Makalah Tinjauan Geometri Menurut Filsafat Matematika (BAB II)
PEMBAHASAN
A. Permulaan Geometri
Pada awalnya geometri yang lahir dan
berkembang di Mesir dan Babilonia merupakan sebuah hasil dari keinginan dan
harapan para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa itu. Hal ini dimaksudkan
untuk bisa mendirikan bangunan yang kokoh dan besar. Teknik-teknik geometri
yang berkembang pada masa itu pada umumnya masih kasar dan bersifat intuitif,
akan tetapi cukup akurat dan dapat memenuhi kebutuhan perhitungan. Berbagai
fakta tentang teknik-teknik geometri saat itu termuat dalam Ahmes Papirus yang
ditulis lebih kurang tahun 1650 SM dan ditemukan pada abad ke-9. Dalam Papirus
ini terdapat formula tentang perhitungan luas daerah suatu persegipanjang,
segitiga siku-siku, trapesium yang mempunyai kaki tegak lurus dengan alasnya,
serta formula tentang pendekatan perhitungan luas lingkaran.
Matematikawan yang pertama kali tidak puas terhadap metode yang didasari
semata-mata pada pengalaman adalah Thales (640 – 546 SM). Sehingga masyarakat sekarang menghargai Thales sebagai orang yang
selalu berkata ”Buktikan itu!” dan bahkan ia selalau melakukan pembuktian
tersebut (Wakyudin, 2004: 137).
Sepeninggal Thales muncullah Pythagoras (582 – 507 SM) berikut pengikutnya
yang dikenal dengan sebutan Pythagorean melanjutkan lengkah Thales. Para
Pythagorean menggunakan metode pembuktian untuk membuktikan Teorema Pythagoras
dan teorema-teorema jumlah sudut dalam suatu poligon, sifat-sifat dari
garis-garis yang sejajar, teorema tentang jumlah-jumlah yang tidak dapat
diperbandingkan, serta teorema tentang lima bangun padat beraturan.
Hasil kerja dan prinsip Thales telah menandai awal dari sebuah era kemajuan
matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif sebagai alasan logis yang
dapat diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk menurunkan teorema dari
postulat dan selanjutnya untuk disusun pernyataan baru yang logis. Pengembangan
pembuktian deduktif mencapai puncaknya dengan lahirnya buku karya Euclid yang
diberi judul Element.
Element menjadi sebuah karya yang maha penting dalam sejarah masyarakat
dunia yang kebanyakan dari pekerjaan itu bersifat oroginal, sebagai
metode deduktif dengan mendemonstrasikan sebagaian besar pengetahuan yang
diperlukan melalui penalaran. Teorema ke-5 dalam buku ini cukup dikenal, yaitu
sudut alas dalam sebuah segitiga samakaki (isosceles) adalah kongruen.
Metode yang sekarang lebih sering digunakan untuk membuktikan teorema ini
memerlukan konstrukti suatu garis bagi sudut melalui titik sudutnya.
Dalam buku Element, Euclid menulis banyak pembuktian dari teori-teori yang
sudah terkenal. Karya Euclid sangat berpengaruh sampai saat ini sehingga dalam
geometri untuk garis, titik, bentuk, dan bidang-bidang namanya digunakan
sebagai ”geometri Euclid”.
Demikian selanjutnya, selama lebih kurang empat abad terakhir Element telah
mengalami kritikan dan pujian hingga lambat laun lebih disempurnakan. Hasil
dari berbagai penyempurnaan itu lahirlah geometri analitik, geometri projektif,
topologi, geometri non-Euclid, logika, dan kalkulus.
B.
Tujuan, Ruang
Lingkup dan Objek Geometri
Geometri merupakan salah satu
aspek mata pelajaran Matematika di sekolah, di samping aspek bilangan, aljabar,
statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus. Salah satu tujuan diajarkannya geometri di sekolah, menurut Suydan dalam
Kusni (1999 : 3) adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis. Berkaitan dengan
tujuan ini, pengenalan geometri mempunyai tujuan dasar untuk memberikan
kesempatan siswa menganalisis lebih jauh dunia tempat hidupnya serta memberikan
sejak dini landasan berupa konsep-konsep dan peristilahan yang diperlukan pada
pendidikan jenjang berikutnya. Menurut Kusni, dengan mempelajari geometri
sekaligus dapat menumbuhkembangkan kesenangan intelektual yang sesungguhnya
terhadap matematika.
Geometri menjadi materi penting
karena melibatkan kemampuan kognitif siswa. Soemadi (2000:1) mengatakan bahwa
pada dasarnya tujuan geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis,
mengajar membaca dan menginterprestasikan argumen-argumen matematika,
menanamkan pengetahuan (geometri) yang diperlukan untuk studi lanjut dan
mengembangkan kemampuan keruangan.
Idealnya, pembelajaran geometri
tidak hanya mencakup aspek-aspek formal yang diperlukan untuk sekolah menengah,
melainkan juga memfokuskan pada lingkungan fisik siswa. Siswa diberi kesempatan
menyelidiki, mencoba, menemukan, menduga berbagai ide, dan didorong untuk
merumuskan pernyataan yang tepat, logis, serta memeriksa kebenaran kesimpulan.
Permasalahan yang kemudian muncul
dalam pembelajaran geometri diantaranya adalah berkaitan dengan objek geometri
adalah benda-benda pikir yang abstrak, sedangkan tingkat perkembangan berpikir siswa
berpikir secara kongkret.
Menurut Piaget dalam Ruseffendi
(1994 : 19), tahap pertama anak belajar geometri adalah topologis. Mereka belum
mengenal jarak, belum mengenal kelurusan, dan semacamnya. Mereka baru mengenal apakah
sesuatu itu ada di dalam atau ada di luar. Demikian pula pada tahap berpikir
kongkrit ke bawah anak-anak masih memerlukan bantuan benda-benda kongkret.
Menurut Van Hiele dalam Ruseffendi, berdasarkan hasil penemuannya mengemukakan
bahwa siswa belajar geometri melalui 5 tahap : pengenalan, analisis,
pengurutan, deduksi, dan keakuratan. Agar siswa belajar geometri dengan
mengerti, mereka harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah terlebih dahulu.
Memperhatikan tingkat
perkembangan berpikir siswa dari berpikir secara kongkret menuju tingkat
berpikir abstrak, maka teknik pembelajaran pada masing-masing jenjang
pendidikan menjadi berbeda. Sedangkan ruang
lingkup materi geometri tersebut mungkin bisa sama. Misalnya materi bangun
datar, telah dipelajari dari jenjang SD, SMP, SMA, dan hingga perguruan tinggi
terus berkembang menjadi geometri analit datar. Ruang lingkup materi tentang
bangun datar, akan tetapi cara penyampaian dan tingkat kedetailannya berbeda
dari satu jenjang ke jenjang berikutnya.
Secara umum ruang lingkup
geometri adalah mengenai garis dan sudut, bangun-bangun datar, bangun-bangun
ruang, kesimetrian, kesebangunan, kekongruenan, dan geometri analitis. Dalam
perkembangannya, geometri seperti lebih merujuk ke bentuk-bentuk yang sudah pasti
seperti segitiga, segiempat, lingkaran, bangun ruang seperti kubus, balok,
prisma, bola dan sebaginya. Di dalam bentuk-bentuk ini terdapat rumus-rumus
yang mendasarinya. Termasuk juga penerapannya dalam sistem koordinat Cartesius
baik untuk dimensi dua ataupun dimensi tiga.
Geometri menempati posisi khusus
dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang
termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian
abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran
dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan
pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram,
sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan
untuk mempelajari struktur matematika. Usiskin mengemukakan bahwa :
1.
Geometri adalah
cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2.
Geometri adalah
cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia
nyata,
3.
Geometri adalah
suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4.
Geometri adalah
suatu contoh sistem matematika.
Tujuan
pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai
kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi
secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto
menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan
pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta
menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
C.
Filsafat
Matematika dan Tinjauan Geometri
Menurut Gie dalam Dwin Gideon
(2004 : 216), filsafat matematika merupakan sudut pandang yang menyusun dan
mempersatukan pelbagai bagian dan kepingan matematik berdasarkan beberapa asas
dasar. Persoalan dalam filsafat
matematika dapat diperinci menjadi tujuh persoalan sebagai bertikut:
1. Epistemologi
matematik, yang menelaah matematika berdasarkan berbagai segi pengetahuan
seperti kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas, asumsi dan landasan.
2. Ontologi matematik, yang mempersoalkan cakupan pernyataan matematik sebagai
dunia nyata atau bukan.
3. Metodologi matematik, yang menelaah metode khusus yang dipergunakan dalam
matematika.
4. Struktur logia matematik, yang membahas matematika sebagai struktur yang
bercorak logis, yaitu struyktur yang tunduk pada kaidah logika (law of logic),
dan yang mencapai kesimpulan logis (logical conclusions) tanpa
menghiraukan keadaan dunia empirik.
5. Implikasi etis matematis, yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan
oleh penggunaan matematika dalam pelbagai bidang kehidupan, yang dipandang dari
sudut pandang etika.
6. Aspek estetis matematik, yang berkaitan dengan ciri seni dan keindahan
matematika, yang diukur berdasarkan orisinalitas ide, kesederhanaan dalil, dan
kecemerlangan pemikiran; dan
7. Peranan matematik dalam sejarah peradaban, yang meliputi analisis,
deskripsi, evaluasi, dan interpretasi tentang peranan matematik dalam peradaban
sejak zaman kuno hingga abad modern.
Pada geometri,
hal yang berhubungan dengan dengan filsafat adalah keberadaan objeknya. Hal ni
berhubungan dengan persoalan tentang ”ada”, sehingga berada pada ranah
ontologi. Matematika ditinjau dari aspek ontologi, dimana aspek ontologi telah
berpandangan untuk mengkaji bagaimana mencari inti yang yang cermat dari setiap
kenyataan yang ditemukan, membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh
kita ingin tahu, menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental. Pembahasan geometri meliputi benda-benda abstrak sebagai objeknya.
Pada kenyataannya, benda-benda abstrak tersebut dapat dimodelkan dengan
benda-benda kongkret sebagai objek pengamatan, khususnya pada tahap awal
pembelajaran tentang geometri di SD ataupun SMP. Pemodelan tersebut tetap harus
memperhatikan batasan-batasan atau definisi atau pengertian dari benda-benda
geometri yang dimaksud. Sehingga upaya
mengkongkretkan banyalah untuk mempermudah dalam penginderaan dan diarahkan
untuk tidak merancukan atas definisi atau pengertian benda-benda geometri yang
sebenarnya. Dengan pengamatan inderawi, para subjek pembelajar diharapkan
memahami pengetahuan melalui pengenalan dan pengertian. Pada akhirnya diarahkan
untuk memahami objek geometri sebenarnya yang bersifat abstrak dan hanya ada di
alam pikiran.
Pada ranah
epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita
untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang
kongkrit, kontektual, dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara
akurat. Perkembangan struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang
diperoleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi. Penalaran matematika
adalah penalaran induktif dan deduktif . Berpikir induktif diartikan sebagai
berpikir dari hal-hal khusus menuju umum, berpikir deduktif diartikan sbagai
berpikir dari hal khusus menuju umum. Dalam geometri upaya memahami hal-hal
yang abstrak guna memperoleh penyelesaian dilakukan melalui pembelajaran yang
kontekstual dan pemodelan yang lebih kongkret. Pada asal mula lahirnya
geometri, berawal dari upaya untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah
kongkret dalam kehidupan manusia. Berawal dari keinginan untuk membuat bangunan
yang megah dan indah, mempermudah pengukuran, mengakuratkan perhitungan, dan
menyelesaikan masalah keruangan lainnya.
Sifat alami
geometri yang abstrak berkaitan dengan bangun-bangun pada matematika, berawal
dari persoalan nyata kehidupan manusia. Sehingga hubungan antara realitas dan
penyusunan pengertian manusia berhubungan erat dengan fenomenologi. Menurut
Edmund Hussrel dalam Dwin Gideon (2004 : 217), seluruh ciri benda yang masuk ke
dalam kesadaran sebagai fenomena. Fenomena bersifat intensional, yang berarti
selalu berhubungan dengan struktur kesadaran. Kesadaran senantiasa terarah
menampakkan diri, sehingga terjadi korelasi antara kesadaran dengan fenomena.
Di dalam
kesadaran, fenomena berwujud sebagai perwakilan atas objek. Sartre menamakan
perwakilan atas objek di dalam kesadaran dengan istilah imaji. Konsep imaji
Sartre mempunyai dasar pengertian pada fenomena dan konstitusi Husserl, yang
terlihat pada penjelasan :
“Dengan demikian kata imaji hanya menunjukkan hubungan kesadaran dengan
obyek; dengan perkataan lain, imaji berarti cara di mana objek menampakkan
dirinya dalam kesadaran, atau suatu cara dimana kesadaran menghadirkan objek untuk
kesadaran itu sendiri” (Sartre dalam Dwin Gideon, 2004 : 218).
Imaji dalam
kesadaran mempengaruhi proses kognitif terhadap keberadaan objek yang tidak
bersifat tunggal. Di saat indera menangkap objek geometri atau pemodelannya,
persepsi akan menangkap keseluruhan objek sesuai dengan setyiap imaji dan
menghasilkan imaji tentang onjek yang dilihat beserta keadaan lain seperti
sifat-sifatnya. Sehingga di saat berhadapan dengan objek geometri yang
sebenarnya (abstrak) yang memiliki kesamaan ciri-ciri dengan hasil pengamatan
sebelumnya, kesadaran akan membentuk imaji dari objek geometri tersebut.
Berdasarkan gagasan tentang imaji, objek-objek tersebut mendapati landasan
ontologinya.
Geometri
sebagai ilmu abstrak, dalam perlembangannya berperan besar terhadap kemajuan
teknologi untuk memecahkan masalah praktis dan moral. Sehingga disamping
mendapati landasan ontologinya, geometri dengan mudah juga akan mendapati
landasan aksiologinya.
Aksiologi yaitu
nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang
mengembangkan ilmu. Aksiologi merupakan filsafat nilai, menguak baik buruk,
benar-salah dalam perspektif nilai. Aksiologi matematika sendiri terdiri dari
etika yang membahas aspek kebenaran, tanggungjawab dan peran matematika dalam
kehidupan, dan estetika yang membahas mengenai keindahan matematika dan
implikasinya pada kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama
seni dan budaya dalam kehidupan. Jadi, jika ditinjau dari aspek aksiologi,
matematika seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak memberikan
kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika.
Dimulai dengan
pertanyaan dasar untuk apa penggunaan pengetahuan ilmiah? Apakah manusia makin
cerdas dan makin pandai dalam mencapai kebenaran ilmiah,maka makin baik pula
perbuatannya. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi maka pemenuhan kebutuhan dapat
diperoleh secara cepat, tepat dan mudah. Tetapi ada juga yang menimbulkan
bencana bagi manusia seperti perang, senjata nuklir dan lain-lain.
Bagaimana batas
wewenang penelitian keilmuwan dan kemana perkembangan ilmu harus diarahkan,
harus ditampakkan interaksi ilmu dan moral. Dari ilmu yang abstrak berubah
menjadi teknologi untuk memecahkan masalah praktis dan moral. Begitu juga
matematika kita mempelajarinya secara abstrak tetapi dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai ilmu pengetahuan. Manusia adalah makhluk yang
berpikir artinya manusia selalu berpikir/memikirkan masalah secara rasional
(pemikiran logis). Sikap seorang ilmuwan didasarkan pada etika dan agama
berarti tanggungjawab terhadap Tuhan, masyarakat dan diri sendiri. Berkaitan
dengan hal tersebut matematika dipandang sebagai ilmu abstrak yang tidak bebas
nilai dan moral, sehingga hasil pemikiran seorang matematikawan bisa bermanfaat
bagi umum. Tidak dapat menerima sesuatu
dengan asal-asalan tetapi harus dipikir secara mendalam dan teliti.
Geometri
sebagai aspek dari matematika tidak dapat hanya dipandang sebagai bagian dari
matematika. Hal ini karena adanya keterkaitan antar aspek yang satu dengan yang
lain dalam matematika untuk secara bersama-sama memberikan sumbangan dalam
kemajuan ilmu dan teknologi. Geometri bersama matematika bertujuan untuk :
1. Melatih cara berfikir dan benalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan,
perbedaan, konsisten dan inkonistensi,
2. Mengembangkan
aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan
pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan,
serta mencoba-coba,
3.
Mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah, dan
4.
Mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi atau memgkomunikasikan gagasan melalui
pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, dalam menjelaskan gagasan.
Sedangkan
nilai-nilai matematika dapat dilihat pada penggunaanya seperti :
1. Digunakan dalam bidang sains dan teknik,
2.
Untuk
penelitian masalah tingkah laku manusia,
3.
Membantu
manusia dalam berdagang dan bidang perekonomian,
4.
Ilmu
matematikan juga digunakan dalam bidang komputer,
5.
Membantu
manusia berpikir secara matematis dan logis, dan
6. Dengan bilangan, manusia dapat menentukan kuantitas.
Pada aspek
estetika yang membahas mengenai keindahan geometri dan implikasinya pada
kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya pada
kehidupan. Banyak bangunan megah dan indah dihasilkan dari penerapan geometri
pada bidang arsitektur. Bentuk geometris dalam sebuah perumahan modern
menunjukkan area-area yang melingkar, garis lurus, konstruksi atap yang
berbentuk segitiga, kotak-kotak yang rapi ataupun halaman rumah berbentuk
persegipanjang, dan banyak bangun yang simetris terhadap suatu garis. Alam
sendiri sama sederhananya dalam hal kesimatrian dan keindahannya, seperti
halnya dalam sayap kupu-kupu yang memiliki bentuk identik. Bentuk-bentuk
seperti lingkaran, persegipanjang, spiral, dan segitiga bisa kita temukan dalam
peninggalan bangsa-bangsa prasejarah, meskipun sebenarnya pola-pola ini telah
ada di alam sebelum manusia pertama tercipta. Lompatan pemahaman mengenai
geometris merupakan hal yang benar-benar penting dalam sejarah matematika, juga
dalam membuat landasan dari teori-teori spektakuler mengenai pergerakan planet-planet,
perspektif, dan sebagainya.
Titik-titik, garis-garis, , sudut-sudut, dan bidang-bidang dijadikan sebagai dasar dari bentuk-bentuk geometris. Ketertarikan orang-orang Yunani terhadap geometri memulai sebuah renovasi dalam matematika. Misalnya, dalam sarang lebah madu, kristal-kristal, dan atom. Keduanya juga digunakan dalam bangunan-bangunan yang kita dirikan, mulai dari jembatan-jembatan besar sampai dengan satelit-satelit yang mengorbit ke bumi.
Titik-titik, garis-garis, , sudut-sudut, dan bidang-bidang dijadikan sebagai dasar dari bentuk-bentuk geometris. Ketertarikan orang-orang Yunani terhadap geometri memulai sebuah renovasi dalam matematika. Misalnya, dalam sarang lebah madu, kristal-kristal, dan atom. Keduanya juga digunakan dalam bangunan-bangunan yang kita dirikan, mulai dari jembatan-jembatan besar sampai dengan satelit-satelit yang mengorbit ke bumi.