Dimensi Kepuasan Pasien
Menurut Azwar (1996) bahwa dimensi kepuasan dapat dibedakan
menjadi dua :
1.
Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik
profesi.
Kepuasan pemakai jasa
kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar serta kode etik profesi
saja. Suatu pelayanan kesehatan di sebut sebagai pelayanan kesehatan yang
bermutu apabila penerapan standar dan kode etik dapat memuaskan pasien. Menurut
Azwar (1996), ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian
terhadap kepuasan pasien mengenai :
a. Hubungan tenaga pelayanan kesehatan posyandu –pasien
Terbinanya
hubungan dokter atau perawat- pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban
etik. Sangat diharapkan apabila perawat dapat dan bersedia memberikan perhatian
yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan segala
keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang
segala hal yang ingin diketahui oleh pasien.
b. Kenyamanan pelayanan
Kenyamanan yang dimaksud
disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi terpenting
lagi menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
c. Kebebasan melakukan pilihan
Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu bila kebebasan memilih ini
dapat diberikan dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap
penyelenggara pelayanan kesehatan.
d. Pengetahuan dan kompetensi tekhnis
Suatu pelayanan kesehatan disebut semakin tinggi tingkat pengetahuan dan
kompetensi tekhnis tersebut, maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
e. Efektifitas pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan, makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.
f. Keamanan tindakan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek
keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan
pasien bukanlah pelayanan yang baik dan karena itu tidaklah boleh dilakukan.
g. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kesehatan.
h. Ketersediaan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan
dikatakan bermutu bila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat
i. Kewajaran pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan
dikatakan bermutu bila pelayanan
kesehatan tersebut bersifat wajar dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan
yang dihadapi.
j. Kesinambungan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan
dikatakan bermutu, bila pelayanan kesehatan tersebut bersifat berkesinambungan
dalam arti tersedia setiap saat baik menurut waktu, ataupun kebutuhan pelayanan
kesehatan.
k. Penerimaan pelayanan kesehatan.
Untuk dapat menjamin
munculnya kepuasan yang terkait dengan mutu pelayanan, maka pelayanan kesehatan
tersebut harus dapat diupayakan sehingga diterima oleh pemakai jasa pelayanan.
l. Ketercapaian pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang
lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai.
Apabila keadaan ini sampai terjadi, tentu tidak akan memuaskan pasien, maka
disebut suatu pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat
dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.
m. Keterjangkauan pelayanan
kesehatan.
Menurut Azwar (1996)
keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kepuasan pasien dan
kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan. Maka suatu pelayanan disebut
bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan
kesehatan.
n. Efisiensi pelayanan kesehatan.
Menurut Azwar (1996) puas
atau tidaknya pemakai jasa pelayanan mempunyai kaitan yang erat dengan baik
atau tidaknya mutu pelayanan maka suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu
apabila pelayanan tersebut diselenggarakan secara efisien.
o. Mutu pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan
yang dimaksud disini adalah yang menunjukkan pada kesembuhan penyakit serta
keamanan tindakan, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan
pasien, maka suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan
tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman. Donabedian (1987 ) menyatakan bahwa mutu
pelayanan adalah meliputi interaksi antara
pembeli pelayanan kesehatan, konstribusi klien dalam pelayanan,
kenyamanan pelayanan dan akses akses terhadap fasilitas pelayanan.
Penilaian terhadap mutu pelayanan yang berkaitan dengan
kepuasan pasien dapat di lihat dalam lima dimensi yang coba di kembangkan oleh
parasuraman, 1988 :
1. Tangibles (keadaan yang ada, kenyataan
sarana yang ada) Meliputi penampilan fisik, peralatan dan berbagai materi
komunikasi. Kelancaran pelayanan kesehatan posyandu di pengaruhi oleh beberapa
aspek antara lain adalah : sumber daya manusia yang memadai baik kuantitas
maupun kualitasnya, tersedianya berbagai sumber atau fasilitas yang mendukung
pencapaian kualitas pelayanan yang di berikan (Nurachmah, 2001).Jasa pelayanan
kesehatan di seluruh dunia selalu kekurangan sumber daya. Di antara berbagai
keperluan harus di terapkan prioritas, dan keperluan harus disesuaikan dengan
sumber daya yang ada. Untuk itu harus di buat perkiraan biaya sebelum formulir
pemesanan di lengkapi.( Manajemen Pelayanan
Kesehatan Primer, 1999)
2.
Realibility (dapat di percaya).
Yakni kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang di janjikan
terpecaya dan akurat, konsisten dan kesesuaian pelayanan. Pelayanan yang di
berikan kepada pasien merupakan bentuk pelayanan yang profesianal yang berfokus
pada berbagai kegiatan pemenuhan kebutuhan pasien (Nurachmah, 2001)
3.
Responsiveness (ketanggapan atau
tanggung jawab)
Yakni kemauan para petugas kesehatan untuk membantu para pasien dan
memberikan pelayanan dengan cepat, serta mendengarkan dan mengatasi keluhan
yang di ajukan pasien, pasien dapat informasi secara lengkap dan jelas tentang
kondisi kesehatannya. (Nurachmah, 2001).
4.
Assurance (kepastian atau jaminan)
Mencakup kemampuan para petugas kesehatan untuk menimbulkan
keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah di kemukakan kepada pelanggan.
Bentuk pelayanan ini seyogyanya di berikan oleh para petugas kesehatan yang
memiliki kemampuan serta sikap daan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan profesi yang ada. Seorang petugas kesehatan harus mempunyai kemampuan
yang cukup dalam menjawab pertanyaan pasien, mampu memberikan kepercayaan
kepada pasien dan keluarga, mampu menjaga kesopanan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
5. Empathy (perhatian) Kesediaan para
petugas kesehatan untuk peduli memberikan perhatian secara pribadi pada pasien.
Stuart dan Sundeen 1997 yang di kutip Keliat 1992 menyatakan empathy adalah memandang pasien melalui
pasien sendiri (internal), peka terhadap perasaan pasien saat ini, dapat
mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan alternative pemecahan pada
pasien sesuai dengan ilmu dan pengalaman para petugas kesehatan yang di
milikinya. Hubungan antara para petugas dengan pasien adalah suatu bentuk
hubungan terapiutik/ professional dan timbal balik yang bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas hasil suatu tindakan melalui suatu proses pembinaan,
pemahaman tentang dua pihak yang sedang berhubungan.(Nurachmah 2001).