Model Evaluasi CIPP
Sebelum
membahas model evaluasi CIPP terlebih dahulu akan dibahas masalah evaluasi: Secara harfiah, evaluasi berasal dari
bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab disebut al-Taqdir
diartikan sebagai penilaian. Menurut istilah, evaluasi diartikan sebagai: “evaluation
refer to the act or process to determining the value of something” (suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu). Seorang ahli evaluasi yang bernama
Stufflebeam dalam Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi
pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi
pembelajaran adalah kegiatan untuk mengumpulkan sejumlah informasi tentang
proses pembelajaran sehingga dapat diambil keputusan yang tepat sasaran untuk
perbaikan proses pembelajaran selanjutnya. Sedangkan fungsi evaluasi adalah
1. Perbaikan pada tujuan pencapaian pada
setiap materi pelajaran.
2. Perbaikan/perubahan pada metode mengajar
yaitu penyesuaian metode dan bahan ajar.
3. Landasan untuk menilai hasil usaha anak
didik.
4. Landasan untuk menentukan posisi dan
status anak didik dalam kelompoknya serta menetapkan apakah anak didik
dinyatakan naik kelas atau tidak, lulus atau tidak lulus.
5. Pedoman untuk mencari dan menemukan jalan
keluar bagi anak didik yang memerlukan.
Hasil evaluasi kemudian dilaporkan dan
dijadikan acuan dalam pengambilan langkah perbaikan terhadap hal-hal yang
dianggap kurang.
CIPP Evaluation Model merupakan suatu model evaluasi yang telah
dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan pada tahun 1967 di Ohio State
University. CIPP
merupakan sebuah singkatan dari empat buah kata, yaitu:
1. Context evaluation : Evaluasi terhadap konteks
2. Input evaluation :
Evaluasi terhadap masukan
3. Process evaluation : Evaluasi
terhadap proses
4. Product evaluation : Evaluasi
terhadap hasil.
Keempat kata yang menyusun CIPP merupakan
sasaran evaluasi. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang
memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Dengan demikian, jika
seorang guru akan mengevaluasi program pembelajarannya menggunakan model
evaluasi CIPP maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program pembelajaran
tersebut berdasarkan komponen-komponennya. Berikut akan dijelaskan
komponen-komponen model evaluasi CIPP dan penerapannya dalam pembelajaran
khususnya penerapannya dalam pembelajaran matematika.
1. Context
Evaluation (evaluasi terhadap konteks)
Evaluasi
konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang
tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani dan tujuan program. Untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang lingkungan dan kesenjangan
antara hal atau kondisi nyata dengan kondisi yang diinginkan, maka perlu
dilakukan analisis kebutuhan. Sasarannya adalah siswa dan kelas serta guru
sebagai pelaksananya Tiga langkah penting yang dilakukan oleh guru inovatif
dalam menyiapkan rencana pembelajaran yang memasukkan unsur analisis kebutuhan
adalah:
a. Ketika
diserahi tugas mengajar dan akan mulai melaksanakan tugas maka seorang guru
harus memusatkan perhatian ke arah pencapaian tujuan lalu materi yang menunjang
tujuan.
b. Setelah terpilih materi yang akan
diajarkan, guru menelaah kembali materi terpilih tersebut, untuk dicocokkan
dengan kebutuhan siswa.
c. Pada langkah ketiga, setelah guru yakin
betul bahwa materi yang dipilih sudah memenuhi kebutuhan siswa yang akan
diajar. Lalu menentukan strategi yang tepat untuk menyampaikan materi tersebut.
Meliputi pemilihan cara atau metode, pengelolaan kelas dan media yang digunakan
untuk mendukung penyampaian.
2. Input
Evaluation (evaluasi terhadap masukan)
Tahap kedua
dari model CIPP adalah evaluasi masukan. Maksud dari evaluasi masukan adalah
kemampuan awal siswa dan sekolah dalam menunjang sebuah program. Siswa adalah
subjek yang menerima pelajaran. Ada siswa yang pandai, kurang pandai dan tidak
pandai. Setiap siswa mempunyai bakat intelektual, emosional, sosial dan
lain-lain yang sifatnya khusus. Guru harus mampu mengenal kekhususan siswanya
agar mampu memberikan pelayanan, pendidikan dan administrasi secara tepat.
Aspek yang perlu diketahui dari siswa yang akan diajar adalah:
a.
Kemampuan intelektual siswa
b.
Bakat siswa
c. Keadaan fisik misalnya kesehatan,
kekebalan dan kerentanan.
3. Process
Evaluation (evaluasi terhadap proses)
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk
pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who)
orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan
akan selesai. Dalam evaluasi CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh
kegiatan yang dilaksanakan dalam program sudah terlaksana sesuai dengan
rencana. Oleh Stufflebeam diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai
berikut:
a. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan
jadwal?
b. Apakah staf yang terlibat di dalam proses
pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung
dan kemungkinan jika dilanjutkan?
c. Apakah sarana dan prasarana yang
disediakan dimanfaatkan secara maksimal?
d. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai
selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan?
Berdasarkan
penjelasan dari Stufflebeam di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dijadikan objek penelitian evaluasi proses ini adalah penilaian proses belajar
mengajar yang terjadi di kelas dan guru dan siswa sebagai sumber datanya.
Penilaian proses
belajar mengajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar
yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Dalam penilaian ini dilihat sejauh mana keefektifan dan efisiensinya dalam
mencapai tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku siswa. Penilaian terhadap hasil belajar semata-mata, tanpa menilai proses,
cenderung melihat siswa sebagai kambing hitam kegagalan pendidikan. Padahal
tidak mustahil kegagalan siswa itu disebabkan oleh lemahnya proses
belajar-mengajar dimana guru merupakan penanggung jawabnya. Di lain pihak,
pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang tampak pada siswa harus merupakan akibat
dari proses belajar mengajar yang dialaminya. Setidak-tidaknya apa yang dicapai
oleh siswa merupakan akibat dari proses
yang ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan
oleh guru dalam proses mengajarnya.
Dimensi penilaian
proses belajar mengajar berkenaan dengan komponen-komponen yang membentuk
proses belajar mengajar dan
komponen-komponen itu adalah:
a. Tujuan instruksional. Komponen tujuan
instruksional meliputi aspek-aspek ruang lingkup tujuan, abilitas yang
terkandung di dalamnya, rumusan tujuan, tingkat kesulitan pencapaian tujuan,
kesesuaian dengan kemampuan siswa, jumlah dan waktu yang tersedia untuk
mencapainya, kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku, keterlaksanaannya dalam
pelajaran.
b. Bahan pengajaran. Komponen bahan pengajaran
meliputi kesesuaian bahan dengan tujuan,
tingkat kesulitan bahan, kemudahan memperoleh dan mempelajarinya, daya gunanya
bagi siswa, keterlaksanaannya sesuai dengan waktu yang tersedia, sumber-sumber
untuk mempelajarinya, cara mempelajarinya, kesinambungan bahan, relevansi bahan
dengan kebutuhan siswa, prasyarat mempelajarinya.
c. Siswa. Komponen siswa meliputi kemampuan
prasyarat, minat dan perhatian, motivasi, sikap, cara belajar, kebiasaan
belajar, kesulitan belajar, fasilitas belajar yang dimiliki, hubungan sosial
dengan teman sekelas, masalah belajar yang dihadapi, karakteristik dan
kepribadian, kebutuhan belajar, identitas siswa dan keluarganya yang erat
kaitannya dengan pendidikan di sekolah.
d. Guru. Komponen guru yang
meliputi penguasaan mata pelajaran, keterampilan mengajar, sikap
keguruan, pengalaman mengajar, cara mengajar, cara menilai, kemauan
mengembangkan profesinya, keterampilan berkomunikasi, kepribadian, kemauan dan
kemampuan memberikan bimbingan kepada siswa, hubungan dengan siswa dan dengan
teman sejawatnya, penampilan dirinya, keterampilan lain yang diperlukan.
e. Alat dan sumber belajar. Komponen alat dan
sumber belajar meliputi jenis alat dan jumlahnya, daya guna, kemudahan
pengadaannya, kelengkapannya, manfaatnya bagi siswa dan guru, cara
menggunakannya. Dalam alat dan sumber
belajar ini termasuk alat peraga, buku sumber, laboratorium dan
perlengkapan belajar lainnya.
f. Penilaian. Komponen penilaian meliputi
jenis alat penilaian yang digunakan, isi dan rumusan pertanyaan, pemeriksaan
dan interpretasinya, sistem penilaian yang digunakan, pelaksanaan penilaian, tindak
lanjut hasil penilaian, pemanfaatan hasil penilaian, administrasi hasil
penilaian, tingkat kesulitan soal, validitas dan reliabilitas soal penilaian,
daya pembeda, frekuensi penilaian dan perencanaan penilaian.
Penilaian setiap
komponen bukan hanya keberadaannya, tetapi juga keterkaitan aspek-aspek yang
ada pada setiap komponen dan keterkaitan antar komponen itu sendiri. Sebagai
contoh, menilai aspek-aspek yang terdapat dalam komponen guru harus dilihat
hubungannya dengan komponen siswa, bahan dan tujuan pengajaran. Demikian pula
menilai komponen penilaian tidak terpisahkan dari komponen tujuan, bahan, siswa
dan guru.
4. Product
Evaluation (evaluasi terhadap hasil)
Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada
hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Yang
dimaksud masukan mentah adalah siswa yang akan dievaluasi dengan menggunakan
model evaluasi CIPP. Klasifikasi hasil belajar menurut Benjamin, S. Bloom dalam
Nana Sudjana dibagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan
ranah psikomotorik. Indikator ketiga ranah tersebut adalah:
a.
Ranah
Kognitif
1) Pengetahuan menekankan pada proses mental
dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah
siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh
sebelumnya. Informasi yang dimaksud
di sini adalah simbol-simbol matematika, terminology, peristilahan,
fakta-fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip.
2) Pemahaman. Dalam tingkatan ini siswa
diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan
beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain
dan segala implikasinya.
3) Penerapan adalah kemampuan kognisi yang
mengharapkan siswa mampu mendemonstasikan pemahaman mereka berkenaan dengan
sebuah abstraksi matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika mereka
diminta untuk itu. Untuk menunjukkan kemampuan tersebut, seorang siswa harus
dapat memilih dan menggunakan apa yang mereka telah miliki secara tepat sesuai
dengan situasi yang ada dihadapannya.
4) Analisis adalah kemampuan untuk memilah
sebuah struktur informasi ke dalam komponen-komponen sedemikian hingga hierarki
dan keterkaitan antar idea dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.
Analisis berkaitan dengan pemilahan materi ke dalam bagian-bagian, menemukan
hubungan antar bagian dan mengamati pengorganisasian bagian-bagian.
5) Sintesis. Dalam matematika, sintesis
melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian konsep-konsep dan
prinsip-prinsip matematika untuk mengkreasikannya menjadi struktur matematika
yang lain dan berbeda dari yang sebelumnya.
6) Evaluasi adalah kegiatan membuat penilaian
berkenaan dengan sebuah ide, kreasi, cara atau metode.
b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan
nilai. Tipe hasil belajar tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru
dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.
c. Ranah Psikomotoris. Tipe hasil belajar
ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak
setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya
tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam
kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku.
Bentuk-bentuk penilaian untuk evaluasi
produk atau hasil adalah:
a. Alat ukur kognitif siswa adalah tes. Tes
terbagi atas dua yaitu tes uaraian dan tes objektif.
1) Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut
siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberi alasan dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
tuntunan pertanyaan dengan menggunakan
kata-kata sendiri.
2) Tes objektif adalah tes yang dalam
pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Macam-macam tes objektif adalah
tes benar salah, tes pilihan ganda, menjodohkan dan tes isian.
b. Alat ukur penilaian afektif dan psikomotorik
adalah observasi langsung terhadap kemampuan kerjasama, inisiatif dan
perhatian, pertanyaan langsung kepada siswa dan laporan pribadi siswa kepada
gurunya (self assesment).