Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Pembelajaran Kooperatif tipe
TGT (Terms Games Together)
Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak sekali
variasi. Salah satu di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournaments). Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan
permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi
tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang
dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok
(identitas kelompok mereka).
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang
ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan
mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua
siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi
kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih
mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak
mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas
dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau
dapat pula sebagai reviu materi pembelajaran.
Metode TGT dikembangkan pertama kali oleh David De Vries dan
Keith Edward. Metode TGT merupakan metode pembelajaran pertama dari John Hopkins. (Slavin, 2008:13).
Metode ini merupakan suatu pendekatan kerja sama antarkelompok dengan
mengembangkan kerja sama antarpersonal. Dalam pembelajaran ini terdapat
penggunaan teknik permainan. Permainan ini mengandung persaingan menurut aturan
- aturan yang telah ditentukan. Dalam permainan diharapkan tiap-tiap kelompok
dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk bersaing agar
memperoleh suatu kemenangan. Menggunakan TGT di kelas membantu guru untuk
meningkatkan pemahaman dan motivasi di antara murid-murid, yang diharapkan
menghasilkan peningkatan motivasi dan prestasi jangka panjang.
Van Wyk (2010) mengemukakan bahwa “TGT
uses the same teacher presentations and team work as in STAD, but replaces the
quizzes with weekly tournaments, in which students play academic games with
members of other teams to contribute points to their team scores. Student
playthe games at three-person “tournament tables” with others with similar past
records in mathematics. A “bumping” procedure keeps the games fair”. Metode
pembelajaran TGT memiliki banyak kesamaan dinamika dengan STAD, tetapi
menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman
satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan
mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain,
tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game, teman yang lain tidak
boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.
Pembelajaran kooperatif dengan metode TGT ini memiliki
kesamaan dengan metode STAD dalam pembentukan kelompok dan penyampaian materi
tetapi menggantikan kuis dengan turnamen dimana siswa memainkan game
akademik dengan anggota lain untuk meyumbangkan poin bagi skor timnya. (Slavin,
2008: 13). Beberapa keuntungan dari teknik permainan dalam situasi belajar
kelompok, yakni bermanfaat khususnya untuk mengajarkan aspek-aspek kognitif
tingkat tinggi seperti analisis, dengan adanya persaingan untuk mendapatkan
kemenangan maka akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi siswa, dan dengan
teknik permainan ini terbentuk suatu situasi belajar yang menyenangkan yang tentu
saja sangat mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi
pelajaran, jumlah pelajaran dan kematangan pemahamannya.
TGT (Teams Games
Tournaments), merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam metode
ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima
orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka
untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya
diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim
lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari
penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan
diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan
masalah-masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab
individual (Robert E. Slavin, 2008).
Pembelajaran kooperatif
model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang
dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih
rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
Menurut Robert E.
Slavin (2008), pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen
utama, yaitu : presentasi di kelas, tim (kelompok), game (permainan), turnamen
(pertandingan), dan rekognisi tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan
TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa
bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah
menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan
game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor
timnya. Berikut ini penjelasan dari ke 5 komponen tersebut:
1. Persiapan, Guru mempersiapkan media pembelajaran dan materi yang akan disampaikan
beserta Lembar Kerja Kelompok (LKK), melakukan tanya jawab mengenai pengetahuan
awal materi yang akan dipelajari. Kemudian guru mempersiapkan alat-alat untuk
permainan, yaitu: kartu permainan yang dilengkapi nomor, skor, dan pertanyaan
mengenai materi.
2. Penyajian kelas, Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang
dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu
siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena
skor game akan menentukan skor kelompok.
3. Kelompok (team), Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya
heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Dengan
adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk
saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang
berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan
tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat
menyenangkan. Pada saat pembelajaran, Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan
anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. Setelah
guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi
dengan menggunakan hasil lembar kerja kelompok. Dalam kelompok terjadi diskusi
untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika
ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur
sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik
4. Permainan/Pertandingan
(Game/Turnamen), Dalam permainan ini setiap siswa yang
bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya,
masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen
ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang
berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap
peserta mempunyai kemampuan yang homogen. Permainan ini diawali dengan
memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan
membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh
terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada
tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap
pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama
dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian
yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan
membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain.
Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan
soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan
ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan
membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab
benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar. Jika semua
pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada
kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi
pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen
dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan
dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai
kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal. Dalam
permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci
jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain.
Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung
jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh
berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali
kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel
yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok
asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua
kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang
telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh
kelompoknya
5. Team recognize
(penghargaan kelompok), Langkah pertama sebelum
memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk
memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang
diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok dibagi dengan dibagi dengan
banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata
poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh
oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh.Guru
kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat
sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang
ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau
lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila
rata-ratanya 30-40
Dalam TGT siswa memainkan game akademik dengan anggota tim
lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini
bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, di mana ketiga peserta dalam satu meja
turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai IPA terakhir yang
sama. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil.
Peraih rekor tertinggi dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan 60 poin untuk timnya,
tanpa menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka
yang berprestasi rendah (bermain dengan yang berprestasi rendah juga) dan yang
berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) kedua-duanya
memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja
tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.
TGT memiliki dimensi kegembiraan yang diperoleh dari
penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan
diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan
masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game
temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab
individual.
Permainan TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada
kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan
berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera.
Turnamen ini memungkinkan bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal
buat kelompoknya. Turnamen ini juga dapat digunakan sebagai review materi
pelajaran.
Dalam Implementasinya secara teknis Slavin (2008)
mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT yang
merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:
1. Step 1: Pengajaran, pada tahap ini guru
menyampaikan materi pelajaran.
2. Step 2: Belajar Tim, para siswa mengerjakan
lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
3. Step 3: Turnamen, para siswa memainkan game
akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta
(kompetisi dengan tiga peserta).
4. Step 4: Rekognisi Tim, skor tim dihitung
berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi
apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan Pelaksanaan games dalam bentuk turnamen dilakukan
dengan prosedur, sebagai berikut:
1. Guru menentukan nomor urut siswa dan
menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang, kemampuan setara). Setiap meja
terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1 lbr skor
permainan.
2. Siswa mencabut kartu untuk
menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain menjadi penantang I dan
II.
3. Pembaca I menggocok kartu dan
mengambil kartu yang teratas.
4. Pembaca I membaca soal sesuai nomor
pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban salah, tidak ada sanksi dan
kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti skor.
5. Jika penantang I dan II memiliki
jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara bergantian.
6. Jika jawaban penantang salah, dia
dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika ada).
7. Selanjutnya siswa berganti posisi
(sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
8. Setelah selesai, siswa menghitung
kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua tim.
9. Penghargaan sertifikat, Tim Super
untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah), Tim Baik (kriteria
bawah)
10.Untuk melanjutkan turnamen, guru
dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi pada meja
turnamen.
Keunggulan
dan Kelemahan Pembelajaran TGT
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam
pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para
guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat
untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan
tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian
prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah
teori motivasi dan teori kognitif.
Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional pada
pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur
tujuan di mana para siswa bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin (2008)
mengidentifikasikan tiga struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif,
yaitu:
1. Kooperatif, di mana usaha
berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada pencapaian
tujuan anggota yang lain.
2. Kompetitif, di mana usaha
berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota
lainnya.
3. Individualistik, di mana usaha
berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi
pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif
menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa
meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena
itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar
kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha
maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008)
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja
sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori
pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan
dengan tugas-tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep
kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan
saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif.
Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin
dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada
di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan
kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang
paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang
cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki
karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat
mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan
belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan
modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT,
memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal
pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset
tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang
secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai
berikut:
1. Para siswa di dalam kelas-kelas yang
menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
2. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa
bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada
keberuntungan.
3. TGT meningkatkan harga diri sosial
pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
4. TGT meningkatkan kekooperatifan
terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih
sedikit)
5. Keterlibatan siswa lebih tinggi
dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
6. TGT meningkatkan kehadiran siswa di
sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima
skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru
dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai
individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus
untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.