Model Pembelajaran Dick and Carrey
Berbagai model dapat dikembangkan dalam
mengorganisir pengajaran. Satu di antara model itu adalah model Dick and
Carrey yang dikembangkan oleh Walter Dick dan Lou Carrey dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran;
2. Melaksanakan analisis pengajaran;
3. Mengidentifikasi kemampuan awal dan
karakteristik siswa;
4. Merumuskan tujuan performansi;
5. Mengembangkan butir-butir tes acuan
patokan;
6. Mengembangkan strategi pengajaran;
7. Mengembangkan dan memilih material pengajaran;
8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi
formatif;
9. Merevisi bahan pembelajaran;
10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi
sumatif.
Model Dick and Carrey mempunyai
beberapa kelebihan di antara model-model
yang lain, yaitu sebagai berikut:
1. Setiap langkah jelas, sehingga dapat
diikuti dengan baik,
2. Teratur, Efektif dan Efisien dalam
pelaksanaan,
3. Merupakan model desain pembelajaran yang
terperinci, sehingga mudah diikuti,
4. Adanya revisi pada analisis instruksional,
dimana hal tersebut merupakan hal yang sangat baik, karena apabila terjadi
kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan pada analisis instruksional
tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut mempengaruhi kesalahan pada
komponen setelahnya.
5. Model Dick & Carey sangat
lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang dibutuhkan dalam suatu
perencanaan pembelajaran.
Langkah-langkah model Dick and Carrey dapat
diraikan sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi Tujuan Umum Pembelajaran
Sebagaimana diketahui bahwa sasaran akhir
dari suatu program pembelajaran adalah tercapainya tujuan umum pembelajaran
tersebut. Oleh karena itu, setiap perancang harus mempertimbangkan secara
mendalam tentang rumusan tujuan umum pengajaran yang akan ditentukannya.
Mempertimbangkan secara mendalam artinya, untuk merumuskan tujuan umum
pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik bidang studi, karakteristik
siswa, dan kondisi lapangan.
Dick and Carrey
menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamsah bahwa “Tujuan
pengajaran adalah untuk menentukan apa yang dapat dilakukan oleh anak didik
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran”. Di dalam buku akta mengajar V Depdikbud,
tujuan pembelajaran sangat penting dalam proses instruksional atau dalam setiap
kegiatan belajar mengajar, sebab tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara
spesifik dan jelas, akan memberikan keuntungan kepada:
a. Siswa untuk dapat mengatur waktu, dan
pemusatan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai;
b. Guru untuk dapat mengatur kegiatan
instruksionalnya, metodenya, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut;
c. Evaluator untuk dapat menyusun tes sesuai
dengan apa yang harus dicapai oleh anak didik.
Rumusan tujuan umum pembelajaran menurut Dick
and Carrey harus jelas dan dapat diukur, berbentuk tingkah laku. Pandangan
lain seperti (Uno Hamsah; juga Miarso) mengemukakan rumusan pembelajaran yang
baik adalah: ”Menggunakan istilah yang operasional, Berbentuk hasil belajar,
Berbentuk tingkah laku, dan Jelas hanya mengukur satu tingkah laku”.
Pendapat lain dikemukakan Mudhofir, rumusan tujuan
pembelajaran yang baik yaitu: Formulasi dalam bentuk yang operasional, bentuk
produk belajar, dalam tingkah laku si pelajar, jelas tingkah laku yang ingin
dicapai, hanya mengandung satu tujuan belajar, tingkat keluasan yang sesuai,
rumusan kondisi pembelajaran jelas dan cantumkan standar tingkah laku yang
dapat diterima.
Adapun Degeng; juga Uno Hamsah,
mengemukakan ada tiga komponen utama dari suatu rumusan tujuan pembelajaran, yaitu: Prilaku, kondisi,
dan derajat kriteria keberhasilan. Instruksional development Institute (IDI)
menambahkan satu komponen yang perlu lagi dispesifikasi dalam rumusan tujuan,
yaitu sasaran (Audience), selanjutnya komponen-komponen ini oleh Degeng,
Uno Hamsah untuk lebih mudah mengingatnya disebut dengan bantuan mnemonik ABCD
(Audience, Behavioral, Conditions, dan Degree).
2.
Melakukan Analisis Pembelajaran
Dengan cara analisis pemberlajaran ini akan
diidentifikasi keterampilan-keterampilan bawahan (subordinate skills).
Jadi, posisi analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain pembelajaran
merupakan perilaku prasyarat, sebagai prilaku yang menurut urutan gerak fisik
berlangsung lebih dahulu, perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara
kronologis terjadi lebih awal, sehingga analisis ini merupakan acuan dasar
dalam melanjutkan langkah-langkah desain berikutnya.
Dick and Carrey mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Uno
hamzah bahwa: Tujuan pengajaran yang telah diidentifikasi perlu dianalisis untuk
mengenali keterampilan-keterampilan bawahan (subordinate skills) yang
mengharuskan anak didik belajar menguasainya dan langkah-langkah prosedural
bawahan yang ada harus diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu.
Menurut Gagne, Briggs, dan Wager,
sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah menyatakan bahwa:
Tujuan analisis pengajaran
adalah untuk menentukan keterampilan-keterampilan yang akan dijangkau oleh
tujuan pembelajaran, serta memungkinkan untuk membuat keputusan yang diperlukan
dalam urutan mengajar. Adapun Atwi Suparman, menyatakan sebagaimana yang
dikutip oleh Uno Hamzah bahwa “Analisis instruksional adalah proses menjabarkan
perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logik dan sistematik”. Dengan melakukan
analisis pembelajaran ini, akan tergambar susunan perilaku khusus yang paling
awal sampai yang paling akhir.
Untuk menemukan keterampilan-keterampilan
bawahan yang bersumber dari tujuan pembelajaran, digunakan pendekatan hierarki.
Mengapa harus menggunakan pendekatan hierarki, karena anak didik dituntut harus
mampu memecahkan masalah atau melakukan kegiatan informasi yang tidak dijumpai
sebelumnya, seperti mengklasifikasi dengan ciri-cirinya, menerapkan dalil atau
prinsip untuk memecahkan masalah.
Menganalisis subordinat skills
sangatlah diperlukan, karena apabila keterampilan bawahan yang seharusnya
dikuasai tidak diajarkan, maka banyak anak didik tidak akan memiliki latar
belakang diperlukan untuk mencapai tujuan, dengan demikian pembelajaran menjadi
tidak efektif. Sebaliknya, apabila keterampilan bawahan yang berlebihan,
pembelajaran akan memakan waktu lebih lama dari semestinya, dan keterampilan
yang tidak perlu diajarkan malah mengganggu anak didik dalam belajar menguasai
keterampilan yang diperlukan.
Cara yang digunakan untuk mengidentifikasi
subordinate skills dengan cara memilih keterampilan bawahan yang
berhubungan langsung dengan ranah tujuan pembelajaran. Biasanya untuk mata
kuliah atau mata pelajaran tertentu
keseluruhan tujuan merupakan keterampilan intelektual. Teknik analisis
keterampilan bawahannya menggunakan pendekatan hierarki, yaitu dengan memilih
apa yang harus diketahui dan dilakukan oleh anak didik, sehingga dengan
pembelajaran sedikit mungkin untuk dipelajari atau dikuasai melalui belajar.
3.
Mengidentifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa
Mengidentifikasi kemampuan awal dan
karakteristik siswa sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas
perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam mempreskripsikan
strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini
bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat,
atu kemampuan awal. Untuk mengungkap kemampuan awal mereka dapat dilakukan
dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi
ajar sesuai panduan kurikulum. Adapun minat, motivasi, kemampuan berpikir, gaya
belajar, dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah
dirancang para ahli. Misalnya tes gaya belajar bisa menggunakan tes yang dibuat
olerh keffe, tes berpikir formal bisa menggunakan tes menurut piaget yang sudah pernah dilakukan di Amerika
Serikat
4.
Merumuskan Tujuan Performansi
Menurut Dick dan Carrey,
sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah menyatakan bahwa tujuan performansi
terdiri atas:
a. Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan, atau diperbuat oleh anak didik;
b. Menyebutkan tujuan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada waktu anak didik berbuat;
c. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
a. Tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan, atau diperbuat oleh anak didik;
b. Menyebutkan tujuan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada waktu anak didik berbuat;
c. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
Gegne, Briggs, dan Mager menjelaskan sebagaimana yang
dikutip oleh Uno Hamzah bahwa fungsi performansi objektif adalah:
a. Menyediakan suatu sarana dalam kaitannya dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan;
b. Menyediakan suatu sarana berdasarkan suatu kondisi belajar yang sesuai;
c. Memberikan arah dalam mengembangkan pengukuran atau penilaian;
d. Membantu anak didik dalam usaha belajarnya.
a. Menyediakan suatu sarana dalam kaitannya dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan;
b. Menyediakan suatu sarana berdasarkan suatu kondisi belajar yang sesuai;
c. Memberikan arah dalam mengembangkan pengukuran atau penilaian;
d. Membantu anak didik dalam usaha belajarnya.
5. Mengembangkan
Butir-Butir Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal
yang secara langsung mengukur istilah patokan yang dideskripsikan dalam suatu
perangkap tujuan khusus. Istilah patokan (criterion) dipergunakan karena
soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk menentukan kelayakan penampilan siswa
dalam tujuan, keberhasilan siswa dalam tes ini menentukan apakah siswa telah
mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan atau belum, tes acuan patokan (criterion-referenced
test) disebut juga tes acuan tujuan (objective-referenced test).
Bagi seorang perancang pembelajaran
harus mengembangkan butir tes acuan
patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk:
a. Mengdiagnosis dan menempatkannya dalam
kurikulum;
b. Menceking hasil belajar dan menemukan
kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum
pembelajaran dilanjutkan;
c. Menjadi dokumen kemajuan belajar.
d. Mengembangkan butir-butir tes acuan
patokan, Dick and Carrey,
merekomendasikan 4 (empat) macam tes acuan patokan, yaitu 1) Test entry behaviors merupakan tes acuan patokan untuk mengukur
keterampilan sebagaimana adanya pada permulaan pembelajaran, 2) pretes
merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan yang telah dirancang sehingga
diketahui sejauh mana pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan yang
berada di atas batas, yakni keterampilan prasyarat. Maksud dari pretes
ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir (perolehan belajar) tetapi lebih
mengenal profil anak didik berkenaan analisis pembelajaran.
Tes sisipan merupakan tes acuan patokan
yang melayani dua fungsi penting, yaitu 1) mengetes setelah satu atau dua
tujuan pembelajaran diajarkan, sebelum pascates, 2) untuk mengetes kemajuan
anak didik, sehingga dapat dilakukan perbaikan (remedial) yang
dibutuhkan sebelum pascates yang lebih formal. Pascates atau postes; merupakan tes acuan patokan yang
mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan
belajar, dengan demikian dapat diidentifikasi bagian-bagian mana di antara
tujuan pembelajaran yang belum tercapai.
6. Mengembangkan
Strategi Pembelajaran
Dalam strategi pembelajaran, menjelaskan
komponen umum suatu perangkat pembelajaran dan mengembangkan materi secara
prosedural haruslah berdasarkan karakteristik siswa. Karena material
pembelajaran yang dikembangkan, pada akhirnya dimaksudkan untuk membantu siswa
agar memperoleh kemudahan dalam belajar. Untuk itu sebelum mengembangkan materi
perlu dilihat kembali karakteristik siswa. Dalam tulisan lain dianjurkan melihat
pula karakteristik materi. Dick and Carrey, mengemukakan sebagaimana
yang dikutip oleh Uno hamzah bahwa dalam merencanakan dalam satu unit
pembelajaran ada tiga tahap yaitu:
a. mengurutkan dan merumpunkan tujuan ke
dalam pembelajaran.;
b. merencanakan prapembelajaran, pengetesan,
dan kegiatan tindak lanjut;
c. menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi
pembelajaran.
Mengapa harus mengurutkan dan merumpunkan
ke dalam pembelajaran? Karena strategi pembelajaran merupakan hasil nyata yang
digunakan untuk mengembangkan material pembelajaran, menilai material yang ada,
merevisi material, dan merencanakan kegiatan pembelajaran. Dengan mengurutkan
tujuan ke dalam pembelajaran dapat membuat pembelajaran dapat lebih bermakna
bagi si pelajar. Komponen strategi pembelajaran terdiri atas: a) kegiatan
prapembelajaran, b) penyajian informasi, c) peran serta siswa, d) pengetesan,
dan e) kegiatan tindak lanjut.
a. Kegiatan Prapembelajaran
Mengapa harus ada kergiatan
prapembelajaran? Kegiatan prapembelajaran dianggap penting karena dapat
memotivasi anak didik atau siswa untuk mempelajari mata pelajaran matematika.
Di samping dapat memotivasi juga mereka akan mendapat petunjuk-petunjuk yang
sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga pada akhir pembelajaran
siswa mampu menguasainya.
b. Penyajian Informasi
Mengapa harus ada penyajian informasi?
Karena dengan adanya penyajian informasi, anak didik (siswa) akan tahu seberapa
jauh material pembelajaran yang harus mereka pelajari, disajikan sesuai
urutannya, keterlibatan mereka dalam setiap urutan pembelajaran.
c. Peran Serta Siswa
Mengapa peran siswa dianggap penting? Anak
didik (siswa) harus diberi kesempatan berlatih (terlibat) dalam setiap langkah
pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, apakah itu dalam bentuk tanya
jawab atau mengerjakan soal-soal latihan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kertas-kertas kerja, baik perorangan maupun kelompok setelah diberi komentar
atau penilaian oleh guru dikembalikan sebagai umpan balik untuk mereka terhadap
apa yang telah dikerjakan. Semakin terlibat siswa pada setiap kegiatan
pembelajaran, diharapkan semakin baik perolehan belajar anak didik (siswa)
tersebut. Dem,ikian halnya juga dengan keterlibatan pembelajaran dalam hal
pemberian umpan balik tugas-tugas anak didik (siswa) akan mempengaruhi terhadap
perolehan belajar anak didik (siswa).
d. Pengetesan
Untuk keperluan pengetesan ada empat macam
tes acuan patokan yang dapat digunakan, yaitu: (1) tes tingkah laku masukan;
(2) prates; (3) tes sisipan; dan (4) pascates. Apakah perlu keempat macam tes
acuan patokan tesebut diberikan? Mengapa:/ untuk pengetesan keempat macam tes
acuan patokan tersebut perlu dilakukan, karena sesuai dengan fungsinya akan
memberikan umpan balik bagi pengajar untuk memperbaiki, merevisi, baik
material pembelajaran, strategi, maupun
strategi pengetesan.
e. Kegiatan Tindak Lanjut
Apakah kegiatan tindak lanjut harus dilakukan?
Mengapa? Karena rancangan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dapat
dikuasai seluruhnya oleh anak didik (siswa) diukur pada penguasaan pascates. Dalam hal ini jika dibawah 80%,
kepada mereka diberikan remedial dan tugas, kemudian diuji kembali sampai
dinyatakan lulus. Bagaimana dengan siswa yang telah dinyatakan lulus? Bagi
mereka yang sudah lulus, sementara yang lainnya belum, maka klepada mereka akan
diberikan bahan pengayaan (remedial).
Mengapa harus ada penetapan alokasi waktu?
Hal ini dilaksudkan agar menjadi pedoman bagi pengajar dalam pelaksanaan
pembelajaran (tatap muka), sehingga tidak menyimpang dari alokasi waktu yang
telah ditetapkan. Setiap tatap muka terdiri atas 100 menit dengan rician waktu:
(i) pembukaan + penyajian informasi = 45 menit; (ii) tanya jawab atau diskusi =
30 menit; (iii) penyimpulan hasil diskusi oleh guru = 25 menit. Jumlah
pertemuan = 16 kali meliputi penyajian, diskusi, pengetesan, dan remedial.
7.
Mengembangkan dan Memilih Material Pembelajaran
Dick and Carrey menyarankan sebagaimana yang dikutip oleh Uno
Hamzah bahwa ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang
atau menyampaikan pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Pengajar merancang bahan pembelajaran
individual, semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan, kecuali prates
dan pasca tes.
b. Pengajar memilih dan mengubah bahan yang
ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran. Peran pengajar akan bertambah
dalam menyampaikan pembelajaran. Beberapa bahan mungkin saja disampaikan tanpa
bantuan pengajar, jika tidak ada, pengajar harus memberi penjelasan.
c. Pengajar tidak memakai bahan, tetapi
menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah
disusunnya. Pengajar menggunakan strategi pembelajarannya sebagai pedoman
termasuk latihan dan kegiatan kelompok.
Kebaikan dari strategi ini adalah pengajar
dapat dengan segera memperbaiki dan memperbarui pembelajaran bila bila terjadi
perubahan isi. Adapun kerugiannya adalah sebagian besar waktu tersita untuk
menyampaikan informasi, sehingga sedikit sekali waktu untuk membantu anak didik
(siswa).
8.
Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Formatif
Mengapa evaluasi formatif perlu dilakukan?
Karena evaluasi ini adalah salah satu langkah dalam mengembangkan desain
pembelajaran yang berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan
pembelajaran. Dengan kata lain karena melalui evaluasi formatif akan ditemukan
berbagai kekurangan yang terdapat pada kegiatan pembelajaran, sehingga
kekurangan-kekurangan tersebut dapat diperbaiki. Menurut Dick and Carrey,
sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah bahwa ada tiga fase pokok penilaian
formatif, yaitu:
a. Fase perorangan atau fase klinis. Pada
fase ini perancang bekerja dengan siswa secara perseorangan untuk memperoleh
data guna menyempurnakan bahan pembelajaran. Data yang dimaksud di sini
biasanya kesalahan-kesalahan.
b. Fase kelompok kecil, yaitu kelompok siswa
yang terdiri atas delapan sampai sepuluh orang yang merupakan wakil cerminan
populasi sasaran mempelajari bahan secara mandiri, dan kemudian diuji untuk
memperoleh data yang diperlukan.
c. Fase uji lapangan. Boleh diikuti oleh
banyak siswa; sering 30 orang sudah mencukupi. Tekanan dalam uji coba lapangan
ini adalah pada pengujian prosedur yang diperlukan untuk memberlakukan
pembelajaran itu dalam suatu keadaan yang sangat nyata mungkin.
Mengapa dilakukan evaluasi kelompok kecil?
Hal ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan perubahan yang telah dibuat, dan
untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi anak didik jika menggunakan
bahan tersebut. Mengapa uji coba di lapangan perlu dilaksanakan? hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah perubahan-perubahan yang telah dibuat dari
hasil penilaian perseorangan dan penilaian kelompok kecil telah efektif jika
digunakan dalam keperluan pembelajaran.
9.
Merevisi Bahan Pembelajaran
Mengapa merevisi bahan pembelajaran perlu
dilakukan? Untuk menyempurnakan bahan pembelajaran sehingga lebih menarik,
efektif bila digunakan dalam keperluan pembelajaran, sehingga memudahkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk dapat merevisi pembelajaran,
dilakukan sesuai data yang diperoleh dari evaluasi formatif, yaitu penilaian
perseorangan, penilaian kelompok kecil, dan hasil akhir uji coba lapangan. Dick
and Carrey mengemukakan sebagaimana yang dikutip oleh Uno Hamzah bahwa ada dua revisi yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:
a. Revisi terhadap isi atau substansi bahan
pembelajaran agar lebih cermat sebagai alat belajar,
b. Revisi terhadap cara-cara yang dipakai
dalam menggunakan bahan pembelajaran.
Untuk keperluan bahan pembelajaran ada
empat macam keterangan pokok yang menjadi sumber dalam melakukan revisi, yaitu:
1) ciri anak didik dan tingkah laku masukan; 2)
tanggapan langsung terhadap pembelajaran termasuk tes sisipan; 3) hasil
pembelajaran pascates; 4) jawaban terhadap kuesioner.
10. Mendesain dan
Melaksanakan Evaluasi Sumatif
Mengapa perlu dilaksanakan evaluasi sumatif?
Karena melalui evaluasi sumatif dapat
ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran, di mana dasar
keputusan penilaian didasarkan pada keefektifan dan efisiensi dalam kegiatan
belajar mengajar. Oleh karena itu, evaluasi sumatif diarahkan pada keberhasilan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, yang diperlihatkan oleh unjuk kerja
siswa. Apabila semua tujuan sudah dapat dicapai, efektivitas pelaksanaan kegiatan
pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap berhasil dengan baik.
Demikian pula jika keberhasilan siswa dicapai dalam rentangan waktu yang
relatif pendek, maka dari segi efisiensi pembelajaran dapat dicapai. Dan
terakhir, jika dengan rancangan pembelajaran ini mungkin dengan memberlakukan
strategi yang baik, aktivitas belajar siswa meningkat, maka dari segi
keberhasilan pada daya tarik pengajaran dapat dicapai.