Ciri-Ciri Bahasa Indonesia Full
BAHASA INDONESIA SEBAGAI IDENTITAS BANGSA INDONESIA
Setelah hampir dasa windu menjadi
bahasa persatuan, bahasa Indonesia memperlihatkan ciri-cirinya sebagai alat
komunikasi yang mutlak diperlukan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah
membuktikan diri sebagai bahasa yang tahan uji. Bahasa Indonesia telah
menunjukkan identitas bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia sangat berperan dalam
mempersatukan berbagai suku bangsa yang beraneka adat dan budayanya. Dalam
mengemban misinya, bahasa Indonesia terus berkembang seiring dengan keperluan
dan perkembangan bangsa Indonesia, walaupun ada perkembangan yang
menggembirakan dan ada perkembangan yang menyedihkan dan membahayakan, Dualisme
perkembangan ini memang merupakan dinamika dan konsekuensi bahasa yang hidup
Tetapi, karena bahasa Indonesia sudah ditahkikkan sebagai bahasa yang berkedudukan
tinggi oleh bangsa Indonesia, ia harus dipupuk dan disemaikan dengan baik dan
penuh tanggung jawab agar ia bisa benar-benar menjadi "cermin" bangsa
Indonesia.
Sebelum Perang Dunia Kedua, bahasa
Indonesia tidak dihargai dengan sepantasnya walaupun dunia pergerakan politik
sedemikian banyak memakai bahasa Indonesia. Dunia ilmu pengetahuan dan dunia
pendidikan belum lagi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Kalau ingin
memperbaiki nasib, bukan bahasa Indonesia yang digunakan,melainkan bahasa
Belanda sebagai bahasa kaum penjajah. Bahasa pengantar untuk ilmu pengetahuan
adalah bahasa Belanda. Apabila sesorang ingin dihormati dan disegani dalam
pergaulan, ia harus bisa menguasai bahasa Belanda dengan baik. Bahasa Belanda
benar-benar bisa menentukan status pemakainya. Akibatnya, pemakai bahasa
Indonesia merasa apatis atau masa bodoh melihat kekangan-kekangan yang hebat
terhadap bahasa Indonesia ketika itu. Seolah-olah bahasa Indonesia tidak akan
mampu menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Kaum penjajah ketika itu memang
menginginkan seperti itu sehingga pemakai bahasa Indonesia merasa diri tidak
berguna mempelajari dan menguasai bahasa Indonesia. Orang Indonesia ketika itu
merasa lebih terpelajar dan terhormat apa bila menguasai bahasa Belanda dengan
baik. Orang Indonesia tidak merasa malu apabila tidak menguasai bahasa
Indonesia dengan baik, tetapu akan merasa ada yang kurang apabila tidk
menguasai bahasa Belanda dengan baik. Akibatnya, tidak banyak orang Indonesia
yang mau mempelajari bahasa Indonesia dengan serius dan cukup menguasai bahasa
Indonesia ala kadarnya untuk komunikasi umum. Akhirnya, banyak pula orang
Indonesia yang tidak mahir berbahasa Indonesia , tetapi menguasai dan sangat
mahir berbahasa Belanda.
Sesudah Indonesia merdeka, bahasa
Indonensia lebih berkembang lagi dengan baik dan meluas. Bangsa Indonesia sudah
merasakan betapa perlunya membina dan memperhatikan perkembangan bahasa
Indonesia. Bangsa Indonesia mulai sadar bahwa tanpa bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia tidak akan memperoleh kemajuan. Minat bangsa Indonesia untuk mau
mempelajari bahasa Indonesia dengan baik setiap tahun terus bertambah.
Akibatnya, bahasa Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Setelah perkembangan
bahasa Indonensia itu sedemikian pesatnya, sekarang timbullah serangkaian
pertanyaan:
1. Apakah setiap bangsa Indonesia sudah
bangga berbahasa Indonesia sebagai bahasa nasional?
2. Apakah setiap bangsa Indonesia sudah
mencintai dan menghormati bahasa Indonesia?
Adakah rasa kebanggan itu timbul dari hati nurani setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia?
Adakah rasa kebanggan itu timbul dari hati nurani setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia?
3. Apabila setiap bangsa Indonesia
sudah mencintai, menghormati, dan bangga berbahasa Indonesia, apakah mereka
sudah membina bahasa Indonesia dengan baik?
4. Adakah pemakai bahasa Indonesia itu
sudah memathui kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang benar?
5. Apakah setiap orang yang mengaku
berbangsa Indonesia itu sudah mempergunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar?
Jawaban untuk semua pertanyaan ini
tentulah ada di dada masing-masing orang yang menganggap, mengaku, dan
menjadikan dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Ciri Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri
umum dan kaidah-kaidah pokok tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa
lainnya di dunia ini, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri
umum dan kaidah0kaidah pokok ini pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia
dan mana bahasa asing ataupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-ciri umum
dan kaidah-kaidah pokok tersebut merupakan jati diri bahasa Indonesia.
Ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok yang dimaksud adalah antara lain sebagai
berikut.
1. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan
bentuk kata untuk menyatakan jenis kelamin. Kalau kita ingin menyatakan jenis
kelamin, cukup diberikan kata ketarngan penunjuk jenis kelamin, misalnya:
a. Untuk manusia dipergunakan kata laki-laki atau pria dan perempuan atau wanita.
b. Untuk hewan dipergunakan kata jantan dan betina.
c. Dalam bahasa asing (misalnya bahasa Ingris, bahasa Arab, dan bahasa Sanskerta) untuk menyatakan jenis kelamin digunakan dengan cara perubahan bentuk. Contoh :
a. Untuk manusia dipergunakan kata laki-laki atau pria dan perempuan atau wanita.
b. Untuk hewan dipergunakan kata jantan dan betina.
c. Dalam bahasa asing (misalnya bahasa Ingris, bahasa Arab, dan bahasa Sanskerta) untuk menyatakan jenis kelamin digunakan dengan cara perubahan bentuk. Contoh :
Bahasa Inggris : lion - lioness, host -
hostess, steward-stewardness.
Bahasa Arab : muslimi - muslimat, mukminin
- mukminat, hadirin – hadirat
Bahasa Sanskerta : siswa - siswi, putera -
puteri, dewa - dewi. .
Dari ketiga bahasa tersebut yang diserap
ke dalam bahasa Indonesia adalah beberapa kata yang berasal dari bahasa Arab
dan bahasa Sanskerta, sedangkan perubahan bentuk dalam bahasa Inggris tidak
pernah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan dari bahasa Arab dan
bahasa Sanskerta pun dilakukan secara leksikal, bukan sistem perubahannya.
Dengan demikian, dalam bahasa Arab, selain kata muslim, diserap juga kata
muslimin dan muslimat; selain mukmin, diserap juga kata mukminin dan mukminat;
selain hadir (yang bermakna 'datang', bukan 'orang yang datang'), diserap juga
kata hadirin dan hadirat. Dalam bahasa Sanskerta, selain dewa, diserap juga
dewi; selain siswa diserap juga siswi. Karena sistem perubahan bentuk dari
kedua bahasa tersebut tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia, maka tidaklah
mungkin kita menyatakan kuda betina dengan bentuk kudi atau kudarat; domba
betina dengan bentuk kata dombi atau dombarat. Untuk menyatakan jenis kelamin
tersebut dalam bahasa Indonesia, cukup dengan penambahan jantan atau betina,
yaitu kuda jantan, kuda betina, domba jantan, domba betina. Oleh karena itu,
kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab dan bahasa Sanskerta, dan juga bahasa
Inggris tidan bisa diterapkan ke dalam kaidah bahasa Indonesia. Kalau
dipaksakan, tentu struktur bahasa Indonesia akan rusak, yang berarti jati diri
bahasa Indonesia akan terganggu.
2. Bahasa Indonesia mempergunakan kata
tertentu untuk menunjukkan jamak. Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal
perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak. Sistem ini pulalah yang
membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya, misalnya bahasa Inggris,
bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa lain. Untuk menyatakan jamak,
antara lain, mempergunakan kata segala, seluruh, para, semua, sebagian,
beberapa, dan kata bilangan dua, tiga, empat, dan seterusnya; misalnya: segala
urusan, seluruh tenaga, para siswa, semua persoalan, sebagian pendapat,
beberapa anggota, dua teman, tiga pohon, empat mobil.
Bentuk boy dan man dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi boys dan men ketika menyatakan jamak, tidak pernah dikenal dalam bahasa Indonesia. Bentuk bukus (jamak dari kata buku), mahasiswas (jamak dari mahasiswa), dan penas (jamak dari pena), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa Indonesia karena memang bukan kaidah bahasa Indonesia.
Bentuk boy dan man dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi boys dan men ketika menyatakan jamak, tidak pernah dikenal dalam bahasa Indonesia. Bentuk bukus (jamak dari kata buku), mahasiswas (jamak dari mahasiswa), dan penas (jamak dari pena), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa Indonesia karena memang bukan kaidah bahasa Indonesia.
3. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan
bentuk kata untuk menyatakan waktu. Kaidah pokok inilah yang juga membedakan
bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya. Dalam bahasa Inggris,misalnya,
kita temukan bentuk kata eat (untuk
menyatakan sekarang), eating (untuk
menyatakan sedang), dan eaten (untuk
menyatakan waktu lampau). Bentukan kata seperti ini tidak ditemukan dalam
bahasa Indonesia. Bentuk kata makan tidak pernah mengalamai perubahan bentuk
yang terkait dengan waktu, misalnya menjadi makaning (untuk menyatakan waktu
sedang) atau makaned (untuk menyatakan waktu lampau). Untuk menyatakan waktu,
cukup ditambah kata-kaa aspek akan, sedang, telah, sudah atau kata keterangan
waktu kemarin, seminggu yang lalu, hari ini, tahun ini, besok, besok lusa,
bulan depan, dan sebagainya.
4. Susunan kelompok kata dalam bahasa Indonesia
biasanya mempergunakan hukum D-M (hukum Diterangkan - Menerangkan), yaitu kata
yang diterangkan (D) di muka yang menerangkan (M). Kelompok kata rumah sakit,
jam tangan, mobil mewah, baju renang, kamar rias merupakan contoh hukum D-M
ini. Oleh karena itu, setiap kelompok kata yang diserap dari bahasa asing harus
disesuaikan dengan kaidah ini. Dengan demikian, bentuk-bentuk Garuda Hotel,
Bali Plaza, International Tailor, Marah Halim Cup, Jakarta Shopping Center yang
tidak sesuai dengan hukum D-M harus disesuaikan menjadi Hotel Garuda, Plaza
Bali, Penjahit Internasional, Piala Marah Halim, dan Pusat Perbelanjaan
Jakarta. Saya yakin, penyesuaian nama ini tidak akan menurunkan prestise atau
derajat perusahaan atau kegiatan tersebut. Sebaliknya, hal inilah yang disebut
dengan penggunaan bahasa Indonesia yang taat asas, baik dan benar.
5. Bahasa Indonesia juga mengenal lafal baku, yaitu lafal yang tidak dipengaruhi oleh lafal asing dan/atau lafal daerah. Apabila seseorang menggunakan bahasa Indonesia lisan dan lewat lafalnya dapat diduga atau dapat diketahui dari suku mana ia berasal,maka lafal orang itu bukanlah lafal bahasa Indonesia baku. Dengan kata lain, kata-kata bahasa Indonesia harus bebas dari pengaruh lafal asig dan/atau lafal daerah. Kesulitan yang dialami oleh sebagian besar pemakai bahasa Indonesia adalah sampai saat ini belum disusun kamus lafal bahasa Indonesia yang lengkap. Akibatnya, sampai sekarang belum adapatokan yang jelas untuk pelafalan kata peka, teras, perang, sistem, elang. Tetapi, pengucapan semangkin (untuk semakin), mengharapken (untuk mengharapkan), semua (untuk semua), mengapa (untuk mengapa), thenthu (untuk tentu), therima kaseh (untuk terima kasih), mBandung (untuki Bandung), dan nDemak (untuk Demak) bukanlah lafal baku bahasa Indonesia.
5. Bahasa Indonesia juga mengenal lafal baku, yaitu lafal yang tidak dipengaruhi oleh lafal asing dan/atau lafal daerah. Apabila seseorang menggunakan bahasa Indonesia lisan dan lewat lafalnya dapat diduga atau dapat diketahui dari suku mana ia berasal,maka lafal orang itu bukanlah lafal bahasa Indonesia baku. Dengan kata lain, kata-kata bahasa Indonesia harus bebas dari pengaruh lafal asig dan/atau lafal daerah. Kesulitan yang dialami oleh sebagian besar pemakai bahasa Indonesia adalah sampai saat ini belum disusun kamus lafal bahasa Indonesia yang lengkap. Akibatnya, sampai sekarang belum adapatokan yang jelas untuk pelafalan kata peka, teras, perang, sistem, elang. Tetapi, pengucapan semangkin (untuk semakin), mengharapken (untuk mengharapkan), semua (untuk semua), mengapa (untuk mengapa), thenthu (untuk tentu), therima kaseh (untuk terima kasih), mBandung (untuki Bandung), dan nDemak (untuk Demak) bukanlah lafal baku bahasa Indonesia.