Makalah Perkembangan Remaja Dan Permasalahannya (BAB II)
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Fisik Remaja
Masa remaja
diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik
(meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi
fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada
masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat,
drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon
mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus
reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini
disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan
karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup
perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder
mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya,
pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya
rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra
mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh
rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di
kaki, kumis dan sebagainya.
Sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan
mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai
mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami
menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan
perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara
terjadi pada usia 13 tahun.
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai
berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan
seks remaja. Remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks
dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan
untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin
mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran
tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah
mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami
penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia. Sebagai akibat proses
kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi
prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal
ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara
fisik.
B.
Perkembangan Psikis Remaja
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah
mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan
selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu
pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman
sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam
proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai
faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai
C.
Perkembangan Sosial Remaja
Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak
pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat
penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja
untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA,
membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan
remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus
berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Batasan remaja menurut usia kronologis, yaitu antara
13 hingga 18 tahun. Ada juga yang membatasi usia remaja antara 11 hingga 22
tahun. Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok,
yaitu:
a.
Remaja
awal : antara 11 hingga 13 tahun
b.
Remaja
pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
c.
Remaja
akhir: antara 17 hingga 19 tahun.
Pada usia tersebut,
tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. Mencapai
hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun
lawan jenis
b. Mencapai peran sosial maskulin dan
feminin
c. Menerima keadaan fisik dan dapat
mempergunakannya secara efektif
d. Mencapai
kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
e. Mencapai
kepastian untuk mandiri secara ekonomi
f. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri
untuk bekerja
g. Mempersiapkan diri untuk memasuki
perkawinan dan kehidupan keluarga
h. Mengembangkan kemampuan dan
konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara
i.
Menginginkan dan mencapai perilaku yang
dapat dipertanggungjawabkan secara sosial
j.
Memperoleh rangkaian sistem nilai dan
etika sebagai pedoman perilaku
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya
kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja
membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan
maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada
diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan
(Fuhrmann, 1990).
D.
Masalah-Masalah Remaja
Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas
tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam
memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
a. Masalah
pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di
rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan
nilai-nilai.
b. Masalah
khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada
remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih
sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind
dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad
duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak
dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari
perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang
menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara
psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat
seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh
diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih
lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini
membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi
tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian
cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan
mengalami gangguan emosional.
Bellak
(dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap
perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan
dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi
yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya
terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload.
Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas
dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian
di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa
kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja,
ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian
diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat
digolongkan dalam delinkuensi.
Perkembangan
pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek
sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang
memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada
remaja.
E.
Faktor Keluarga (Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa
anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak
baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian
menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis
(sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat
tersebut menurut para ahli, antara lain:
a. Keluarga tidak utuh (broken home by
death, separation, divorce)
b. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan
dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
c. Hubungan interpersonal antar anggota
keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)
d. Substitusi ungkapan kasih sayang
orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi
keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang
merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
a. Hubungan buruk atau dingin antara
ayah dan ibu
b. Terdapatnya gangguan fisik atau
mental dalam keluarga
c. Cara pendidikan anak yang berbeda
oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek
d. Sikap orangtua yang dingin dan acuh
tak acuh terhadap anak
e. Sikap orangtua yang kasar dan keras
kepada anak
f. Campur tangan atau perhatian yang
berlebih dari orangtua terhadap anak
g. Orang tua yang jarang di rumah atau
terdapatnya isteri lain
h. Sikap atau kontrol yang tidak
konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i. Kurang
stimuli kongnitif atau sosial
j. Lain-lain,
menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain
sebagainya.
Sebagaimana telah disebutkan
di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan
di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang
lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang
sehat/harmonis (sakinah).
F. Faktor Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar
anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik
untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara
lain;
a.
Sarana dan prasarana sekolah yang tidak
memadai
b. Kuantitas dan kualitas tenaga guru
yang tidak memadai
c.
Kualitas dan kuantitas tenaga non guru
yang tidak memadai
d. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e. Kurikilum sekolah yang sering
berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
f. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan
lain sebagainya.
G. Faktor Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial yang
tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja
untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2
bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah
rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:
a. Faktor Kerawanan Masyarakat
(Lingkungan)
1) Tempat-tempat hiburan yang buka
hingga larut malambahkan sampai dini hari
2)
Peredaran alkohol, narkotika,
obat-obatan terlarang lainnya
3) Pengangguran
4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5) Wanita tuna susila (wts)
6) Beredarnya bacaan, tontonan, TV,
Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
7) Perumahan kumuh dan padat
8) Pencemaran lingkungan
9) Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan sosial
b. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1)
Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan
zat aditif lainnya
2) Perkelahian perorangan atau
berkelompok/massal
3) Kebut-kebutan
4) Pencurian, perampasan, penodongan,
pengompasan, perampokan
5) Perkosaan
6) Pembunuhan
7) Tindak kekerasan lainnya
8) Pengrusakan
9) Coret-coret dan lain sebagainya
Kondisi psikososial dan ketiga Faktor di atas, merupakan
faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja.