Artikel Akuntansi Syariah (Pembahasan)
Dasar Hukum Akuntansi Syari’ah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran,
Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu
peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan
Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus
yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi
Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu
sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan
Akuntansi tersebut.
Sekilas Tentang Akuntansi Syari’ah
Dari
sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba
mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran
atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account,
perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan
laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan
dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran
dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam
hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah
Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah
kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran
dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga
menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba
perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan
adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari
bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah
manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa
saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya,
sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk
itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan
beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari
dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam
Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang
dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah
dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk
pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah
Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Persamaan Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan
Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan
prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan
prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan
pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan
prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan
prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan
kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan
penjelasan atau pemberitahuan.
Perbedaan Akuntansi Syari’ah
dengan Akuntansi Konvensional
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein
Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat
pada hal-hal sebagai berikut:
- Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
- Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
- Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai;
- Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Praktek Akuntansi
Pemerintahan Islam
1. Pada zaman Rasulullah SAW cikal bakal
akuntansi dimulai dari fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan
penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000);
2. Pemerintahan Rasulullah SAW memiliki 42
pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri(Hawary,
1988);
3. Perkembangan pemerintahan Islam hingga
Timur Tengah, Afrika, dan Asia di zaman Umar bin Khatab, telah meningkatkan
penerimaan dan pengeluaran negara;
4. Para sahabat merekomendasikan perlunya
pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaaan dan pengeluaran negara;
5. Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang
bernama Diwan (dawwana = tulisan);
6. Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan
dikembangkan oleh Umar bin Abdul Aziz (681-720M) dengan kewajiban mengeluarkan
bukti penerimaan uang (Imam, 1951);
7. Al Waleed bin Abdul Malik (705-715M)
mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti
sebelumnya (Lasheen, 1973);
8. Evolusi perkembangan pengelolaan buku
akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah;
9. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa
spesialisasi seperti Akuntansi peternakan, Akuntansi pertanian, Akuntansi
perbendaharaan, Akuntansi konstruksi, Akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku
/ auditing (Al-Kalkashandy, 1913);
10. Sistem pembukuan menggunakan model buku
besar, meliputi :
a. Jaridah Al-Kharaj (menyerupai receivabale subsidiary ledger),
menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta utang hewan
ternak dan cicilan. Utang individu dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran
di kolom yang lain (Lasheen, 1973);
b. Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran);
c. Jaridah Al Mal (Jurnal Dana), mencatat
penerimaan dan pengeluaran dana zakat;
d. Jaridah Al Musadareen, mencatat penerimaan
denda / sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi.
11. Laporan Akuntansi yang berupa :
a. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan
pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981);
b. Al Khitmah Al Jame’ah, laporan keuangan
komprehensif gabungan antara income
statement dan balance sheet
(pendapatan, pengeluaran, surplus / defisit, belanja untuk aset lancar maupun
aset tetap), dilaporkan pada akhir tahun;
12. Dalam perhitungan dan penerimaan zakat. Utang
zakat diklasifikasikan pada laporan keuangan dalam 3(tiga) kategori yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts (Al-Khawarizmi,
1984).
KESIMPULAN
Dari paparan di
atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah
Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan
sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan,
analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam
menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Selain dari itu
melalui uraian di atas dapat kita ketahui bersama, bahwa konsep Akuntansi Islam
jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah
membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi
Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan
lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an.
“……… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.” (QS.An-Nahl/ 16:89)
Akhir kata saya
mohon maaf yang sebesar-sebesarnya bila dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan, wabillahi
taufik wal hidayah wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
REFERENSI
Departemen Agama
Republik Indonesia. 1989. Al Qur’an dan
Terjemahannya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an. Jakarta.
Triyuwono, Iwan dan Moh. As’udi. 2001. Akuntansi Syari’ah : Memformulasikan Konsep
Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Salemba Empat. Jakarta.