Makalah Psikologi Perkembangan Emosi Manusia (BAB II)
PEMBAHASAN
Terdapat beberapa teori tentang emosi yang dilakukan oleh beberapa peneliti,
yaitu adalah sebagai berikut,
1.
Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada
rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah
naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah dan sebagainya)
namun jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi
yang diminati, emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya jika
rangsangannya membahayakan (misalnya melihat ular yang berbisa) emosi yang
timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai
dengan teori kognisi.
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran ateribusi
dalam emosi mulai dengan sebuah teori kognitif yang sangat dikenal yang
dipublikasikan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer pada tahun 1962 . konsepsi
Berkowitz tentang bagaimana pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan
suasana emosional setelah munculnya reaksi saraf, relatif primitif dan
emosional dipengaruhi oleh formula ini.
Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan fungsi
dari reaksi-reaksi tubuh tertentu. Menurutnya pula kita tidak merasa marah
karena ketegangan otot, rahang yang berderak, denyut nadi kita menjadi cepat,
dan sebagainya tetapi karena kita secara umum jengkel dan kita mempunyai
beberapa kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan kita.
2.
Teori Emosi James Lange
Menurut teori ini, emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai
rangsangan yang dayang dari luar. Jadi jika seseorang misalnya melihat harimau,
reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat,
paru-paru lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini
kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang
timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang
bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah makhluk
yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.
Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem
vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan
fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain
menurut James Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang
karena tertawa.
James Lange mengemukakan proses-proses terjadinya emosi dihubungkan dengan
faktor fisik dengan urutan sebagai berikut :
a.
Mempersepsikan
situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi
b.
Memberikan
reaksi terhadap situasi dengan pola khusus melalui aktivitas fisik
c.
Mempersiapkan
pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus.
Uraian ini disingkat menjadi :
Lingkungan – Otak – Perubahan Pada Tubuh +
Emosi
James Lange menghasilkan lima tingkatan emosi dalam proses emosi yang
terdiri dari :
a.
Situasi
b.
Persepsi
tentang situasi
c.
Perubahan-perubahan
dalam tubuh
d.
Perbuatan
yang terlihat, misalkan melarikan diri dari bahaya
e.
Keadaan
sadar dari emosi
3.
Teori ”Emergency” Cannon
Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), ia menyatakan bahwa
karena gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang
genting, orang-orang primitif yang membuat respon semacam itu bisa survive dalam hidupnya.
Cannon menyalahkan teori James Lange karena beberapa alasan, termasuk fokus
eksklusif teori pada organ dalam. Cannon mengatakan, antara lain bahwa organ
dalam umumnya terlalu intensitif dan terlalu dalam responsnya untuk bisa
menjadi dasar berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang seringkali
berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya tidak beranggapan
bahwa organ dalam merupakan satu-satunya faktor yang menentukan suasana
emosional.
PENGERTIAN EMOSI
Perilaku kita sehari-hari pada umumnya
diwarnai oleh perasaan tertentu seperti senang atau tidak senang, suka
atau tidak suka, sedih dan gembira. Perasaan yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita
sehari-hari disebut warna afektif. Apabila warna afektif tersebut kuat,
perasaan itu dinamakan emosi (Sarlito 1982:59). Beberapa contoh emosi yang
lainnya adalah cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa dan benci.
Apakah
definisi dari emosi? Apakah sebagian orang mendefinisikan emosi sama seperti
perasaan yang mendalam apabila dirasakan? Emosi dan perasaan adalah dua konsep
yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya tidak dapat dinyatakan secara tegas. Emosi dan perasaan merupakan gejala
emosional yang secara kualitatif berkelanjutan tetapi tidak jelas batasannya. Pada
suatu saat, warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat
disebut sebagai emosi. Misalnya, marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Oleh
karena itu, emosi dan perasaan tidak mudah untuk dibedakan.
Menurut
Crow & Crow (1958), pengertian emosi adalah ’An emotion, is an affective
experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and
physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his
evert behavior’. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
perubahan-perubahan baik.
Penggolongan emosi dapat dibedakan menjadi
menjadi sebagai berikut :
1. Emosi yang sangat mendalam (misalnya
sangat marah atau sangat takut) menyebabkan aktivitas yang sangat tinggi,
sehingga seluruh tubuh diaktivkan, dan dalam keadaan seperti ini sukar untuk menentukan
apakah seseorang sedang takut atau sedang marah.
2. Satu orang
dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Misalnya kalau marah
sati orang contohnya dapat gemetar di tempat dan yang lain mungkin memaki atau
yang lain lagi mungkin lari dan diam.
3. Nama yang
umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya didasarkan pada sifat
rangsangnya buakn pada keadaan emosinya sendiri. Jadi ’takut’ adalah emosi yang
timbul terhadap suatu bahaya dan ’marah’ adalah emosi yang timbul dari suatu
yang menjengkelkan.
4. Pengenalan
emosi secara subyektif dan introspektif juga sukar dilakukan karena selalu saja
akan ada pengaruh dari lingkungan.
Pada saat emosi, sering terjadi
perubahan-perubahan fisik pada seseorang, seperti :
1. Reaksi elektris pada kulit meningkat bila
terpesona
2. Peredaran darah bertambah cepat bila marah
3. Denyut jantung bertambah cepat bila
terkejut
4. Bernapas panjang kalau kecewa
5. Pupil mata membesar bila marah
6. Air liur mengering bila takut atau tegang
7. Bulu roma berdiri kalau takut
8. Pencernaan menjadi sakit atau
mencret-mencret kalau tegang
9. Otot menjadi tegang atau bergetar
10. Komposisi darah berubah dan
kelenjar-kelenjar lebih aktif
Perkembangan emosi dialami oleh seorang
bayi, anak-anak, remaja dan dewasa. Dimana seeorang akan merasakannya sebagai
sebuah persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan
perkembangan emosinya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978:79)
reaksi yang menyenangkan pada bayi dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi
tubuh secara tiba-tiba, membuat suara keras atau membiarkan bayi menggunakan
popok yang basah. Rangsangan ini menimbulkan reaksi emosional berupa tangisan
dan ativitas yang kuat. Sebaliknya reaksi yang menyenangkan dapat tampak jelas
tatkala bayi menyusui pada ibunya.
Pada umumnya anak kecil lebih emosional
daripada orang dewasa karena pada usia ini anak masih relatif muda dan belum
dapat mengendalikan emosinya. Anak kecil memiliki perilaku yang sangat memaksa.
Mereka hanya mempunyai sedikit kendali dari dorongan hati mereka dan mudah
merasa putus asa. Pada saat anak mencapai usia tiga tahun mereka sudah
menumbuhkan beberapa sikap toleransi untuk mengatasi hal tersebut. Mereka juga
sudah dapat mengembangkan beberapa sikap pengendalian diri; mereka tidak bereaksi
terhadap setiap dorongan hati. Perkembangan emosi berkaitan dengan pengendalian
diri, apa yang disukai dan yang tidak disukai.
Pada usia dua sampai empat tahun,
karakteristik emosi anak muncul pada ledakan amarahnya atau temper tantrums
(Elizabeth B. Hurlock, 1978). Anak yang berusia tiga dan empat tahun menyenangi
kejutan-kejutan dan juga peristiwa roman. Mereka memerlukan keamanan dengan
mengetahui bahwa ada suatu struktur dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang
berusia tiga dan empat tahun juga sudah mulai menunjukkan selera humor. Pada
usia lima sampai enam tahun anak mulai matang dan mulai menyadari akibat-akibat
dari emosinya. Ekspresi emosi
anak dapat berubah secara drastis dan cepat, contohnya baru saja anak menangis
tetapi setelah beberapa menit kemudian anak bisa gembira lagi karena
mendapatkan hiburan dari orang yang mengendalikan emosinya.
Anak-anak yang berusia tujuh dan delapan
tahun mulai mencoba kembali untuk memperoleh kendali yang lebih baik lagi dari
tanggapan emosional mereka. Mereka mulai menyadari kondisi di dunia dan lebih
menaruh perhatian terhadap cerita-cerita baru yang mereka lihat di televisi
atau yang mereka dengar dari bahan diskusi orang-orang dewasa.
Anak yang berusia tujuh dan delapan tahun
mulai menunjukkan ketekunan di dalam usaha yang mereka lakukan untuk mencapai
tujuan mereka. Ini sering menyebabkan orang tua mereka menjadi kesal dimana
ketika anak meminta orang tua untuk melakukan suatu hal secara berulang kali.
Pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati yang lebih memperkenalkan
diri kepada orang lain dan juga merasa bersalah ketika mereka melukai orang
lain, baik secara fisik ataupun emosional. Mereka mencoba untuk menimbulkan
rasa nyaman terhadap keluarga atau teman tanpa diminta untuk melakukannya.
Sedangkan pola emosi remaja juga hampir sama
dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal sering dialami remaja adalah kasih sayang,
gembira, amarah, takut dan cemas, cinta, cemburu, kecewa, sedih dan lain-lain.
Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan
emosi dan pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional
remaja dalam dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
Adapun ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun adalah sebagai berikut :
- Cenderung bersikap pemurung. Sebagian disebabkan karena perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagiannya lagi karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa. Karena kemurungan, hal ini dapat memicu terjadinya suasana hati yang depresi yang lebih banyak dialami oleh perempuan.
- Ada kalanya bersikap kasar dalam menutupi kekurangannya dalam hal percaya diri
- Ledakan-ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis dan kelelahan karena bekerja yang terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat ataupun tidur yang kurang cukup.
- Cenderung berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dengan membenarkan pendapatnya sendiri
- Mengamati orang tua dan guru secara lebih objektif dan mungkin marah apabila tertipu dengan gaya guru yang bersifat sok tahu.
Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18
tahun adalah sebagai berikut :
1. Sering memberontak sebagai ekspresi dari
perubahan dari masa kanak-kanak ke dewasa
2. Dengan bertambahnya kebebasan, banyak
remaja yang mengalami konflik dengan orang tuanya. Mereka mengharapkan
perhatian, simpati dan nasihat orang tua.
Sering melamun untuk memikirkan masa
depannya.
Para peneliti mengemukakan bahwa perubahan
pubertas berkaitan dengan meningkatnya emosi-emosi negatif. Meskipun demikian
sebagian besar peneliti berkesimpulan bahwa pengaruh hormonal itu kecil dan
jika hal itu terjadi, biasanya berkaitan dengan faktor lain seperti stres, pola
makan, aktivitas seksual dan relasi sosial. Sesungguhnya pengalaman lingkungan
dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap emosi remaja dibandingkan
perubahan hormonal.
Banyak remaja yang tidak dapat mengelola
emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya mereka rentan mengalami
depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya yang selanjutnya dapat
memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis.
yang dapat dibedakan antara emosi anak dan
emosi orang dewasa adalah sebagai berikut Ciri-ciri emosi:
Pada masa dewasa perkembangan emosi
mereka, akan mereka tujukan kepada hal-hal tentang percintaan, mulai meninggalkan
rumah, mengembangkan karir dan bersosialisasi.
ASPEK-ASPEK KECERDASAN EMOSI
Goleman (1997) mengatakan bahwa kecerdasan
emosioanal adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi
diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda
kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Kecerdasan emosi adalah kecerdasan yang
dimiliki seseorang yang dapat mengendalikan emosinya, menuntut diri untuk
belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan menanggapinya
dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan
pekerjaan sehari-hari. Aspek-aspek kecerdasan emosi adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan diri
Mengandung arti bagaimana seseorang
mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dialaminya dan tahan terhadap
frustasi.
2. Kemampuan untuk memotivasi diri
Kemampuan ini berguna untuk mencapai
tujuan jangka panjang untuk mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan
untul mekegakan kegagalan yang terjadi.
3. Empati
Empati ini dibangun dari kesadaran diri
dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu
untuk memahami perasaan orang lain tersebut.
4. Keterampilan sosial
Merupakan keterampilan yang dapat
dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang
lain.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI
Sejumlah penelitian tentang emosi
menunjukkan bahwa perkembangan emosi terutama bagi remaja sangat dipengaruhi
oleh faktor
kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266). Kematangan dan
belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan
intelektual menghasilkan kemampuan berpikir kritis untuk memahami makna yang
sebelumnya tidak dimengerti dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek.
Demikian pula kemampuan mengingat dan menghapal mempengaruhi reaksi emosional.
Dengan demikian remaja menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak
mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.
KAPAN SESEORANG AKAN MENGALAMI EMOSI ?
Seseorang akan merasakan emosi ketika
mengalami kejadian atau suatu hal tertentu kebanyakan ahli yakin bahwa emosi akan lebih
cepat berlalu daripada suasana hati. Kebanyakan orang akan meluapkan amarahnya
dan emosinya akan cepat reda daripada menyimpan suasana hati yang sedang
bersedih, karena itu akan memakan waktu yang sangat lama, mungkin sampai
berjam-jam.
Emosi timbul karena adanya stimuli
pembangkit emosi. Dengan demikian emosi bukan peristiwa keseluruhan sampai
timbulnya perasaan dan dorongan serta terjadinya sambutan-sambutan fisis dan
fisilogis lewat pekerjaan susunan saraf yang berlangsung secara otomatis. Untuk
dapat terjadi peristiwa timbulnya emosi, stimuli harus dihubungkan dengan minat
dan kehendak. Sebagai contoh, jika seseorang mengarahkan minatnya terhadap
seorang individu, benda atau situasi maka akan terjadilah kemungkinan reaksi
potensi emosi sehingga ia distimuli oleh hal-hal tersebut dimana ia menaruh
perhatian.
Suatu stimuli yang membangkitkan satu
emosi tidak dapat menimbulkan emosi yang lainnya dalam waktu yang sama. Tetapi
stimuli yang satu itu dapat saja membangkitkan emosi-emosi yang berbeda dan
bahkan berlawanan pada waktu-waktu yang berlainan.
BAGAIMANA CARA SESEORANG DALAM MENGENDALIKAN EMOSI
Contoh aktivitas yang dapat membantu
anak-anak dalam perkembangan emosinya :
- Mintalah anak untuk menggambarkan suatu situasi di mana rasa frustasi dan kemarahan seharusnya ditangani dengan sewajarnya
- Menggunakan boneka sebagai model yang tepat dalam pemberian respons terhadap emosi
- Membantu anak-anak belajar untuk mengakui tentang suatu hal dan memberi label terhadap perasaan mereka sendiri
- Memilih literatur di mana setiap karakter bereaksi dengan emosi yang sewajarnya dan mendiskusikan bagaimana mereka merasakan dan juga bagaimana mereka bertindak
- Memberikan rasa empati bagi anak-anak yang merasa ketakutan dan juga yang membutuhkan perhatian
- Izinkan anak-anak untuk berbagi lelucon mereka, hargai setiap tahapan perkembangan rasa humor mereka.
Sedangkan ada beberapa tahap atau cara
untuk mengendalikan emosi seseorang khusunya bagi remaja dan dewasa. Seseorang
harus mampu untuk tetap terbuka untuk rasa menyenangkan ataupun tidak
menyenangkan, mampu melibatkan diri atau menarik diri secara reflektif dari
suatu emosi dan mendasarkan pada pertimbangan informasi dan kegunannya.
Berikutnya, seseorang harus mampu memantau emosi secara reflektif dalam
hubungan diri sendiri dan dengan orang lain. Selalu berpikir positif dan
merefleksikan hanya untuk meluapkan amarah saja dan tidak untuk mendendam.
Ada contoh sebuah kasus yang dialami
seseorang yang berkebangsaan Indonesia, yang bernama Doni, ia seorang mahasiswa
psikologi di suatu perguruan tinggi negri yang tidak dapat melanjutkan
kuliahnya karena kekurangan biaya.
Dalam kasus ini, Doni dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi apabila ia dapat mengendalikan diri terhadap keadaan yang menimpanya, sehingga ia mampu memotivasi dirinya untuk bangkit dari keadannya. Walaupun terasa berat, tetapi Doni akan mencapai kecerdasan emosinya apabila ia dapat bertahan dan tidak menggunakan emosi yang berlebihan. Mungkin dengan jalan lain Doni dapat bekerja atau mencari penghasilan untuk menutupi kekurangan biayanya. Apabil Doni tidak putus asa dan berhasil menghadapi kecerdasannya dengan baik, maka ia dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi, karena Doni memiliki ciri-ciri dari kecerdasan emosi, yaitu mampu memotivasi diri, tahan terhadap frustasi dan mampu mengendalikan diri. Stress dan masalah yang dihadapi dirinya tidak menyebabkan kemampuan berpikirnya melemah dan tidak membuatnya patah semangat ataupun malas belajar dalam melanjutkan pendidikannya
Dalam kasus ini, Doni dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi apabila ia dapat mengendalikan diri terhadap keadaan yang menimpanya, sehingga ia mampu memotivasi dirinya untuk bangkit dari keadannya. Walaupun terasa berat, tetapi Doni akan mencapai kecerdasan emosinya apabila ia dapat bertahan dan tidak menggunakan emosi yang berlebihan. Mungkin dengan jalan lain Doni dapat bekerja atau mencari penghasilan untuk menutupi kekurangan biayanya. Apabil Doni tidak putus asa dan berhasil menghadapi kecerdasannya dengan baik, maka ia dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi, karena Doni memiliki ciri-ciri dari kecerdasan emosi, yaitu mampu memotivasi diri, tahan terhadap frustasi dan mampu mengendalikan diri. Stress dan masalah yang dihadapi dirinya tidak menyebabkan kemampuan berpikirnya melemah dan tidak membuatnya patah semangat ataupun malas belajar dalam melanjutkan pendidikannya