannya pada kultur
modern kita. Majalah Time tiga kali meliput dokter dari Austria itu sebagai
cover story, pada tahun 1924, 1939 (tahun kematiannya), dan 1993. Bahkan,
menjelang pergantian abad, majalah tersebut menobatkannya sebagai satu dari
seratus tokoh yang paling berpengaruh sepanjang abad ke-20.
Pengaruh itu terus
berlangsung sampai kini, karena kultur modern kita tak bisa dilepaskan dari
bekas-bekas aktivitas intelektual Freud. Dalam psikologi, psikiatri,
psikoterapi, dan ilmu perilaku pada umumnya, jelas besar sekali pengaruhnya,
baik secara teoretis maupun klinis. Ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi dan
antropologi budaya sering memanfaatkan temuan Freud; bahkan dalam filsafat pun
Freud memainkan peran penting. Banyak filsuf besar memanfaatkan pemikirannya
dalam karya-karya mereka, seperti tercermin dalam Mashab Frankfurt.
Di bidang kesenian,
baik dalam seni rupa maupun dalam kesusastraan dan film, pengaruhnya sangat
besar, teristimewa dalam aliran surrealisme. Pendidikan adalah contoh lain
dalam konteks praktis, di mana pengaruhnya sangat mencolok. Pengaruhnya
barangkali paling besar, sejauh penemu psikoanalisis itu ikut menentukan cara
kita memandang dunia dan diri kita sendiri. “Tuhan ada, manusia tidak dewasa.” (Sigmund Freud, The
Future of Illusion).
Freud, bapak psikoanalisis dan orang pertama yang secara
teoretis melakukan revelasi terhadap alam bawah sadar manusia merupakan
teoretikus kepribadian yang sangat kontroversial. Topik-topik seks dan agresi
menjadi bahasan utama dalam psikoanalisis.
Freud menganggap bahwa asal-muasal agama dapat ditelusuri
dengan menelusuri dinamika kepribadian psikoanalisis. Agama ada meskipun
orang-orang tetap melakukan dosa dan agama tetap ada meskipun manusia merasa
bahwa klaim-klaimnya banyak yang bersifat irasional. Dalam teori kepribadian
Freud, hal-hal yang bersifat irasional ditekan dalam bawah sadar dan akan
dorongan itu akan muncul dikemudian hari. Dengan kata lain, agama memberikan
peraturan-peraturan, namun secara irasional manusia tetap saja melakukan
pelanggaran-pelanggaran itu, namun pada akhirnya ditekan karena kecemasan.
Seperti dijelaskan olehnya, kecemasan apapun yang ditekan akan akan menetap di
bawah sadar dan akan muncul di kemudian hari meski tidak diketahui kapan.
Sigmund Freud dengan konsep psikoanalisa nya dalam studi agama, dia
adalah seorang atheis. Paradigma pemikiran dia yang atheis ini akan
menjadikan kerangka pemikirannya dan hasil kajiannya juga bercorak atheis.
Karena framework adalah kerangka teori yang mendasari terlahirnya
suatu ilmu. Sementara kerangka teori lahir dari paradigma tertentu yang
didasari oleh asumsi dasar.
Freud yang seorang atheis, juga menyimpulkan bahwasanya agama hanya merupakan
pemuasan akan hasrat kekanak-kanakan, lebih jauh lagi, bahkan ia menyatakan
dalam bukunya.
Pada masa lampau, jauh sebelum agama terbentuk, manusia
membunuh ayah mereka dan menguasai ibu mereka. Namun, hal itu telah memunculkan
kecemasan pada diri mereka. Lalu mereka menekan perasan itu. Rasa bersalah yang
ditekan pada masa lampau atas pembunuhan terhadap ayah dan pemerkosaan terhadap
ibu itu pada akhirnya membuat anak menyembah sang ayah, dan diberlakukan tabu
bahwa sang ibu tidak boleh disetubuhi oleh anak. Anak harus mencari pasangan
dari tempat lain selain keluarga. Namun, pada dasarnya, meskipun mereka
membenci sang ayah dan tabu untuk menyetubuhi ibu, tetap saja konflik oedipal
akan terus terjadi sehingga kebencian dan keinginan itu tidaklah sempurna
hilang meskipun sudah berusaha disembah dan dijadikan tabu. Pada akhirnya,
manusia akan terus melakukan pelanggaran-pelanggaran itu. Hal ini secara
langsung merupakan proses bagaimana agama berkembang. Ayah yang disembah pada
awalnya sebagai totem dikembangkan menjadi Tuhan Bapa dan Tuhan-Tuhan maskulin
lainnya. Toh manusia tetap saja melanggar apa yang diperintahkan.
Memang sejatinya perkembangan ilmu yang
sedemikian pesatnya juga harus dibarengi dengan pemahaman akan agama dan
hikmahnya, sebab bila tidak, maka perkembangan ilmu yang pesat, namun tanpa
disertai dengan pemahaman akan agama, maka akan menjadikannya semakin menjauh
dari hidayah Allah. Dengan kata lain kita tidak boleh men dikhotomi antara
Islam dan pengetahuan. Sebagaimana sabda nabi yang artinya :
“Barang siapa yang bertambah ilmunya, tetapi
tidak bertambah hidayah (Islam) maka tidak akan bertambah padanya (kedekatan
kepada) Allah kecuali akan semakin menjauh”.(Al Bukhari)
Argumennya lain Freud berpendapat bahwa agama sangat mirip dengan
neurotis, sebab orang yang mengidap neurotis akan meyakini dan melakukan
hal-hal yang irrasional, maka agama pun demikian, meyakini dan melakukan
hal-hal yang irrasional. Misalnya seseorang yang menghabiskan waktunya untuk
berdoa, dalam segi perilakunya tak berbeda dengan perilaku penderita sakit
mental yang menghabiskan waktunya untuk menghitung kancing bajunya. Bagi orang
yang berdoa, perilaku ini adalah normal, bukan karena sakit jiwa. Freud
bersieras untuk menemukan motif alam bawah sadar dari perbuatan orang yang
berdoa itu, karena sedari awal dia sudah mengasumsikan bahwa doa adalah
perbuatan yang tak normal. Tentu saja dia tak akan berasumsi demikian kalau dia
tak menyatakan bahwa berdoa itu muncul bukan dari motif rasional, akan tetapi
dari motif tidak rasional yang terletak di alam bawah sadar. Padahal alam bawah
sadar adalah sesuatu yang dia ingin buktikan. Dengan kata lain, beberapa
diskusi yang diketengahkan Freud memakai penalaran yang sirkular
(berputar-putar).
Dalam bukunya yang berjudul The Future of Illusion, Freud
melakukan pendekatan yang berbeda dari Totem & Taboo. Dalam buku ini, agama
dianggap sebagai sebuah ilusi. Agama memberikan dogma bahwa Tuhan akan
melindungi manusia dari marabahaya dan ancaman-ancaman jahat. Manusia terpukau
oleh ilusi ini sehingga mereka merasa bahwa Tuhan melindungi mereka. Hal ini
menyebabkan mereka tidak pernah dewasa. Mengapa? Bagi Freud, hal tersebut sama
dengan sosok ayah yang memberikan perlindungan pada anak. Ia melindungi anak
dari bahaya-bahaya luar. Namun, seiring waktu ia semakin besar, figur ayah
semakin hilang dan puncaknya ada di kematian ayah dan kedewasaan anak.Anak,
yang ingin ada figur ayah yang tetap melindunginya, memunculkan ilusi bahwa
Tuhan adalah sosok yang melindungi dari bahaya.
Kritik pada toeri Freud sebagian besar berasal dari pendapat
bahwa psikoanalisis bukanlah ilmu pengetahuan. Selain itu, bukankah ada
agama-agama tertentu yang lebih memfokuskan pada Tuhan Ibu dan bukan Tuhan Ayah.
Walaupun Sigmund Freud dianggap sebagai orang
yang cerdas, kreatif dan produktif dalam mengembangkan psikologi, namun ada
beberapa kritikan yang diberikan kepadanya karena tidak semua teory yang
dikemukakannya diatas relevan untuk digunakan pada zaman sekarang. Diantara
kritik tersebut adalah:
1. Teori Psikoanalisis merupakan teori yang
kontroversi karena menempatkan manusia tidak lebih mulia dari hewan.
2. Teori yang dikembangkan Freud juga melecehkan
hasrat-martabat manusia serta kesucian agama. Karena lebih menekankan pada seks
dan agresi.
3. Freud merupakan orang yang percaya terhadap
teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin sehingga Freud tidak mengindahkan
unsur kepercayaan dalam teorinya. Bahkan wasiat Freud terhadap Jung cukup
kontroversi karena Freud mewajibkan Jung untuk menghancurkan semua kepercayaan
akan agama.
4. Selain itu teori Psikoanalisis yang
dikembangkan oleh Freud masih bias Gender karena memposisikan wanita sebagai
pria yang tidak utuh. Selain itu Freud berpandangan bahwa wanita hanya berperan
sebatas pada pekerjaan rumah.
5. Freud tidak sepenuhnya memahami wanita.
Hal tersebut
dikarenakan Freud menganggap wanita adalah warga kelas dua sehingga dalam
kajiannya dia kurang tertarik untuk membahas perempuan serinci bahasan
laki-laki.
6. Untuk beberapa teori Freud susah dibuktikan
secara ilmiah.
Sebagaimana
contohnya adalah pada masa oral psikoseksualnya, bayi yang baru lahir
memperoleh kenikmatan seksualnya ketika menyusu. Hal tersebut tidak mungkin
ditanyakan langsung kepada bayi.
7. Teori Sigmund Freud adalah teori yang pesimistis.
Hal tersebut karena apa yang dilakukan oleh manusia merupakan gambaran diri dimasa silam. Selain itu Freud juga lebih menekankan unsur tidak sadar sebagai motif tingkah laku manusia.
Hal tersebut karena apa yang dilakukan oleh manusia merupakan gambaran diri dimasa silam. Selain itu Freud juga lebih menekankan unsur tidak sadar sebagai motif tingkah laku manusia.