Model Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Pembelajaran Matematika
Pengajaran Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam
era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga,
informasi lebih mudah diperloleh, hendaknya siswa aktif berpartisipasi
sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa didalam proses
belajar. Keaktifan disini berarti keaktifan mental walaupun untuk maksud ini
sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung keaktifan fisik dan tidak
nya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya mengandalakan
satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan
komunikasi dengan guru, membuat kondisi kelas yang tidak aktif sehingga
berpulang pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya usaha untuk
menimbulkan keaktifan dengan mengadakan komunikasi yaitu guru dengan siswa dan
siswa dengan rekannya. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan adalah kooperatif tipe jigsaw.
Model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan suatu pembelajaran yang dirancang oleh guru, dimana
siswa belajar secara kelompok kecil, yang terbagi atas kelompok asal dan
kelompok ahli (Counterpart Group), dengan tujuan setiap siswa mengetahui dengan
benar materi yang dipelajari bersama, dengan langkah-langkah tertentu.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk
di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif
dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari
materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok
yang lain. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok
seyogyanya heterogen, baik dan segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya.
Dengan
demikian, cara yang efektif untuk
menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat kelompok-kelompok itu.
Jika siswa dibedakan membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih
teman-teman yang sangat disukainya misalnya sesame jenis, sesama etnik, dan
sama dalam kemampuan. Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok dalam
homogen dan seringkali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok manapun. Oleh
karena itu, memberikan kebebasan siswa untuk membentuk kelompok sendiri
bukanlah cara yang baik, kecuali guru membuat batasan-batasan tertentu sehingga
dapat menghasilkan kelompok yang heterogen. Menurut Soejadi oleh Isjoni
mengemukakan jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin besar dapat
mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antara para anggotanya.
Keunggulan
kooperatif tipe jigsaw meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka
juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain.Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan
Dalam
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok
asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota
kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang.
Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana
yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan
untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota
kelompok asal.
Para
anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam
kelompok ahli untuk berdiskusi dan
membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta
membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran
guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah
untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota
kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman
sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok
ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan
saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima
oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe jigsaw ini adalah
interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi
yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja
sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan
masalah yang diberikan.
Jigsaw
didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri
juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling membantu) terhadap
teman sekelompoknya. Pada akhir pembelajaran diberikan tes kepada siswa secara
individual. Kunci pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota
kelompok yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat
mengerjakan tes dengan baik.
Pada
tahap ini siswa akan banyak menemui permasalahan yang tahap kesukarannya
bervariasi. Pengalaman seperti ini sangat penting terhadap perkembangan mental
anak. Piaget dalam Ruseffendi oleh Isjoni menyatakan “…. Bila menginginkan
perkembangan mental maka lebih cepat masuk kepada tahap yang lebih tinggi,
supaya anak diperkaya dengan banyak pengalaman”. Lebih lanjut Ruseffendi
mengemukakan kecerdasan manusia dapat ditingkatkan hingga batas optimalnya
dengan pengayaan melalui pengalaman.
Pada
tahap selanjutnya siswa diberi tes/kuis, hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi. Dengan demikian,
secara umum penyelenggaraan model belajar jigsaw dalam proses belajar mengajar
dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa sehingga terlibat langsung secar aktif
dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok.
Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan merasa senang berdiskusi tentang Matematika dalam kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan juga dengan gurunya sebagai pembimbing. Dalam model pembelajaran biasa atau tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan kelas. Sebaliknya, di dalam model belajar tipe jigsaw, meskipun guru tetap mengendalikan aturan ia tidak lagi mnejadi pusat kegiatan kelas tetapi siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas.
Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan merasa senang berdiskusi tentang Matematika dalam kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan juga dengan gurunya sebagai pembimbing. Dalam model pembelajaran biasa atau tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan kelas. Sebaliknya, di dalam model belajar tipe jigsaw, meskipun guru tetap mengendalikan aturan ia tidak lagi mnejadi pusat kegiatan kelas tetapi siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas.