Bahasa Dalam Berpolitik (BAB II)

JARGON POLITIK
Di mana akronim-akronim lahir?
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang muda dan rupanya orang-orang yang mengunakan bahasa Indonesia suka sekali merubah dan mengadakan eksperimen bahasa ini. Bahasa Indonesia terkenal berisi banyak akronim dan singkatan, yang digunakan sehari-hari. Kebanyakan orang tahu artinya akronim-akronim itu, dan tersebar luas di seluruh Indonesia. Bisa dilihat di dalam koran, plakat besar, dan dilihat dari televisi. Ada banyak akronim resmi dari media massa dan dimengerti oleh masyarat luas, itu hanya karena kebiasaan sehari-hari. Dengan membuka koran saja, banyak akronim bisa dilihat. Bukan kata politik saja, tetapi juga dari bidang olah raga dan bisnis. Kebanyakan kata ini menurut editor sudah diketahui oleh banyak orang, tetapi kadang-kadang ada juga yang memerlukan keterangan.
Baru-baru ini, terbit di The Manila Times, terdapat artikel tentang adanya akronim-akronim dalam bahasa Indonesia yang berlebihan. Semakin lama, semakin banyak akronim-akronim dan singkatan dikenalkan di dalam bahasa; dan semakin susah untuk orang-orang asing mengerti dan orang Indonesia sendiripun banyak yang tidak mengerti istilah-istilah tersebut. (Suwastoyo August 31, 2004).
Menurut Pak Arjun yang ahli bahasa, pebedaan di antara akronim dan singkatan adalah bahwa akronim bisa dibaca sebagai kata, misalnya ‘polri’. Akronim adalah jenus singkatan, tetapi kebanyakan singkatan adalah dilafalkan sebagai setiap huruf, misalnya ES-BE-YE untuk SBY.
Bahwa ada banyak singkatan dalam Bahasa Indonesia tidak perlu menjadi masalah karena kebanyakan orang sudah tahu artinya. Tetapi setiap bidang mempunyai singkatan sendiri, misalnya militer, mahasiswa, binis dan lain-lain. Mungkin ada masalah untuk seseorang yang di luar bidang ini karena mereka belum tentu memahaminya. Beberapa contoh akronim-akronim dan singkatan adalah sebagai berikut:
1.      Bidang Politik, Contoh :
SBY = Susilo Bambang Yudoyono
PNS = Pegawai Negeri Sipil
HAM = Hak Asasi Manusia
2.      Bidang Pendidikan, Contoh :
PTN = Perguruan Tinggi Negeri
PTS = Perguruan Tinggi Swasta
UKM = Unit Kegiatan Mahasiswa
3.      Bidang Bisnis dan Eknomik
BNI  = Bank Nasional Indonesia
BPK = Badan Pemeriksa Keuangan
Kadin = Kamar Dagang dan Industri
4.      Bidang Olah raga
KONI = Komite Olah raga Nasional Indonesia
PSSI = Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia
PBSI = Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia
5.      Bidang Militeris dan Polisi
TNI = Tentara Nasional Indonesia
Polri = Polisi Republik Indonesia
Kodam = Komando Daerah Militer
Menurut Manila Times, acara televisi dan dinas pemerintah di Indonesia melakukan kesalahan dalam membuat dan menyebarkan singkatan baru. Mengapa Orang Indonesia suka sekali membuat akronim-akronim? Dalam pendapat Pak Arjan itu untuk alasan yang sama, karena berkaitan dengan kemudahan, dan lebih cepat untuk berbicara dan ditulis. Kata panjang dalam Bahasa Indonesia merupakan dorongan munculnya akronim. Media massa suka sekali singkatan-singkatan untuk alasan ini, dan kata baru disebarkan dengan bantuan media massa.
Sampai tingkat tertentu, semua bahasa-bahasa di dunia mengunakan singkatan dan akronim, tetapi pasti di Indonesia itu lebih biasa. Menurut artikel dalam Manila Times, masalah tertinggi adalah tidak ada peraturan nasional untuk mematuhi kalau membuat singkatan atau akronim yang baru. Akibatnya, ada orang yang kuatir bahwa bahasa Indonesia mungkin memburuk dalam ‘padan lisan pesan sms hand phone’ sebab banyak akronim ini (Suwastoyo 2004).
Akronim-akronim resmi
Tidak hanya televisi yang membuat kata-kata baru, tetapi juga banyak akronim dibuat oleh pemerintah, terutama pada masa menjelang pemilu. Selama masa kampanye pemilu, ada banyak contoh akronim-akronim politik yang digunakan calon-calon berkali-kali.
Alasan bahwa politikus berbicara dalam semboyan adalah karena lebih mudah dibandingkan dengan menggunakan kalimat lengkap. Singkatan-singkatan lebih pendek dan sederhana, semboyan-semboyan lebih efektif dan ekonomi.
Banyak semboyan dipakai terlalu sering dan menjadi klise. Dalam buku program untuk calon presiden tahun ini, ada kata tertentu yang muncul berkali-kali (Narwanto 2004). Misalnya kata yang selalu diberbicarakan oleh calon-calon adalah KKN (Kolusi, Korrupsi dan Nepotisme). Pasangan calon utama selama kampanye yang lalu, berjanji membuat kabinet ‘bebas KKN’. Mereka juga berjanji membantu HAM (Hak Asasi Manusia). Hal yang terpenting adalah pemilu yang Jurdil (Jujur dan Adil). Kata-kata ini sudah menjadi kata yang semua orang tahu dan populer. Karena itu, rupanya politikus-politikus hampir tidak harus memikir tentang jawabannya sebelum mereka berkata sesuatu, mereka mengunakan singkatan ini. Akibatnya, singkatan-singkatan ini hilang artinya, seperti semua klise, dan menjadi kata kosong yang orang-orang tidak percaya lagi.
Pokok yang terpenting adalah bahwa kata-kata ini, terutama singkatan politik, dibuat pemerintah dan ditujukan kepada masyarakat lewat media massa. Kata-kata ini tidak dibuat oleh masyarakat sendiri, jadi orang biasa tidak merasa senang.
Bahasa politik
Selama pemilu presiden baru-baru ini, yang dipanggil pilpres (pemilihan presiden), bahasa politik lebih tajam, karena pasangan calon ingin menyakinkan masyarakat mengenai kebaikannya. Bahasa sangat penting sebagai alat untuk memberitahukan kebijaksanaannya dan menyakinkan rakyat memberikan suaranya. Ada bahasa politik yang berbeda dengan bahasa sehari-hari; politikus-politkus mengunakan semboyan-semboyan dan kata klise dalam menyampaikan maksudnya. Selama waktu kampanye, banyak jargon digunakan, seperti singkatan yang klise tersebut, dan sering kalau jargon digunakan, isu-isu yang benar tidak dibahas. Rupanya semua partai memfokuskan tentang isu-isu yang sama, seperti korupsi dan hak asasi manusia, tanpa menjelaskan solusi untuk isu-isu ini. Memang, pemilu presiden baru, banyak orang mengkomentari dalam koran bahwa debat umum dangkal sekali, dan calon-calon tidak memfokuskan kebijaksanaannya tetapi malahan pemilu ini menunjukkan pasangan calon yang mana yang lebih kuat atau siapa yang  mempunyai penampilan lebih baik.
Bahasa politik tidak sekedar memberitahukan kebijaksanaan, tetapi lebih lagi. Setiap orang perlu mengerti arti lain yang disembunyikan dalam katanya. Karena tidak ada sesuatu yang berkata tanpa alasan bagus, dan setiap politikus tahu bagaimana mengatakan kata-kata kosong sambil mewujudkan kesannya yang baik. Banyak orang tidak percaya politikus-politikus karena masyarakat tahu bagaimana politikus-politikus pandai bersilat lidah dengan mengunakan bahasa.
Bahasa politik adalah diawasi lewat pidato dan jawaban yang sudah siapkan. Seorang responden dosen berkata, ‘Tidak ada kata dibicarakan tanpa memikirkan akibatnya. Mereka bersembunyi di belakang bahasanya dan tidak mengatakan hal  yang merugikan’. Alasan ini karena bahasa adalah kuat sekali. Politikus mengunakan bahasa supaya menciptakan kesannya, dan kesan ini adalah aspek yang terpaling hidupnya umum. Kalau mereka memberi jawaban yang salah kepada pertanyaan wartawan, mereka mungkin menyakitkan hati orang lain, dan menyebabkan perdebatan umum dan karirnya akan rusak. Karena itu, politikus tahu bagaimana mengelak dari pertanyaan yang susah.
Dalam penelitian saya, ada petunjuk bahwa kebanyakan orang tidak percaya janji-janji dari pemerintah, terutama pemerintah baru yang terpilih. Mereka tidak percaya bahwa politikus-politikus bisa menghentikan korupsi atau bahwa mereka akan berkerja untuk kepentingan rakyat. Seperti bunyi peribahasa: “Siapapun yang menjadi presiden, saya tetap miskin’. Dan juga ‘Besok berubah lagi’.
Walaupun, menurut beberapa aktivis, ada banyak orang dalam kaum buruh yang percaya janji presiden, yang adalah kontradiksi karena mereka yang sering menghilangkan banyak kebijaksanaan dari pemerintah konservatif. Sementara itu orang di kelas menengah, yang sudah terdidik tentang pemerintah, tidak percaya politikus tetapi mendapat keuntungan yang lebih dari mereka.
Kebanyakan orang diwawancarai saya juga setuju bahwa ada kelompok-kelompok di masyarakat yang dikesampingkan oleh politikus-politikus atau media massa. Kelompok-kelompok ini termasuk orang miskin, perempuan dan petani. Kolompok yang tidak kaya atau tidak mempunyai kekuasaan dan oleh karena itu lebih mudah untuk diabaikan.
Menarik bahwa beberapa orang berpikir ada terlalu banyak singkatan dalam bahasa Indonesia, sambil orang yang lain tidak menganggap masalah ini. Singkatan yang termasuk bidang politik adalah jargon politik, kata yang mungkin tidak dimengerti oleh semua orang dalam masyarakat. Kalau seorang membaca koran atau menonton berita televisi, mereka pasti belajar kata-kata ini. Tetapi ada orang-orang yang tidak membaca koran atau menonton televisi, mereka tidak akan mengerti dan akibatnya tidak bisa mewahaminya. Bahasa politik biasanya diawasi dengan teliti tetapi selalu terjadi kemungkinan kesalahan. Ini kadang-kadang terjadi kalau politikus-politikus harus berbicara tanpa naskah yang disiapkan terlebih dahulu.
Walaupun bahasa adalah penting dalam bidang politik, itu tidak selalu berhasil memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Alasan itu mungkin karena bahasa politik terlalu jauh dari bahasa sehari-hari.
Jargon politik mempengaruhi wacana politik, karena orang yang ingin mengambil bagian dalam debat umum, pasti harus tahu bagaimana mengunakan bahasa yang cocok.
WACANA POLITIK
Pemain-pemain dalam wacana politik
Wacana politik adalah debat politik umum yang terjadi di mana saja di antara masyarakat. Setiap hari orang-orang di mana-mana akan berbicara tentang isu-isu yang penting. Isu-isu macam-macam yang menyangkut orang-orang dan negaranya, seperti pendidikan, perang, korupsi, globalisasi dan lain-lain. Pemerintah harus menentukan kebijaksanan mengenai isu-isu ini, keputusan yang akan langsung mempengaruhi kehidupan orang banyak.
Ada beberapa pendapat yang berbeda tentang semua isu-isu ini, yang berarti isu-isu sering bisa menjadi pokok persengketaan, dan menimbulkan debat umum yang keras. Debat ini akan mempengaruhi bagaimana pemerintah melakukan tindakan.
Sedikit-banyak, semua orang yang berbicara mengenai politik adalah mereka yang mengambil bagian dalam wacana politik, tetapi biasanya wacana politik utama  dimengerti oleh mereka yang terlibat sebagai politisi, akademis, masyarakat, dan media masa. 
Kekuasaan dibawa oleh pemerintah, mereka membuat agenda dan memutuskan isu-isu yang mana akan diskusikan. Mereka melakukkan ini untuk memfokuskan pada isu-isu yang lebih bermanfaat baginya. Lewat pidato penting dan selama wawancara, politikus-politikus berbicara mengenai kebijaksaannya, dan akibatnya, wartawan akan tanya mereka menganai isu-isu ini. Seperti lingkaran, kalau ada isu yang pemerintah ingin menaikkan, satu politikus akan menyebutkan itu dan akibatnya, banyak wartawan akan menanya kepada setiap politikus tentang itu, dan segera isu ini menjadi berita besar and semua orang dalam masyarakat juga berbicara mengenai hal itu. Dalam cara yang sama, pemerintah biasanya bisa melupakan isu-isu yang mereka tidak suka. Pasti, pemerintah tidak menguasi semua debat umum, mereka sering terpaksa mendiskusikan isu-isu yang merugikan pemerintah karena wacana politik juga dipengaruhi masyarakat.
Dalam negara yang demokratik, pada akhirnya, masyarakat mempunyai kekuasaan di atas pemerintah karena mereka yang memutuskan siapa yang akan menjadi presiden dan juga siapa boleh duduk di dalam DPR. Tetapi orang yang diwawancari oleh saya, sering merasa seperti mereka tidak mempunyai kekuasaan supaya mempengaruhi wacana politik, dan merasa mereka tidak mempunyai suara dalam wacana politik atau politikus-politikus tidak akan mendengarkan suara mereka.
Secara resmi, politikus-politikus bertanggung jawab terhadap masyarakat, jadi orang-orang berhak untuk bertanya tentang tindak tanduk pemimpinnya. Orang-orang berbicara tentang politik di antara mereka sendiri, tetapi bagaimana orang biasa mengambil bagian dalam politik, dan membuat pendapatnya terkenal?
Satu cara adalah lewat media massa. Orang biasa bisa memakai media supaya dimuat pendapatnya.
Media masa adalah penghubung di antara pemerintah dan masyarakat. Termasuk berita televisi, koran, majalah dan radio. Mereka melaporkan berita dari pemerintah, dan menerjemahkan itu untuk masyarakat. Perkerjaan wartawan harus menyelidiki cerita dan menganalisir kebijaksaanan pemerintah untuk masyarakat. Ada masalah yang terdapat media masa menjadi berat sebelah, dan mengesampingkan terhadap kaum-kaum dalam masyarakat seperti politikus-politikus. Tetapi ada juga ruang dalam koran untuk pendapat orang biasa, terutama mahasiswa, dan surat kepada redaktur sering sangat penting mimbar yang terbuka untuk semua orang dalam masyarakat.  Media massa juga harus memuat isu-isu yang penting. Sering media melakkukan ini, dan beberapa koran atau majalah, seperti Tempo, sudah terkenal untuk diri sendiri dan menantang pemerintah. Media massa penting sekali sebagai bagian dari wacana politik, karena waktu saya bertanya pada responden tentang informasi politik, mereka semua menjawab mereka mendapat informasi tentang politik dari televisi atau koran, atau lewat media yang lain seperti internet. Biasanya debat umum terjadi lewat media massa; semua pihak dilaporkan media dan orang biasa memutuskan untuk diri sendirinya. Satu hal lain yang berkaitan dengan wacana politik dan debat umum.
Universitas-universitas mempunyai peran dalam wacana politik juga. Ada tradisi bahwa universitas adalah tempat yang mana banyak gerakan politik mulai, mahasiswa adalah golongan yang sering berada di depan merubah politik di banyak negara. Akademisi-akademisi dan mahasiswa bisa mempunyai posisi yang mempengaruhi debat umum mengenai isu-isu politik.
Mahasiswa bisa mempengaruhi golongan yang besar berisi orang yang berpendidikan dan kemungkinan besar orang yang radikal untuk dikerahkan di balik isu, di tempat yang mana politik dan gagasan-gagasan adalah yang terpenting. Juga, akedemisi-akedemisi bisa mempengaruhi debat umum karena mereka sangat dihormati untuk mempunyai pendapat yang terpelajar, dan juga mereka bisa mempengaruhi mahasiswa yang diajarnya.
Universitas juga tempat di mana debat menurus terus terjadi, misalnya ada kursus mengenai isu politik yang bersejarah, tidak hanya debat tentang isu-isu dalam media pada saat ini.
Hubungan di antara Bahasa dan Kekuasaan
Menurut seorang dosen yang diwanwancarai saya, bahasa adalah kekuasan. ‘Politik adalah sesuatu seni, atau kegiatan untuk memperoleh kekuasaan dan merambah kekuasaan’. Politikus seharusnya menguasai bahasanya untuk alasan penting, karena siapapun menguasi bahasa akan mempunyai kekuasaan. Contohnya, menurut Pak Mudjia, waktu Abdurramin Wahid (Gus Dur) membuat kesalahan dengan bahasanya, dan panggilan anggota DPR ‘taman kanak kanak’, itu mulai percekcokan di antara mereka dan dia. Pada akhirnya, anggota DPR berbalik melawan Gus Dur, dan dia mengatuh dari kekuasan (2002:124).
Hubungan di antara bahasa dan kekuasan adalah kuat sekali, karena mereka yang mempunyai kekuasan bisa mengawasi media massa dan akibatnya mengawasi bahasa. Keadaannya tidak sesederhana seperti ini, tetapi ada persambungan antara dua hal ini. Politikus-politikus perlu tahu bagaimana berhubungan dengan rakyat. Bahasa digunakan politikus adalah faktor ataukah mereka bisa menguatkan kekuasaan atau tidak. Dalam ‘Language and Power’, ada studi kasus tentang bahasa dalam bidang politik. Mereka mengetahui bahwa bahasa adalah alat penting untuk menbangunkan solidaritas di antara golongan sosial yang kemudian memihak kepada suatu partai itu (Fairclough 2003:201). Contohnya, dalam pidato politikus bisa menggunakan ‘kita’, sebagai pengganti ‘Anda’, karena ‘kita’ membuat perasaan bersatu dengan lain-lainnya. Juga ditahui mereka bahwa bahasa yang lebih otoritas membantu pemerintah mempunyai pengaruh atas masyarakat (Fairclough 2003:204).
Dalam permainan politik, bahasa adalah senjata. Ada teori bahwa seorang yang mengawasi bahasa akan menang, dan media massa adalah sambungan yang penting untuk orang yang ingin mengawasi bahasa. Politikus-politikus pintar sekali mengawasi bahasanya sendiri, dan bahasa yang diterbitkan dalam media. Dari maksud ini, bahasa diucapkan pemerintah dan kemudian media massa mengulang kata-kata ini kepada masyarakat. Dasarnya, pemerintah bisa mengawasi bahasanya lewat jawaban kepada wartawan-wartawan yang sudah disiapkan, dan kalau politikus membuat salah, dia bisa memperkerjakan pengacara-pengacara yang bantuannya.
Walaupun media massa dianggap berdiri sendiri, wartawan tidak melaporkan sepenuhnya tentang isu-isu atau pendapat yang bersifat alternatif, politikus dan orang lain yang berkuasa mempunyai kekuasaan yang tidak resmi atas media. dan kebanyakan orang-orang di dalam masyarakat mendapat informasinya tentang isu-isu penting dari media massa. Demikian media massa sering dipakai oleh pemerintah sebagai alat yang menguasi orang-orang dan menyebarkan propagandanya.
Selain politikus-politikus, orang lain mengahami kepentingan bahasa dalam politik. Aktivis menggunakan bahasa politik juga, supaya menyebarkan pesannya atas nama orang yang tidak bisa mengambil bagian dalam wacana politik
Siapa yang tidak bisa menjadi pemain dalam wacana politik utama?
Biasanya, wacana politik ada di antara politikus dan massa media, dan ini berarti ada banyak orang yang tidak bisa berpartisipasi. Banyak orang yang saya wawancarai menyatakan mengasihani kelompok-kelompok di masyarakat yang dikesampingkan politikus-politikus dan media massa. Kelompok-kelompok ini termasuk perempuan dan orang miskin, seperti petani dan kelompok miskin perkotaan. Mereka dikesampingkan karena mereka tidak mempunyai kekuatan di dalam masyarakat, karena mereka tidak memiliki pendidikan atau kekayaan. Politikus-politikus sering membuat janji-janji untuk memperbaiki masalahnya yang banyak. Tetapi menurut orang yang diwanwancari saya, ada banyak orang di Indonesia yang kurang peduli tentang memperbaiki masalah orang miskin, daripada memperbaiki masalah seperti korupsi atau angka pengangguran yang mempengaruhi kelas menengah. Media masa juga mengesampingkan orang miskin, atau menulis artikel-artikel yang stereotip tentang mereka.
Aktivis juga bagian bidang politik, tetapi pendapat mereka tidak dimunculkan oleh media. Misalnya, seperti satu aktivis berkata, kalau media terbit gambar aktivis-aktivis dari unjuk rasa, gambar sendiri akan muncul di koran tidak disertai ceritanya. Jadi, mereka harus mencari cara lain supaya dapat menyebarluaskan suaranya. Ada jaringan luas di antara organisasi aktivist yang mempunyai wacana politik sendiri. Mereka mendiskusikan mengenai isu-isu yang penting untuk mereka sendiri. Isu-isu yang tidak muncul dalam media massa. Debat besar terjadi di antara organisasi-organisasi, lewat internet atau koran pribadi, dan ini semacam wacana politik alternatif.
Kebanyakan orang yang sudah diwawancarai saya berkata mereka tidak memilih dalam pemilu presiden kedua 2004. Alasannya karena mereka tidak percaya siapa menjadi presiden akan merubah masalah, atau banyak orang merasa pasangan calon sama jahat, dan dalam pemilu ini tidak ada pilihan yang benar. Karena pemungutan suara tidak diwajibkan di Indonesia, ada banyak orang tidak memberikan suara untuk pemilu presiden pertama yang langsung. Masyarakat adalah salah satu pemain yang paling penting dalam wacana politik, namun mereka tidak tahu ini dan mereka sendiri mengira tidak mempunyai kekuasaan. Pasti, kalau dibandingkan dengan peran media atau peran politikus, seorang bisa merasa sendirian. Tetapi kekuasaan dikandung oleh masyarakat jadi semua orang, atau siapa saja berkeinginannya, seharusnya mengambil bagian dalam wacana politik.
Media massa tidak selalu jahat atau berat kepada satu sisi, tetapi ada tanggapan di antara orang diwawancari saya, bahwa media massa adalah alat digunakan pemerintah. Semua orang mendapat beritanya dari media, tetapi mereka tidak tahu kalau itu bisa dipercaya. Pasti ada orang yang percaya berita tentang pemerintah, tetapi pejabat dari pemerintah mendalangi media dengan sangat pintar, ada orang yang tidak tahu berita sedang manipulasi.
Dengan demikian, sangat penting semua orang di masyarakat menjadi terdidik mengenai hubungan antara bahasa dan politik. Tetapi ini tidak selalu mungkin terutama untuk kaum tersebut telah di masyarakat yang disampingkan, dan karena mereka tidak mempunyai pendidikan cukup tentang hal ini, mereka kurang yakin untuk mengambil bagian dalam wacana politik.
Ada orang yang merasa mereka benar-benar bisa mempengaruhi wacana politik dan orang ini adalah orang terlibat dengan organisasi aktivis. Orang-orang yang tidak mempunyai kedudukan kekuasaan, tetapi mengambil bagian dalam wacana politik utama bagaimanapun juga supaya menetralkan kebijaksanaan pemerintah dan juga memberitahukan pendapatnya yang sering tidak diwakili.
PERLAWANAN POLITIK
Golongan apa yang berada di luar wacana politik?
Wacana politik tidak hanya di antara politikus-politikus dalam DPR dan media massa saja. Ada banyak orang yang melakkukan kegiatian politik di luar wacana politik pokok. Orang-orang ini menjadi anggota satu dari banyak organisasi aktivis, yang berkerja untuk mengubah politik dalam cara-cara lain selain lewat DPR. Ada macam- macam organisasi aktivis di Malang, yang meliputi bidang politik, ataukah mereka adalah organisasi kiri, kanan, atau Islam. Banyak organisasi bisa terdapat dalam kampus di universitis, tetapi bukan saja mahasiswa yang meliputi dengan organisasi politik. Ada juga organisasi lain di dalam masyarakat untuk kaum buruh, kaum perempuan, hak asasi manusia, kaum miskin dan lain lain.
Golongan aktivis tidak menunggu perubahan dari pemerintah. Mereka tidak percaya pemerintah akan membantu kaum tertentu di masyarakat atau memberantas korupsi dalam negara ini. Jadi, mereka mengatur mereka sendiri dan berjuang untuk melakukan perubahan lewat cara lain. Golongan-golongan ini dibentuk dari banyak isu, seperti hak perempuan, hak buruh, anti korupsi dan lain lain. Biasanya isu-isu tidak sering dibicarakan oleh golongan menteri-menteri.
Saya bertemu aktivis-aktivis yang mengurusi Malang Corruption Watch (MCW). Ada sepulah orang yang volunteer di kantor, beberapa mahasiswa yang sedang belajar hukum, dan orang lainnya yang sudah ahli. Organisasi ini resmi, mereka menerima keluhan dari masyarakat tentang korupsi di Malang dan mereka melakukan penyelidikan. Kalau ada kasus, mereka akan pergi ke pengadilan. Mereka adalah yang menjaga korupsi, mereka juga membaca koran setiap hari, dan mengumpulkan artikel-artikel mengenai korupsi dan membandingkan informasi resmi dengan informasi sendiri. Visinya berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1.    Menaikkan kesadaran dalam masyarakat tentang haknya.
2.    Menganjurkan masyarakat menyelidiki kasus korupsi dan menerbitkan korupsi ini.
3.   Membuat kampanye umum supaya mengubah undang-undang, sistim politik dan birokratsi yang mengetahui tentang masalah korupsi.
4.   Menanjurkan pelaksanaan undang-undang antara pejabat, orang bisnis, praktisi hukum dan pejabat lain.
Saya mempunyai banyak waktu dengan aktivis mahasiswa dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), organisasi Sosialis, yang sering mengatur aksi-aksi tentang isu-isu sosial. Partai politik, yang dibentuk pada tahun 1996, sebagai gerakan demokratis. Pada tahun 1998, PRD terlibat dalam mengantur aksi massa yang akhirnya menurunkan Presiden Suharto. Baru-baru ini, mereka membuat koalisi dengan organisasi progresip lain. Selama pemilu mereka membuat janji supaya tidak memberikan suara untuk calon, karena berdua calon mempunyai kareer militeris. Juga dengan PRD adalah Front National Perjuangan Buruh Indonesia (FMPBI) dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) yang menarik banyak mahasiswa dan aktivis yang masih muda.
Saya juga bertemu beberapa orang yang bekerja di koperasi di Malang. Dia juga termasuk kelompok yang bergerak dalam hak binatang dan lingkungan, anggota ProFauna. Di belakang toko ini, mereka membuat baju dan tempelan dengan semboyan politik yang kemudian dijualnya. Juga ada musik dan majalah politik yang dijual di sana. Toko terletak di dalam kampung, dan aktivis juga tinggal di sana.
Aktivis yang dikenalkan saya hanya beberapa dari macam-macam golongan aktivis dalam masyarakat. Karena untuk setiap isu dan setiap ideologi, pasti ada golongan aktivis. Saya hanya bertemu dengan aktivis dari golongan yang dianggap kiri, atau progresip, 
Mengapa mereka melawan  politik?
Orang dalam golongan activis tersebut ingin mengubah struktur masyarakat karena mereka percaya bahwa masyarakat pada saat ini berada dalam tidak adil atau dalam kondisi tidak demokratis. Pada hakekatnya, masyarakat dikuasai oleh orang yang kaya dan kuat. Menurut pendapat activis-activis, orang-orang ini memiliki banyak perusahaan dan peduli hanya tentang mendapat keuntungan. Demikian, mereka akan mengeksploitir para buruh dengan memberikan gaji yang sedikit dan penyediaan keadaan bekerja yang tidak baik. Mereka juga mengotori lingkungan dan tidak melingdunginya untuk generasi berikutnya. Orang-orang seperti ini juga sering korup, tetapi tidak terjangkan hukum untuk tindakannya. Aktivis-aktivis yang sosalis bilang bahwa kapitalisme adalah sebab untuk masalah ini.
Untuk aktivis-aktivis, politikus-politikus adalah berkait dengan masalah ini, yang tidak memberikan solusi. Dalam negara demokratik menteri-menteri seharusnya mewakili semua orang, tetapi sering hanya kepentingan orang kaya yang diwakili. Ini karena antara kedua golongan itu ada hubungan yang akrab. Misalnya, orang bisnis mungkin akan menyokong kampayne politikus oleh mendermakan uang, sebagai pengganti politikus akan membantu golongan bisnis oleh undang-undang yang lebih berpihak pada mereka. Ini satu contoh yang sederhana sekali, tetapi kolongan bisnis, media dan politik adalah sangat berkaitan.
Bagaimanpun, politikus-politikus menjanji memperbaiki masalah sosial ini, dan sering ada banyak orang biasa yang percaya mereka. Jika orang percaya bahwa politikus-politikus bisa dan akan mengubah masayarakat, mereka tidak akan ikut serta dengan organisasi aktivis karena mereka berpikir tidak perlu. Jadi, aktivis-aktivis melawan semua ke bohongan yang dibuat politikus-politikus dari pemerintah yang menceritakan dalam bahasanya, dan semua janji-janji yang tidak pernah dilaksanakan. Mereka melawan pemerintah tentang isu-isu yang mereka mau diubah, dan mencoba metekan pemerintah mengubah undang-undang melalu suara populer.
Semua golongan ini adalah organisasi-organisasi yang kiri, khususnya mereka ingin, antara lain, pemerintah yang bersih, tidak militeris dalam pemerintah, hak untuk para buruh dan mereka terus berjuang untuk Indonesia yang demokratis.
Bagaimana mereka berjuang?
Selain aksi-aksi, satu aspek yang penting sekali supaya memperluas organisasi aktivis adalah pendidikan.Aktivis dari MCW dan PRD berdua mendidik orang-orang tentang isu-isu politik, mereka menunjukan bagaimana pemerintahan mempunyai agendanya sendiri, dan jika kebijaksanaannya akan melukai masyarakat. Terdapat perjuangan yang terus menerus menyakinkan orang biasa tentang kepentingan isu-isu politik, dan melibatkan mereka dengan kegiataan aktivis.
Mereka berjuang secara damai, mereka harus menemukan cara alternatif. Dasarnya, mereka ingin didengarkan oleh pemerintah, karena aktivis tidak mempunyai sama kekuasaan supaya mempengaruhi pemerintah seperti orang yang lain. Di dalam negeri yang demokratik semua orang seharusnya mempunyai satu suara dan sama dalam kekuasaan, tetapi dalam kebenaran ada orang tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan lebih daripada orang yang lain.
Jadi, aktivis-aktivis akan mencoba banyak cara supaya menarik perhatian pada sendiri dan isunya. Cara yang paling baik adalah lewat gerakan populer massa. Kalau majoritas orang dalam masyarakat bekerja sama dan meminta berubahan, politikus-politikus terpaksa mendengarnya. Untuk politikus, yang selalu mau mempertahankan kekuasaannya, itu terlalu berbahaya kalau tindakannya tidak mendengar pada masyarakat mengenai isu-isu yang populer. Ini bagaimana gerakan massa mempunyai kekuasaan. Jadi, aktivist harus membuat banyak tindakan yang kreatif supaya menarik sebanyak-banyak orang, dan menganjurkannya mengikutsertakan pada kegiatan politik. Misalnya, melalui berunjuk rasa yang besar, dan lewat tindakan politik yang menarik banyak perhatian dari media massa.
Suatu hari ada aksi tentang barang harganya yang dinaikkan selama Ramadan, terutama menjelang Idul Fitri. Aksi ini dilakukan di alun-alun di Malang mulai pagi karena itu tempat dan waktu hari yang paling ramai. Golongan kecil orang diambil bagian, kira-kira lima belas mahasiswa. Mereka menegakkan plakat-plakat, dan yel-yel lewat alat pengeras suara. Beberapa orang membawa selebaran-selebaran yang  memberikan kepada orang dalam mobil-mobil atau orang yang berjalan kaki lewat.
Kemudian aksi ini berjalan kaki lewat jalan-jalan, dikawal oleh dua polisi dengan sepeda motor, sampai mereka tiba di kantor DPRD. Ke luar kantor DPRD mahasiswa berteriak dengan keras, mereka juga diwanwancarai oleh wartawan dari koran dan radio. Walaupun aksi ini adalah kecil, mahasiswa merasa senang. Mereka menarik simpati orang-orang di alun-alun dan sekitarnya, mereka bisa menjelaskan maksud dan tujuannya untuk menklarifikasi penyeleiwengan anggota DPRD, atau pemerintah. Hari depan, aksi ini tidak dilaporkan di koran, mungkin karena terlalu kecil.
Bagaimana mereka menyebarkan pesannya?
Kebanyakan organisasi aktivis mempunyai media sendiri. Karena mereka disampingkan oleh media massa, mereka menerbitkan koran sendiri, atau majalah dan website. Selain itu mereka mempunyai koperensi pers, dan menerbitkan selebaran-selebaran dan plakat-plakat, juga baju-baju dengan semboyan di depannya.
Tidak sama dengan plesetan, aktivist-aktivist tidak merasa kuatir atau takut menyakitkan hati orang-orang secara langsung. Bahasanya berani dan lugas. Maksudnya supaya langsung membuat jawaban di antara masyarakat kalau dilihat atau dibaca. Di plakat di unjuk rasa, bahasanya terus terang. Teriak untuk apa mereka mau, dan apa mereka tolak. Mereka memakai semboyan sederhana seperti: ‘tolak militerisme’, atau ‘kami mau demokratis’.  Di satu aksi ada plakat yang dibaca ‘SBY!! Mana Lapangan kerja! Yang kau janjikan!!’
Bahasa tersebut adalah jelas dan besar, jadi kalau siapapun yang berjalan kaki lewat atau melihat gambar dalam koran besok mereka akan tahu apa isunya.
Aktivis-aktivis bekerja dalam dua tingkat, satu cara lewat aksi umum dan cara lain lewat pendidikan. Mereka menarik orang kepada organisasi dan mengajar mereka dalam kelas atau memberi mereka buku-buku tentang politik. Orang baru ini akan menjadi bagian organisasi dan menjadi terdidik sebagai aktivis, atau mungkin mereka tidak akan menjadi aktivis tetapi mereka masih mempunyai pengetahuan. Lewat orang ini, pesan menyebar pada keluarga dan teman-teman dan dalam masyarakat.
Aktivist-aktivis dari MCW mengunakan pernyataan pers dalam menyebarkan pesannya. Kalau mereka berhasil, mereka akan mempublikasikannya. Juga lewat plakat yang diberikan kepada masyarakat dan ditempelkan di universitas, kantor bekerja dan tempat umum, atau lewat stickers dan badges dengan semboyan. Semboyan seperti, ‘TENTUKAN NASIB KELURAHAN ANDA. JANGAN RAGU-RAGU. SELAMATKAN UANG RAKYAT.’ Mereka ingin menganjurkan orang-orang tidak merasa malu atau takut tentang melaporkan kasus korupsi. Dan pesannya bahwa kalau ada orang yang korup dia akan dipergoki.
Orang-orang di organisasi-oraganisasi ini mendapat informasi tentang politik dari televisi dan koran seperti orang lain, tetapi juga ada jaringan aktivis luas yang saling memberi informasi tentang isu-isu politik. Dari banyak bagian di Indonesia dan seluruh dunia ada wacana politik alternatif. Sekalipun media massa boleh mengesampingkan mereka, mereka sendiri akan menceritakan kebenaran tentang isu-isu di Indonesia. Juga mereka akan menceritakan negeri lain lewat internet.
Internet bagus sekali untuk aktivis politik, karena mereka bisa menyebarkan informasi kepada ribu-ribuan orang dengan mudah, menatur unjuk rasa besar dengan cepat dan berhubungan dengan aktivis dari negeri lain. Internet juga satu media yang terbuka, tidak diawasi oleh pemerintah atau orang kaya di masyarakat. Oleh karena itu, ada banyak mimbar yang mana semua orang bisa memberi laporan.
Bagaimana mereka mempengaruhi wacana politik?
Organisasi aktivis pasti mempengaruhi wacana politik. Setiap organisasi diusahakan cara lain, dan mempunyai akibat berbeda atas politik. Dengan PRD, ada rumah yang juga kantor di mana banyak mahasiswa bertemu dan berbicara tentang politik sepanjang hari dan malam. Ada banyak buku, majalah, koran dan pemberitahuan pers yang di situ, beberapa koran dari organisasi politik lain dari luar negri. Aktivis-aktivis menggumpulkan semua media yang memuat tentang mereka, seperti foto-foto dan artikel-artikel tentang mereka sendiri dan isu-isu lain dari koran. Sumber ini berharga untuk gerakan aktivis dalam jangka panjang.
Kami duduk di lantai kantor dan berbicara tentang politik di Australia dan Indonesia, kami saling memberi informasi tentang gerakan mahasiswa di negara masing-masing.  Keadaan ini membuat solidaritas antara aktivis, baru dan lama.
Bahwa organisasi seperti MCW memang hidup, berarti orang-orang biasa mempunyai cara melawan korupsi selain menunggu tindakan pemerintah. Selama kunjungan saya aktivis sedang belajar bagaimana melakkukan konperensi pers.
Berunjuk rasa supaya memaksa isu-isu penting diketahui umum, meningkatkan pengetahuan. Ini bisa menguasai wacana politik. Jika politikus-politikus tidak akan mengumumkan isu-isu seperti hak asasi buruh atau harga barang, unjuk rasa bisa meliputi sejumlah ratus-ratusan orang dan pengaruh banyak lebih orang yang lewat aksi selama hari yang ramai.
Pesan politiknya akan sampai pada semua orang ini lewat cara alternatif daripada lewat media massa. Orang ini yang tidak mempunyai kesempatan membaca koran politiknya dan yang mungkin belum tahu menganai isu-isu ini. Satu aksi bisa membuat isu perhatian umum, dan orang-orang akan berbicara tentang itu, jadi isunya akan menjadi bagian kegiatan politik.
Politikus-politikus memperhatikan tentang apa yang dipikirkan orang-orang. Satu aksi menganjurkan orang-orang memikirkan mengenai isu-isu yang sering dikesampingkan. Juga ini adalah kesempatan untuk aktivis-aktivis menjadi lebih dekat, dan lebih kuat dengan solidaritas. Orang lain dalam masyarakat tahu ada cara yang alternatif pengaruhi wacana politik dan politikus-politikus tahu ada ratus-ratusan dalam masyarakat yang peduli dan jadi sesuatu harus dilakkukan.
Kadang-kadang unjuk rasa berjalan secara simbolis saja, tetapi sering aksi ini akan mempengaruhi politik secara benar, misalnya waktu orang-orang permintahaan Suharto harus berhenti. Karena tidak masalah kalau politikus-politikus menguasai bahasanya dan bahasa media; kadang-kadang bahasa orang biasa akan menjadi aksi massa populer, dan kemudian orang biasa adalah pemenang dalam permainan politik.
Aktivis-aktivis kadang-kadang harus memperjuangkan bertahun-tahun dapat supaya mencapai perubahan sosial. Banyak organisasi aktivis tidak mempunyai banyak  anggota yang ikut serta dengan sepenuh hati. Tidak banyak percentasi orang dalam masyarakat ikut organisasi aktivis, itu kegiatan minoritas. Dan juga ada organisasi aktivis dengan pendapat yang sangat berbeda daripada organisasi tersebut. Semua aktivis itu mengadakan tekanan terhadap pemerintah, dan ataukah mereka berhasil atau tidak tergantung pada pemerintahaan itu.
BAHASA PERLAWANAN
Plesetan adalah apa?
Plestan adalah, dasarnya, bercanda dibuat dari mengubah singkatan-singkatan. Tetapi plesetan lebih banyak bercanda saja. Walaupun dalam setiap bahasa orang-orang membuat lelecon sendirinya, di antara pendudukan Indonesia plesetan adalah semacam seni dan olah raga. Setiap bidang mempunyai plesetan sendirinya, karena setiap bidang mempunyai singkatan sendirinya. Plesetan bisa dibuat tentang apa saja, bukan politik saja. Tetapi orang merasa khusus kesenangan menceritakan plesetan politik, karena mereka kurang suka politikus-politikus atau pemerintah.
Dalam pengalaman saya, orang-orang benar-benar suka menceritakan contoh-contoh plesetan. Seperti berkata lelucon, menyebarkan plesetan terjadi dengan mudah, selama percakapan informal. Misalnya, satu hari saya sedang makan di warung dan mulai ngobrol dengan seseorang tentang politik, tiba-tiba laki-laki ini mulai menceritakan banyak contoh plestan, yang saya menuliskan dengan cepat. Dia tidak suka politik dan menyatakan kebencian dengan menceritakan semua orang bercanda yang dia sudah dengar dari teman lain.
Pak Mujia melukiskan plesetan sebagai ‘ menjungkirbalikan singkatan, sehingga mengundang tawa dan maknanya menjadi konyol…ungkapan pejabat negara,’ (129:2002). Biasanya plesetan tidak bisa menjelaskan kecuali lewat contoh-contoh.
Saya sudah dapat kebanyakan contoh plestan dari orang yang diwawancanai saya. Semua orang sudah tahu satu atau dua plesetan yang baik. Saya juga dapat beberapa dari Pak Mujia dan dari internet.
Harmoko dulu adalah Menteri untuk Informasi pada hampir lima belas tahun, dan orang-orang di mana mana panggil dia Hari-hari omong kosong.
Politik = poli + tikus (banyak tikus)
Tommy Suharto, anak mantan Presiden Suharto, dulu ingin memiliki perusahaan yang membuat mobil nasional Indonesia pertama. Mobil bernama Timor. Tommy juga terkenal untuk kehidupan yang kaya, memiliki Rolls Royce biru dan pergi ke banyak pesta.
Tetapi walaupun dia menerima hak-hak tunggal dari Bapaknya untuk membuat mobil ini, pada 1998 dia terpaksa berhenti oleh IMF. Kemudian dia melarikan diri dari tuntutan korupsi (Putra, 2001).
TIMOR = Tommy Itu Memang Orang Rakus.
Amien Rais = Amien Rasis
Menurut aktivis-aktivis, Amien Rais tidak suka orang asing atau orang Kristin.
UUD = Undang Undang Dasar, atau Ujung-Ujungnya Duit.
Koalisi Kebangsaan (PDI-P + Golkar) = Koalisi Kebangsatan
Menurut aktivis-aktivis, koalisi ini berisi dua partai yang terlebih jahat.
Orang yang pedukung SBY sebelum pemilu dilaporan menyatakan, ‘Rutenya Surabaya-Jogjakarta pulang pergi.’ Surabaya sering dipanggil sebagai SBY, seperti Susilo Bambang Yudoyono, dan Jusef Kalla adalah JK seperti Jogyakarta.
Atau satu yang tidak terkait dengan partai saja. MPR = Masyarakat Peduli Reformasi.
Orang yang berpikir Megawati memimpin negara kembali seperti Orde Baru membari dia nama Megawati Suhartoputri. Karena kebijaksankan lebih dekat dengan Suharto daripada Sukarno.
KKN = Kanan Kiri Nuntun
KUHP = Kasih Uang Habis Perkara
IDT = Ikilo Duwite Teko
Sejarah plesetan
Plesetan lebih biasa dalam Bahasa Indonesia karena bahasa tersebut menyukai akronim dan singkatan. Kebanyakan orang sudah biasa bermain-main dengan bahasa waktu mereka mempendekkan kata-kata. Jadi kemudian mereka terus bermain-main dan membuat lelucon. Mungkin kebingungan tentang arti yang benar untuk banyak singkatan-singkatan menimbulkan orang membuat arti sendiri, dan itu yang paling lucu akan diingat. Ada lebih banyak plesetan dalam Bahasa Indonesia daripada Bahasa Inggris, karena ada juga lebih banyak singkatan, dan hal dua ini berkaitan.
Ada teori bahwa plestan lebih biasa selama masa Suharto karena pemerintahannya lebih kuat tentang kebebasan berbicara. Dulu banyak orang biasa mengikuti perlawanan yang simbolis seperti plesetan, daripada perlawan langsung, karena risiko terlalu tinggi. Bagaimanapun, plestan masih biasa dalam masa ini, karena orang-orang masih kurang suka pemerintah. Itu sesuatu yang tidak bisa berhenti, ini akan selalu terus.
Teori ini tidak bisa mengukur dengan kwantitatif supaya tahu kalau plesetan lebih biasa sekarang atau pada masa dulu. Itu bisa hanya dinilai secara perorangan oleh penglihatan dan ingatannya yang mungkin tidak dapat percaya.
Perlawan yang tidak langsung
Walaupun aktivis menggunakan semboyan-semboyan dalam demonstrasi, mereka tidak menggunakan plesetan. Beberapa aktivis-aktivis percaya bahwa plesetan akan membuat bingung isu-isu yang penting, dan plesetan tidak membuat perubahan yang benar. Mereka lebih suka tindakkan yang umum dan langsung. Orang yang merasa sinis menggunakan plesetan, tetapi mungkin kepercayaan ini juga menjaga keadaan demikian yang seorang tidak mempunyai kekuasaan. Karena mereka tidak percaya perubahan dibuat mereka. Aktivis-aktivis percaya bahwa kalau orang-orang ingin merubah pemerintah, mereka seharusnya berhubungan organisasi dan berjuang untuk merubah bersama-sama dengan orang lain.
Walaupun, menurut Pak Mudjia, plesetan adalah bahasa yang simbolis digunakan dalam melawan para elite politik. Menurut dia, rakyat kecil tidak menikmati perubahan dari satu orde ke orde lain, karena mereka masih miskin dan marginal siapa saja yang menjadi Presiden. Mereka juga tidak percaya bahasa yang digunakan para pejabat, akibatnya masyarakat mulai membuat perlawanan yang simbolis melalui plesetan. Plesetan mungkin tidak menyebabkan pemerintah turun, tetapi ini masih cara yang penting untuk perlawanan.
Plesetan adalah pemberontakan yang simbolis, cara untuk orang lemah melawan wibawa, dan karena pleseten dasarnya bercanda saja, perlawanan ini adalah tidak langsung. Dalam budaya Indonesia, sudah biasa untuk seorang tidak dicela secara langsung, semua orang akan menghindari mengatakan sesuatu yang akan menyakiti hati. Tetapi sekalipun plesetan dianggap lelucon, mereka berisi isu-isu politik yang serius. Dengan jenaka satu kalimat bisa menampakkan dengan cepat kebenarannya. Sifat itu bisa ketahuan dari plesetan-plesetan. Isu-isu yang perkembang dalam masyarakat luas pada saat itu. Isu-isu seperti korupsi, peran militer dalam pemerintah, politikus-politikus yang rakus dan lain-lain.
Plesetan adalah bahasa yang dibuat rakyat. Bahasa ini berdasarkan kata-kata resmi, tetapi memberi arti yang baru oleh orang-orang bawah. Orang biasa sama sekali tidak percaya bahasa dari pemerintah, mereka berpikir semua politikus-politikus bohong. Kalau orang biasa merasa tidak berdaya merubah pemerintah, seperti dalam masa Orde Baru ketika orang bisa dipenjara untuk melawan pemerintahan Suharto, membuat plesetan adalah semacam perlawanan populer yang tidak langsung.
Tidak ada seorangpun yang tahu di mana atau kapan plesetan dibuat, tetapi semua orang suka menceritakan lagi kepada semua teman-temannya. Plesetan disebarkan dari mulat ke mulat, seperti email yang lucu itu kedengarkan oleh juta-jutaan orang dengan cepat-cepat.
Pemerintah bisa memaksa singkatan-singkatan baru di atas masyarakat, tetapi para pejabat tidak bisa menguasi bagaimana orang-orang akan berbuat dengan kata-kata ini. Plesetan adalah satu cara untuk orang-orang memperoleh kembali bahasanya. Mereka membentuk dan mengubah artinya yang maksud sampai kata-kata berarti sebaliknya, berarti yang lebih jujur. Akhirnya, kata yang asli, mungkin nama politikus atau nama kebijakan pemerintah, akan dianggap seperti lelucon oleh masyarakat. Kata itu akan dihubungkan dengan artinya lawannya. Setiap kali kata itu berkata di televisi atau di koran, orang-orang di mana-mana akan kira tentang artinya lain, dan ini akan menguatkan perlawanan. Cara ini adalah cerdik dan tidak kentara, tetapi masih perlawanan yang penting.
Semua orang yang diwawancari saya sudah mempunyai banyak contoh plesetan yang mereka menceritakan saya. Pemilu tahun ini menyebabkan banyak plesetan baru masuk dalam bahasa. Seorang dosen yang saya wawancarai berkata dia menerima plesetan lewat telepon genggamnya setiap hari sebelum pemilu.
Semua orang pasti tidak selalu tahu tentang alasan-alasan mengapa mereka suka mendengar plesetan. Mereka tahu itu lucu dan menyebabkan tertawa, tetapi mereka mungkin kurang sadar teori bahwa plesetan semacam perlawanan. Beberapa contoh plestan dibuat baru-baru ini, misalnya yang tentang pemilu atau politikus tertentu. Tetapi ada plesetan lain yang lebih umum dan bisa dipakai selama masa apa saja, akibatnya ini menjadi lelucon lama dan adalah terus berulang-ulang untuk setiap generasi. 
Plesetan tidak hanya bahasa orang kecil, karena banyak orang tinggi dalam masyarakat juga suka itu, tetapi plesetan disebarkan lewat media yang berbeda dengan media yang menyebarkan singkatan politik. Biasanya plesetan menyebar daripada mulut ke mulut, atau lewat sms atau internet. Kadang-kadang itu dimunculkan artikel koran, tetapi tidak dengan serius. Sudah mengetahui bahwa bahasa digunakan pemerintah supaya membuat rasa solidaritas antara golongan tertentu dalam masyarakat, dan demikian juga plesetan membuat solidaritas antara orang dalam rakyat yang tidak suka pemerintah atau tidak percaya politikus-politikus.
Description: Bahasa Dalam Berpolitik (BAB II)
Rating: 4.5
Reviewed by: Rumah Makalah
On: 22.09.00
TOP