Bahasa Dalam Berpolitik (BAB III)
PENUTUP
Bahasa dan politik memang saling mempengaruhi sekali. Bahasa
digunakan dalam bidang politik supaya membuat kesan yang dapat dipercaya baik
untuk politikus tersendiri maupun seluruh partai politik. Kesan yang baik
sangat penting untuk karir politikus, mengunakan bahasa yang salah atau
menghina bisa menyebabkan seorang tidak dipercaya oleh masyarakat atau mungkin
hilang karirnya.
Bahasa juga alat yang paling penting untuk menyebarkan pesan politik
kepada masyarakat. Selama kampanye pemilu politikus-politikus dan
aktivis-aktivis berdua menggunakan semboyan-semboyan supaya meyakinkan
masyarakat mengenai isu-isu. Bahasa yang digunakan selama saat ini adalah
ringkas, berani dan mudah diingat. Kadang-kadang pemerintahan akan dipilih
karena semboyannya sangat baik, sungguhpun artinya tidak terlalu jelas, dan
kebijaksanannya kurang jelas.
Bahasa bisa mengubah cara yang orang-orang pikir. Lewat propaganda
pemerintah atau media massa yang menguasai pendapat umum, atau di sisi lain
lewat bahasa perlawanan digunakan aktivis-aktivis, bahasa emosi bisa mengubah
pendapat masyarakat. Dalam perjuangan politik di antara pihak yang berbeda,
bahasa adalah alat yang penting sekali.
Politik juga mempengaruhi bahasa. Banyak kata dan ungkapan yang baru
dikenalkan bidang politik, dan ada suatu kata-kata yang artinya dirubah kalau
digunakan pemerintah. Misalnya, kalau politikus mengunakan kata dalam
semboyannya, pengertian tambahan akan mengubah dan segera kata itu akan
mengandung yang berbeda.
Politik juga terinspirasi bahasa perlawanan. Orang yang ingin
melawan pemerintah akan mengunakan kata-kata yang mencerminkan pendapatnya.
Orang-orang juga mengunakan bahasa supaya membuat seseorang ditertawakan,
misalnya lewat plesetan.
Pemerintah juga mempengaruhi bahasa karena banyak singkatan yang
baru dibuat oleh mereka. Biasanya kata ini berkaitan politik, tetapi ada banyak
singkatan dalam Bahasa Indonesia pada seluruh bidang. Rupanya orang Indonesia
menyukai eksperimen dengan bahasanya, sebab Bahasa Indonesia sudah terkenal berisi
banyak singkatan. Keadaan ini bisa membingungkan, tetapi kebanyakan orang telah
mengetahui artinya. Hanya seseorang yang di luar bidang tidak akan memahami.
Semakin singkatan dikenalkan dalam Bahasa Indonesia, diberitahui oleh media
massa dan internet. Singkatan adalah populer karena itu lebih pendek, akibatnya
itu lebih cepat dan lebih mudah untuk ditulis. Aspek yang terpenting adalah
bahwa pemerintah biasanya membuat singkatan politik yang baru, tidak dibuat
masyarakat. Singkatan ini juga mempengaruhi wacana politik umum, karena bahasa
politik penuh dengan singkatan politik, dan seseorang yang ingin mempengaruhi
politik harus sudah tahu arti singkatannya.
Wacana politik adalah diskusi di antara pemerintahan dan masyarakat,
lewat media massa dan universitas-universitas. Debat mengenai isu-isu yang
menyangkut negara akan mempengaruhi keputusan pemerintah dan tindaknya. Banyak
orang tidak percaya bahasa digunakan politikus-politikus atau mempercayai
janjinya. Kebanyakan orang yang biasa merasa sinis tentang politik, mereka
merasa bahwa mereka tidak bisa mengubah pemerintah atau menhentikan tindaknya.
Kecuali para aktivis yang bagian bidang politik tetapi di luar struktur politik
utama.
Ada orang yang melawan kebijaksanan pemerintahan karena mereka
percaya dalam perubahan dan bahwa masalah sosial bisa dipecahkan. Mereka tidak
mau menunggu untuk politikus-politikus memperbaiki masalah masyarakat, karena
aktivis-aktivis tidak mempercayai politikus-politikus. Mereka ingin mengubah
struktur masyarakat atau mengubah undang-undang saja. Ada macam-macam
organisasi aktivis yang membentuk seputar isu-isu seperti korupsi, hak asasi
manusia, para buruh dan lain lain. Mereka mengunakan cara yang alternatif
mengubah politik. Sebagai pengganti untuk melalui DPR, aktivis-aktivis akan
membangun gerakan populer yang bisa mempengaruhi politik karena
politikus-politikus harus mendengarkan rakyat massa. Organisasi aktivis juga
mengunakan bahasa politik dalam cara yang sama dengan politikus dalam DPR,
tetapi bahasanya lebih berani dan terus terang. Bahasa adalah alat yang
mempunyai kuasa dalam politik, dalam Bahasa Indonesia ada bahasa khusus membaktikan
perlawanan pemerintah.
Plesetan memang sangat lazim dalam Indonesia karena fenonomin ini
berkaitan jargon politik. Keseringan plesetan disebabkan banyak singkatan yang
mendapatkan dalam Bahasa Indonesia, karena orang-orang biasa menikmati mengubah
singkatan resmi menjadi kata yang lelucon.
Plesetan adalah pemberontakan
yang simbolis, secara untuk orang lemah melawan pemerintah atau orang yang
berkuasa. Bebeda daripada aktivis-aktivis yang lebih suka tindak yang langsung,
plesetan tidak mencari mengubah struktur
masyarakat atau menurunkan Presiden, plesetan hanya perlawanan yang tidak
kentara.
Plesetan tidak mencela langsung, karena dalam budaya Jawa sifat ini
sudah biasa. Dan karena itu tidak langsung, orang yang dicela tidak bisa
memarahi karena plesetan hanya lelucon saja, dan tidak ada orang yang tahu dari
mana lelucon itu dibuat.
Tetapi sekalipun plesetan dianggap lelucon, itu berisi isu-isu
politik yang serius, misalnya korupsi, perang, politikus yang rakus dan
lain-lain.
Kata-kata tersebut dibuat rakyat dan mencerminkan ketidakpercayaanya
kepada pemerintah. Siapa saja menjadi presiden, apa saja Orde, orang bawah akan
masih kemiskinan. Mengubah dan menbentuk kata resmi adalah satu cara untuk
melawan keadaan ini. Dari saat itu, arti singkatan resmi dan arti plesetan akan
selalu dihubungan, macam perlawanan yang cerdik.
Bahasa digunakan dalam bidang politik untuk banyak alasan dan dalam
bermacam-macam cara. Bahasa bisa digunakan baik orang dalam politik maupun
orang yang di luar struktur politik utama dan karena oleh itu, bahasa adalah
terpenting alat dalam politik yang dapat dicapai kebanyakan orang.
DAFTAR PUSTAKA
Fairclough, Norman. Language and Power:
Relasi bahasa, kekuasaan dan ideologi. Boyan Publishing, 2003.
Kompas. ‘Pemerintah Sering Menjadi “Tawanan” Pebisnis Korup’. Pp 8,
Jumat, 17/09/04.
Narwanto. Janji-janji dan Program Hukum
Calon Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2004.
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2004.Orwell,
George. Why I Write. Penguin Books. 2004.
Rahardjo, Mudjia. Relung-relung bahasa:
Bahasa dalam wacana politik Indonesia Kontemporer. Aditya Media, 2002.
Suwastoyo, Bhimanto. The Manila Times,
‘Indonesia drowns in alphabet soup due to acronyms’. August 31, 2004