Makalah Epistemologi Dalam Filsafat Ilmu (BAB II)


PEMBAHASAN

      A.    Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme dan logos, berasal dari bahasa Yunani. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Jadi Epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan (Theory of Knowledge). Atau menurut Webster Third New International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai "The Study of method and ground of knowledge, especially with reference to its limits and validity". Paul Edwards, dalam The Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa epistemologi adalah "the theory of knowledge." Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa epistemologi merupakan "the branch of philosophy which concerned with the nature and scope of knowledge, its presuppositions and basis, and the general reliability of claims to knowledge."
Beberapa tokoh juga mendefinisikan tentang Epistemologi antara lain kedua tokoh dari Indonesia yaitu: P.Hardoyo Hadi menyatakan bahwa Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skop pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta bertanggung jawab atas pernyataan tentang pengetahuan yang dimiliki (Gallagher,1994:5). Sedangkan menurut D.W. Hamlyn bahwasannya epistemologi adalah sebagai cabang dari filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendalian-pengendaliannya serta secara umum hal itu dapat di andalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan (Edward,1967:8-9).  
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi. Epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”, yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah memiliki potensi untuk memeroleh pengetahuan.
B.     Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber, dan validitas pengetahuan. Mudlor Ahmad merinci menjadi enam aspek yaitu hakekat, unsur, macam, tumpuan, batas dan sasaran pengetahuan, bahkan A. M. Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai di manakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu (Saefuddin,1991:31).
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama untuk tahapan pemula.
C.    Aliran-aliran Epistemologi
Ada beberapa aliran yang membicarakan tentang ini yaitu: 
1.      Empirisme 
Empirisme berasal dari kata yunani yaitu empeirikos yang berasal dari kata empiria, artinya pengertian. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan apabila dikembalikan pada kata Empiria maka pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi yaitu pendengaran, penglihatan dan lain-lain. Sehingga dapat dicontohkan bahwa manusia tahu tentang es dingin karena kita menyentuhnya.
John Locke (1632-1704) adalah bapak aliran ini dan pada zaman modern mengemukakan sebuah teori yang bernama Tabula Rasa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksud dari teori ini adalah bahwa manusia pada mulanya kosong dari penetahuan, lantas pengalaman-pengalaman manusia tersebut yang akan mengisi kekosongan tersebut. Mula-mula pengetahuan yang di tangkap melalui indra manusia itu sederhana akan tetapi lama kelamaan akan menjadi semakin ruwet baru akan tersusun pengetahuan yang hakiki. Ini berarti bagaiman pun kompleks ruwetnya suatu pengetahuan manusia, Ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Dan dapat dikatakan sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengalaman yang benar. Jadi pengalaman indera adalah pengetahuan yang sebenarnya.Oleh karena itu metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen.
Kelemahan aliran ini cukup banyak. Kelemahan pertama adalah indera manusia sangatlah terbatas.Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil dan apakah bendah tersebut kecil? Tentu tidak. Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan objek tidak sebagaimana aslinya atau adanya. Dan dari sini akan menimbulkan suatu pengetahuan yang salah. Kelemahan yang kedua adalah indera manusia dapat menipu. Misalnya ketika seseorang sakit malariah gula rasanya pahit dan udara panas akan di anggapnya sangat dingin. Dan ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga. Kelemahan yang ketiga adalah objek yang menipu. Contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi, objek itu sebenarna tidak di tangkap oleh alat indera.
Karena objek tersebut membohongi alat indra manusia maka dapat menimbulkan pengetahuan indrawi yang salah. Yang kelemahan yang keempat berasal dari indera dan objek sekaligus. Dalam hal ini dapat di contohkan indera yang paling berperan adalah indera penglihatan tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruan dan kerbau itu juga tidak mampu memperlihatkan badannya secara keseluruan.
Artinya jika kita melihat kerbau tersebut dari depan maka yang hanya terlihat adalah kepalahnya saja dan kerbau pada saat itu tidak dapat memperlihatkan ekornya. Dan dapat disimpulkan bahwa empiris lemah karena keterbatasan indera manusia oleh karena itu, muncul aliran resionalisme dan terdapat aliran yang mirip dengan empirisme yaitu sensasionalisme. Sensasi artinya rangsangan inderawi dan secara kasar sensasi adalah pengalaman inderawi.(Tafsir, 2003:24) 
2.      Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Dan dapat di artikan pengetahuan yang benar diperoleh dan diukir dengan akal. Manusia, menurut aliran ini memperoleh pengetahuan dengan kegiatan akal dalam menangkap objek. Orang mengatakan bahwa bapak dari aliran ini adalah Rene Descarte (1596-1650) akan tetapi, sesunguhnya psham seperti ini sudah ada sejak dahulu. Dan ini diwujudkan bahwa orang-orang yunani kuno telah meyakini juga bahwa akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar.
Rasionalisme tidak mengingkari kegunan indera dalam memperoleh pengetahuan akan tetapi pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan akal agar dapat berkerja secara baik. Tetapi Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas.Bahan ini kemudian dipertimbangkan oleh akal melalui pengalaman berpikir.Jadi akal bekerja karena danya bahan dari indera.Akan tetapi akal juga dapat menghasilkan pengtahuan yang tidak berasalkan inderawi sekalipun.Akan tetapi gabungan antara indera dan akal masih belum untuk mampu memperoleh pengetahuan yang lengkap. Hal ini dikarenaka dengan indera manusia hanya mampu mengetahui bagian-bagian tertentu tentang tentang objek.di bantu degnan akal manusia juga belum mampu memperoleh pengetahuan yang utuh.
Kerjasama antara empirisme dan rasionalisme inilah yang melahirkan pengetahuan sains(scientific Epistemol) yang dalam bahasa Epistemol diartikan sebagai penetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan.dan lanjutannya empirisme dan rasionalisme didalam filsafat pengetahuan adalah aliran pistemolo. (Tafsir, 2003:25) 
3.      Positivisme 
Tokoh aliran ini adalah Aguste Compte (1798-1857). Ia adalah penganut alirab Empirisme. Ia berpandangan bahwa indera itu aman penting dalam memperoleh pengetahuan, akan tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Contoh simpelnya adalah panas di ukur dengan menggunaka derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat di ukur dengan neraca atau timbangan. Kita tidak dapat mengatakan kopi itu panas, panas sekali, atau tidak panas sebelum kita menelitinya. Dan dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai. Kebenaran diperoleh dari akal, didukung bukti empiris yang terukur. “Terukur” itulah sumbangan Epistemologi.
Jadi, pada dasarnya positivme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurkan empirisisme dan rasionalisme. Yang saling berkerjasama. Dengan kata lain, ia menyampurkan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran. Jadi, pada dasarnya epistemologi itu sama dengan empirisme plus rasionalisme. (Tafsir, 2003:26) 
4.      Intuisionisme 
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh alian ini. Ia berpendapat bahwa tidak hanya indera, akal yang terbatas akan tetapi objek-objek yang kita tangkap selalu berubah. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal, Bergson mengembangkan satu pengetahuan tingkat pemahaman yang tinggi. Kemampuan itu mirip dengan instinct (instuisi) akan tetapi kemampuan ini memerlukan suatu usaha dan unik. Jadi indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangkan instuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap. (Encyclopedia Americana, 3:580-1). 
5.      Kritisme 
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru di mana seseorang ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan di atas. Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya Kant mengakui peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dia mencoba mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (Rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirisme). 
6.      Idelisme 
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.
Idealisme memunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh  teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan deduktif dapat diperoleh dari manusia dengan akalnya.
D.    Kebenaran Pengetahuan
Jika seseorang memermasalahkan dan ingin membuktikan apakah pengetahuan itu bernilai benar, menurut para ahli epostemologi dan ahli filsafat, pada umumnya untuk membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar, seseorang menganalisis terlebih dahulu cara, sikap dan sarana yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran (Surajiyo, 2005) antara lain sebagai berikut:
1.      The correspondence theory of truth (Teori Kebenaran Saling Berkesesuian)
Berdasarkan teori pengetahun Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya..
2.      The Semantic Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan Arti)
BerdasarkanTeori Kebenaran Semantiknya Bertrand Russell, bahwa kebenaran (proposisi) itu ditinjau dari segi arti atau maknanya.
3.      The consistence theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Konsisten)
Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
4.      The pragmatic theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Pragmatik)
Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
5.      The Coherence Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan Koheren)
Berdasarkan teori Koherennya Kattsoff (1986) dalam bukunya Element of Philosophy, bahwa suatu proosisi itu benar, apabila berhubungan dengan ide-ide dari proposisi terdahulu yang telah dan benar.
6.      The Logical Superfluity of Truth (Teori Kebenaran Logis yang berlebihan)
Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Ayer, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupi.
7.      Teori Skeptivisme
Suatu kebenaran dicari ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.
8.      Teori Kebenaran Nondeskripsi
Teori yang dikembang oleh penganut filsafat fungsionalisme, yang menyatakan bahwa suatu statemen atau pernyataan mempunyai nilai benar amat tergantung peran dan fungsi dari pada pernyataan itu.
Kebenaran dapat dibuktikan secara : Radikal (Individu), Rasional (Obyektif), Sistematik (Ilmiah), Semesta (Universal). Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu: Kebenaran wahyu, Kebenaran spekulatif filsafat,  Kebenaran positif ilmu pengetahuan dan Kebenaran pengetahuan biasa.
E.     Macam-macam Pengetahuan
Macam-macam pengetahuan menurut Imanuel Kant ialah:
1.      Pengetahuan Analitis: predikat sudah termuat dalam subyek. Predikat diketahui melalui suatu analisis obyek. Misalnya, lingkaran itu bulat.
2.      Pengetahuan Sintetis Aposteriori: predikat dihubungkan dengan subyek berdasarkan pengalaman indrawi.
3.      Pengetahuan Sintetis Apriori: Akal budi dan pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pesawat, ilmu pasti bersifat sintetis apriori. (Surajiyo, 2005).
F.     Cara-cara memeroleh dan mengembangkan pengetahuan
Dalam filsafat ilmu, cara memeroleh dan mengembangkan pengetahuan adalah melaui sebuah rangkaian prosedur atau metode/tekhnik tertentu yang lazimnya disebutnya metode ilmiah.
1.      Pengertian metode  Ilmiah
Menurut Soerjono Soemargono (1993 : 17), istilah metode berasal dari  bahasa Latin  methodosyang  secara  umum  artinya cara  atau jalan untuk memperoleh pengetahuan sedangkan metode ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.
The  Liang  Gie  (1991  :  110),  menyatakan  bahwa  metode  ilmiah adalah prosedur yang mencakupberbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata  langkah,  dan  cara  teknis  untuk  memperoleh pengetahuan  baru atau memperkembangkan pengetahuan yang telah ada.
Dalam  beberapa  literatur  seringkali  metode  dipersamakan  atau dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metode (methode), pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain (The Liang Gie,  1991:116).
Dengan  mengutip  pendapat  benerapa  pakar,  The Liang Gie menjelaskan perbedaan ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pendekatan pada pokoknya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data yang bertalian, sedangkan metode adalah prosedur untuk mendapatkan dan mempergunakan data. Pendekatan dalam  menelaah suatu  masalah  dapat  dilakukan  berdasarkan atau dengan  memakai sudut tinjauan  dari  ilmu-ilmu  tertentu,  misalnya psikologi, sosiologi,  politik,  dst. Dengan pendekatan berdasarkan psikologi, maka masalah tersebut dianalisis dan dipecahkan berdasarkan konsep-konsep psikologi. Sedangkan bila masalah tersebut  ditinjau berdasarkan  pendekatan sosiologis,  maka  konsep-konsep sosiologi yang dipakai untuk menganalisis dan memecahkan masalah tersebut.
Pengertian metode juga tidak sama dengan teknik. Metode ilmiah adalah berbagai prosedur yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah  dalam pelaksanaan penelitian  ilmiah.  Pola  dan  tata langkah prosedural tersebut  dilaksanakan  dengan  cara-cara operasional  dan teknis yang lebih rinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan teknik. Jadi, teknik adalah suatu cara operasional teknis yang seringkali bercorak rutin, mekanis, atau spesialistis untuk  memperoleh  dan  menangani data dalam penelitian (The Liang Gie, 1991 :117).
2.      Unsur-unsur metode ilmiah
Metode ilmiah   yang merupakan suatu prosedur sebagaimana digambarkan oleh The Liang Gie, memuat berbagai unsur atau komponen yang  saling  berhubungan.  Unsur-unsur  utama  metode ilmiah  menurut  The  Liang  Gie  (1991  :  118)  adalah  pola  prosedural, tata langkah, teknik, dan instrument.
Pola prosedural, antara lain terdiri dari: pengamatan, percobaan, peng-ukuran,  survei,  deduksi, induksi,  dan  analisis.  Tata  langkah, mencakup: penentuan masalah,  perumusan  hipotesis  (bila  perlu), pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan      pengujian hasil. Teknik, antara lain terdiri dari: wawancara, angket, tes, dan perhitungan.  Aneka  instrumen  yang  dipakai  dalam  metode ilmiah antara  lain:  pedoman  wawancara,  kuesioner, timbangan ataupun meteran.
3.      Macam-macam Metode ilmiah
Johson (2005) dalam  artikelnya  yang  berjudul “Educational Research: Quantitative  and Qualitative”, yang  termuat  dalam  situs internet membedakan metode  ilmiah menjadi dua metode deduktif  dan  metode  induktif. Menurut Johnson, metode deduktif terdiri tiga langkah utama, yaitu: first, state the hypothesis (based on theory or research literature); next, collect  data  to  test hypothesis;  finally,  make  decision  to  accept  or reject  the  hypothesis.
Sedangkan  tahapan  utama  metode  induktif menurut Johnson adalah: first, observe the world; next, search for a pattern in what is observed; and finally, make a generalization about what  is  occuring. Kedua  metode  tersebut selanjutnya  oleh  Johnson divisualisasikan sebagai berikut. Metode deduktif merupakan metode ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kuantitatif. Dalam metode ini teori ilmiah yang telah diterima kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran selanjutnya. Sedangkan metode induktif merupakan metode yang diterapkan dalam penelitian kualitatif. Penelitian ini dimulai dengan pengamatan dan diakhiri dengan penemuan teori.
G.    Ilmu
Ialah Kumpulan pengetahuan secara holistik yang tersusun sistematis yang teruji secara rasional dan terbukti berdasarkan metode ilmiah.
H.    Klasifikasi Ilmu
Ada beberapa pandangan yang berkaitan dengan klasifikasi ilmu pengetahuan sebagaimana yang terdapat dalam buku Filsafat Ilmu (Rizal Mustansir, 2001), sebagai berikut:
1.      Menurut Cristian Wolff, klasifikasi ilmu pengetahuan ialah:
a.       Ilmu pengetahuan empiris:
1)      Kosmologi empiris
2)      Psikologi empiris
b.      Matematika
1)      Murni : aritmatika, geometri aljabar
2)      Campuran : mekanika, dll.
c.       Filsafat:
1)      Spekulatif (metafisika)
a)      Umum-ontologi
b)      Khusus: psiokologi, kosmologi, theologi
2)      Praktis:
a)      Intelek-logika
b)      Kehendak : ekonomi, etika, politik
c)      pekerjaan fisik : teknik.
2.      Auguste Comte, klasifikasi ilmu pengetahuan ialah :
a.       Ilmu pasti (matematika)
b.      ilmu perbintangan (astronomi)
c.       ilmu alam (fisika)
d.      ilmu kimia
e.       ilmu hayat (biologi atau fisiologi)
f.       ilmu fisika sosial (sosiologi)
3.      Karl Raimund Popper, mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi:
a.       Dunia I : Kenyataan fisik dunia.
b.      Dunia II : Kenyataan psikis dari dalam diri manusia.
c.       Dunia III : Hipotesis, hukum, Teori (ciptaan manusia) yaitu: Karya ilmiah, Studi ilmiah dan Penelitian ilmiah.
4.      Jurgen Habermas, mengklasifikasi ilmu pengetahuan sebagai berikut:
a.       Ilmu bersifat empiris-analitis : ilmu alam dan sosial empiris.
b.      Ilmu bersifat historis-hermeneutis : Humaniora.
c.       Ilmu yang bersifat sosial-kritis : Ekonomi,sosiologi dan politik.
I.       Tahap-Tahap Ilmu
Dalam perkembangnnya, ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
1.      Tahap Sistematika
Pada tahap ini, ilmu menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum yang merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenal dunia fisik.
2.      Tahap Komparatif
Pada tahap ini manusia mulai membandingkan antara kategori yang satu dengan kategori yang lain.
3.      Tahap Kuantitatif
Pada tahap ini manusia mencari hubungan sebab akibat, tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek yang sedang disediki.
Pada ini juga, berperannya matematika sebagai bahasa verbal dengan sejumlah lambang-lambang yang mengandung informasi tentang obyek tertentu dalam dimensi-dimensi pengukuran. Di samping itu juga, matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahwa verbal yang bersifat alamiah (Jujun SS., 2003).

DAFTAR PUSTAKA
Surajiyo. 2005, Ilmu Filsafat suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.
Description: Makalah Epistemologi Dalam Filsafat Ilmu (BAB II)
Rating: 4.5
Reviewed by: Rumah Makalah
On: 01.31.00
TOP