Model Pembelajaran Briggs
Pengembangan
intruksional model Briggs berorentasi pada rancangan system dengan sasaran guru
yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan intruksional maupun tim pengembang
intruksonal yang anggotanya meliputi guru,administrator, ahli bidang sudi, ahli
evaluasi, ahli media, dan perancang intruksional.
Model
pengembangan intruksional briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara;
1. Tujuan
yang akan dicapai
2. Strategi
untuk mencapainya
3. Evaluai
keberhasilannya
yang di dalam
bahasa sehari-hari dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan mau kemana ? dengan
apa ? dan bilamana sampai tujuan ?
Dengan mengutip
pendapat briggs (1977), berdasarkan 3 prinsip dasar pengembangan yang dipakai, urutan
langkah kegiatan pengembangan intruksional,menurut Briggs, adalah sebagai
berikut:
Mau kemana ?
Meliputi:
1. Idintifikasi
masalah/tujuan
2. Rumusan
tujuan dalam perilaku belajar
3. Penyusunan
materi/silabus
4. Analisis
tujuan
Dengan apa ?
Meliputi:
5. Analisis
tujuan
6. Jenjang
belajar dan strategi intruksional
7. Rancangan
instruksional(guru)
8. Strategi
instruksional (tim pengembang instruksional)
Bagaimana
sampai tujuan ? Meliputi:
9. Penyusun
tes
10. Evaluasi formatif
11. Evaluasi
sumatif
Jadi,
pertanyaan”mau ke mana” terjawab bila tujuan belajar telah dirinci.selanjutnya pertanyaan
“dengan apa” terjawab bila materi media, dan kegiatan yang akan diambil telah
ditentukan. Kemudian pertanyaan “bila mana sampai” terjawab pula bila dipergunakan
alat pengukur yang sesuai, yaitu yang memang secara khusus dirancang untuk
keperluan tesebut.
Berdasarkan
pendapat Briggs, secara keseluruhan model pengembanga instruksional dari
Briggs, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi
kebutuhan/penetuan tujuan
Dalam langkah ini
Briggs menggunakan pendekatan bertahap 4, yaitu
2. Mengidentifikasi
tujuan kurikulum secara umum dan luas
3. Menentukan
prioritas tujuan
4. Mengidentifikasi
kebutuhan kurikulum yang baru
5. Menentukan
prioritas remedialnya
1. penyusunan
garis besar kurikulum
Kebutuhan
instruksional yang telah dituangkan ke dalam tujuan-tujuan kurikulum tersebut pengujian harus rinci, disusun, dan
diorganisasikan menjadi tujuan-tujuan yang lebih sfesifik yang mendukung
tercapainya tujuan akhir kurikuler secara keseluruhan.
2. Perumusan
tujuan
Setelah tujuan
kurikuler yang bersifat umum ditentukan dan diorganisasikan menurut
tujuan-tujuan yang lebih khusus, tujuan ini sebaiknya dirumuskan dalam tingkah
laku belajar yang terukur. Diusulkan agar perumusan tujuan mengandung lima
komponen yaitu tindakan, objek, situasi, alat dan batasan, kemampuan
3. Analisis
tujuan
Setelah tujuan
dirumuskan, maka apa yang harus diajarkan sudah menjadi jelas. langkah
berikutnya menurut rancangan system instruksional ialah menentukan
bagaimana cara mengajarkannya aga tujuan
yang telah dirumuskan tersebut dapat tercapai. Untuk ini perlu diadakan analisis
tentang tiga hal yang berikut:
a.
Proses informasi:
untuk menenukan tata urutan pemikiran yang logis
b. Klasifikasi belajar
(yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan belajar informasi, kognitif, sikap,
dan gerak) untuk mengidentifikasi kondisi belajar yang diperlukan Tugas
belajar: untuk menenukan prasyarat belajar dan
kegiatan belajar mengajar yang sesuai
c.
Penyiapan evaluasi
hasil belajar
Penyiapan
instrument evaluasi hasil belajar atau penyusunan tes dilakukan pada tahap ini
karena erat kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. Tes/evaluasi harus
sahih (valid), karena itu harus selaras
(congruen) dengan tujuannya, apakah iu dimaksudkan untuk menilai
perkembangannya (progress) seperti halnya midterm tes, tes diagnosis, seperti
pre-tes untuk melihat kemampuan awal dan menentukan usaha remedialnya bila
dipandang perlu,maupun tes akhir secara komprehensif.
4. Menentukan
jenjang belajar
Tahap beikutnya
adalah menentukan jenjang belajar menurut urutan yang telah dianalisis pada
nomor 4. Briggs mengklasifikasikan tahap ini dan tahap berikutnya (penentuan
kegiatan belajar) dalam pengertian strategi instruksional. Jenjang belajar
menyusun kembali sekuens belajar tersebut dalam urutan kegiatan belajar yang
merupakan prasyarat bagi kegiatan belajar yang lain, dan mana urutannya dapat
bebas pilih (optional).
5. Penentuan
kegiatan belajar
Strategi
instruksional yang juga harus dikembangkan adalah menentukan bagaimana kegiatan
belajar mengajar akan diatur agar tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
Perencanaan strategi instruksional ini oleh Briggs disoroti dari dua segi
pandangan, yaitu menurut pandangan dosen sebagai perancang kegiatan
instruksional dan menurut tim pengembang instruksional, dan dikembangkan dalam
strategi instruksional.
6. Pemilihan
media yang sesuai
7. Perencanaan
kegiatan belajar
8. Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar,dan
9. Pelaksanaan
evaluasi belajar
Pengembangan
strategi instruksional (oleh tim pengembang instruksional) dari segi yang
berbeda,tim pengembang instruksional akan menjabarkan strategi tersebut
meliputi: penentuan stimulus belajar, yaitu stimulus apa yang paling sesuai
untuk tujuan instruksional khusus tertentu (verbal, visual, demonstrasi, dan
sebagainya)
10. Pemilihan
media
Pemilihan media
harus dilakukan dalam batas-batas keterbatsan sumber, fasilitas, dan dana yang
ada. Di samping itu harus dipertimbangkan segi keefektfan dan koefisiennya. Ini
berari pertama-tama dipilih yang masih mungkin dibuat dalam batas-batas
constraint yang ada, kemudian dipertimbangkan keefektifan pemanfaatannya,baru
dikaji efesiennya terhadap kelainan biaya.
11. Penentuan
kondisi belajar
Penentan
kondisi belajar dilakukan dengan mempertimbangkan factor nternal seperti
motivasi, pengalaman belajar, dan sebagainya,dan factor eksternal yang berupa
stimulus dari dosen, media, dan materi. Dalam penentuan strategi belajar,kondisi
belajar ini dilihat dalam perspeksi kegiatan belajar (meminta perhatian, member
informasi tentang tujuan, menginginkan kembali, memberi contoh, memberi petunjuk
belajar, merangsang kegiatan,member umpan balik, menilai keberhasilan, dan
member gairah usaha penyerapan atau retensi dan alih ilmu) dan kawasan hasil
belajar yang dklasifikasikan ke dalam 12 kawasan (diskriminasi, konsep konkret,
konsep verbal), aturan, pemecahan masalah, kemampuan kognitif, kemanpuan
sikap/afektif, kemanpuan mengidentifikasi, kemampuan asosiatif,dan kemampuan
mengorganisasi).
12. Perumusan
strategi
Merumuskan
bagaimana kondisi belajar yang udah dipilih pada langkah di atas dapat
dicakup ke dalam setiap kegiatan (instruction event). Rumusan ini akan sangat
membantu ahli produksi media untuk memahami materi yang harus disajikan dan
bagaimana harus dimediakan.
13. Pengembangan
media
Pada tahap ini
media mulai dikembangkan bedasarkan analisis dan informal yang mendahului.
Pengembangan media ini meliputi produksi program media,petunjuk belajar,dan
evaluasi belajar yang telah disusun pada langkah no 5.
14. Eevaluasi
formatif
langkah ini
dilakukan untuk penyempurnaan buti-butir tes yang telah disusun pada langkah ke
5, dan
15. Penyusunan
pedoman pemanfaatan
Pedoman
pemanfaatan yang dikembangkan pada tahap ini dimaksudkan untuk membantu para
dosen bagaimana memanfaatkan system instruksional yang dkembangkan tersebut
secara lengkap.
16. Pemantauan
(monitoring bersama)
Pada tahap ini
pemantauan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan bersama antara
dosen sebaga perancang kegiatan instruksional yang memanfaatkan media
instruksional, dan tim pengemban instruksional untuk melihat apakah produksi dan
prosesnya telah dipergunakan sebagaimana diprogramkan.
17. Evaluasi
formatif
Evaluasi pada
tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh data guna revisi dan perbaikan materi
bahan belajar (instructional materials) yang dilakukan menurut tiga fase: (1)
uji coba satu-satu (one to one), (2) uji coba pada kelompok kecil, kemudian (3)
uji coba lapangan dalam skala yang lebih besar.
18. Evaluasi
sumatif
Bila evaluasi
formatif dilakukan dalam proses pengembangan system instruksional untuk
perbaikan-perbaikan dari segi perkembangan, maka evaluasi sumatif dilakukan
untuk menilai system penyampaian keseluruhan pada akhir kegiatan. Yang harus
dinilai pada evaluasi sumatif bukan sekedar hasil-hasil belajar,tetapi juga
tujuan instruksional dan prosedur yang dipilih.evaluasi ini biasanya
dilaksanakan oleh evaluasi eksternal untuk menjaga objektivitas. Model Brigss
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain ialah karena model tersebut
memperhatikan siswa yang belum mempunyai pengetahuan prasyarat yang ditentukan,
dan bagaimana cara pemilihan media. Disamping itu Brigss memberikan informasi secara terperinci tentang masukan dan
keluaran pada tiap-tiap langkah pengembangan.
Sementara kelemahan pada perencanaan pembelajaran model ini adalah organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode mengajar yang sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru. Guru harus dapat memilih topik yang tepat sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan peserta didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan.
Sementara kelemahan pada perencanaan pembelajaran model ini adalah organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode mengajar yang sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru. Guru harus dapat memilih topik yang tepat sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan peserta didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan.