Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan Realistik Dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran realistik merupakan salah
satu alternatif dari sekian banyak pendekatan yang dilakukan. Meskipun tak ada
cara yang terbaik dalam pembelajaran atau cara belajar. Pembelajaran Matematika
Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu
pendekatan dalam pembelajaran matematika. RME pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1971 oleh Institut Freudenthal. Pendekatan
ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa: Matematika harus
dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini
berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata
sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manausia harus diberi
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan
orang dewasa . Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dalam
persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak
mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa.
Dalam pembelajaran matematika realistik
pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual sehingga memungkinkan mereka
menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Menurut Treffers dan Goffree,
dalam Suherman ( 2003:149) mengatakan bahwa masalah kontekstual dalam kurikulum
realistik berguna untuk mengisi sejumlah fungsi:
1. Pembentukan konsep: dalam fase pertama
pembelajaran, para siswa diperkenankan masuk ke dalam matematika secara alamiah
dan termotivasi.
2. Pembentukan model: masalah-masalah
kontekstual memasuki fondasi siswa untuk belajar operasi, prosedur, notasi,
aturan, dan mereka mengerjakan ini dalam kaitannya dengan model-model lain yang
kegunaannya sebagai pendorong penting dalam berpikir.
3. Keterapan: masalah kontekstual menggunakan
”reality” sebagai sumber dan domain terapan.
4. Praktek dan latihan dari kemampuan
spesifik dalam situasi terapan.
Pengembangan pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan realistik merupakan salah satu cara menunjukkan
kepada siswa beberapa hal antara lain keterkaitan matematika dengan dunia
nyata, jika pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik menjadi
matematika dengan mudah dan bermakna bagi siswa, sehingga akhirnya diperoleh
pengetahuan, pola pikir, dan keterampilan matematis yang mampu membekali siswa
mengatasi permasalahan-permasalahan kehidupannya.
Ciri khas yang menonjol pada pembelajaran
matematika realistik adalah digunakannya masalah-masalah atau soal-soal yang
berawal dari kehidupan sehari-hari, yang konkret atau ada dalam alam pikiran
siswa sebagai titik awal proses pembelajaran sehingga dapat disimpulkan bahwa
pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik
sebagai pangkal tolak pembelajaran.
Dalam rangka pendidikan realistik,
Freudenthal Suherman (2003:146) menyatakan bahwa ”Mathematics is a human
activity” karena pembelajaran matematika disarankan berawal dari aktivitas
manusia. Terdapat lima prinsip utama dalam kurikulum matematika realistik yaitu:
1. Didominasi oleh masalah-masalah dalam
konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep
matematika.
2. Perhatian diberikan pada pengembangan
model-model, situasi, skema dan simbol-simbol.
3. Sumbangan dari para siswa sehingga siswa
dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif artinya siswa
memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa algoritma,
aturan), sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal
menuju matematika formal.
4. Interaktif sebagai karakteristik dari
proses pembelajaran matematika, dan
5. ”Interwinning” (membuat jalinan) antara topik atau antara pokok
bahasan.
Kelima prinsip inilah yang menjiwai setiap
aktivitas pembelajaran realistik. Sedangkan langkah-langkah tahap pembelajaran
realistik yaitu:
1. Memberikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Mendorong siswa menyelesaikan masalah
tersebut, baik individu maupun kelompok.
3. Memberikan masalah yang lain pada siswa,
tetapi dalam konteks yang sama.
4. Mempertimbangkan cara dan langkah yang
ditentukan dengan memeriksa dan meneliti, kemudian guru membimbing siswa untuk
melangkah lebih jauh kearah proses matematisasi vertikal.
5. Menugaskan siswa baik individu maupun
kelompok untuk menyelesaikan permasalahan lain baik berupa terapan maupun bukan terapan. Untuk soal
terapan dipilih soal cerita yang konteksnya dekat dengan keseharian siswa,
kemudian guru membantu dan membimbing siswa.
Beberapa Laporan Penelitian Tentang Penerapan
Matematika Realistik
Studi yang dilakukan disebuah sekolah di
Puerto Rico dengan jumlah murid 570 orang secara dramatis dan mengagumkan,
siswa yang belajar menggunakan matematika realistik tercatat dalam Departemen
Pendidikan hasil skornya meningkat secara tajam, sebanyak 21 siswa dari 23
siswa yang mengikuti tes baku di kelas V mempunyai skor diatas persentil 90
(berdasarkan skor siswa seluruhnya) sedangkan 2 orang yang sisanya berada pada
persentil ke 84 (TIM MKPMB 2001:126).
Laporan studi yang lain tentang penerapan
matematika realistik menyatakan bahwa matematika realistik sekurang-kurangnya
telah mengubah sikap dewasa siswa menjadi lebih tertarik terhadap matematika
yang diberikan dengan alasan cara belajarnya berbeda dari
biasanya,pertanyaan-pertanyaan menantang, adanya pertanyaan sehingga menambah wawasan,
lebih mudah dipelajari karena persoalannya menyangkut kehidupan sehari-hari.
Proses Matematisasi pada Pendidikan
Matematika Realistik
Matematisasi dalam pembelajaran matematika
realistik merupakan proses yang sangat penting. Berkaitan dengan hal ini,
Freudenthal mengemukakan dua alasan mendasar yaitu pertama matematisasi bukan
merupakan aktivitas ahli matematika saja, melainkan juga aktivits siswa dalam
memahami situasi sehari-hari. Kedua, matematisasi berkaitan erat dengan
penemuan kembali ide atau gagasan dari siswa. Artinya siswa diarahkan
seolah-olah menemukan kembali suatu konsep dalam matematika atau dalam
pendidikan matematika pada saat pembelajaran berlangsung. Turnadi dalam Hamzah (2003:141).
Turnadi dalam Hamzah (2003:141)
membedakan matematisasi kedalam dua macam yaitu matematisasi horisontal dan
vertikal. Menurut Gravemeijer (1994) bahwa matematisasi horizontal berkaitan
dengan kegiatan mengubah masalah kontekstual kedalam masalah matematika
sedangkan matematisasi vertikal, berhubungan dengan kegiatan memformulasikan
masalah kedalam beragam penyelesaian masalah dengan menggunakan sejumlah
aturan-aturan matematika yang sesuai. De Lange (1987) memberikan pengertian
matematika horizontal sebagai matematika informal sedangkan maematika vertikal
sebagai matematika formal.
Turnadi dalam Hamzah (2003:141)
menunjukkan aktivitas yang terdapat pada kegiatan matematisasi horisontal dan
matematisasi vertikal. Beberapa aktivitas dalam matematisasi horizontal sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi masalah matematika
kedalam konteks yang lebih umum.
2. Mengadakan penskemaan.
3. Merumuskan dan menvisualisasikan masalah
ke dalam cara yang berbeda-beda.
4. Menemukan relasi.
5. Menemukan keteraturan.
6. Mentransfer real word problem kedalam mathematical
problems atau model matematika yang
sesuai.
Beberapa aktivitas yang termasuk dalam
matematisasi vertikal diantaranya sebagai berikut:
1. Menyatakan suatu hubungan dalam suatu
rumus.
2. Membetulkan dan menyesuaikan model.
3. Menggunakan model-model yang berbeda.
4. Merumuskan konsep matematika baru.
4. Merumuskan konsep matematika baru.