Pengertian Pendekatan Konstruktivisme Full


Pengertian Pendekatan Kokontrukstivisme
Mengawali pembahasan mengenai pendekatan kokontruktivisme  dalam pembelajaran matematika ini, maka kita perlu mengenal beberapa istilah yang kadang-kadang mempunyai pengertian yang hampir sama, dan dalam penggunaannya kadang-kadang kita rancu, yaitu penggunaan istilah strategi, metode, pendekatan serta teknik dalam pembelajaran. Russeffendi mencoba memberikan klarifkasi tentang keempat masalah di atas, yang menurutnya :
1.   Metode mengajar adalah cara mengajar secara umum yang dapat di tetapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya.
2.    Strategi mengajar adalah seperangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang telah di kaitkan dengan faktor yang menentukan warna dari strategi pembelajaran tersebut:
a.       Pemilihan materi pelajaran (guru dan murid)
b.      Penyaji materi pembelajaran tersebut  (perorangan atau belajar mandiri)
c.      Cara materi pelajaran di sajikan (induktif atau deduktif, analitis atau sistesis, formal atau non formal)
3.     Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran yang di sesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media pembelajaran serta kesiapan siswa, sebagai misal teknik mengajarkan perkalian sebagai penjumlahan berulang.
4.     Pendekatan adalah jalan atau arah yang di tempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran di lihat bagaimana materi itu di sajikan. Misalnya memahami suatu konsep dengan pendekatan induktif atau deduktif, atau mempelajari operasi perkalian dengan pendekatan hasil kali cartesius, demikian juga bagaimana siswa memperoleh mengorganisasi dan mengkomunikasikan hasil belajarnya lewat pendekatan keterampilan proses (process skilI).
Aplikasi Teori Belajar Revolusi-Sosiokultural (ko-kontrukstivisme) dalam Pembelajaran. Gagasan Vygotsky mengenai reconstruction of knowledge in social setting bila diterápkan dalam konteks pembelajaran, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut. Pada setiap perencanaan dan implementasi pembelajaran perhatian guru harus dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu mereka yang hanya dapat solve problems with help. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan (helps) yang dapat memfasiIitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Dalam kosa kata Psikologi Kognitif, bantuan-bantuan ini dikenal sebagai cognitive scaffolding. Bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah atau prosedur melakukan tugas, pemberian balikan,dan sebagainya.
Bimbingan atau bantuan dan orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks sosio-kultural atau karakteristik anak. Bimbingan oleh orang dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk memahami alat-alat semiotik seperti bahasa, tanda, dan lambang-lambang. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Maka bentuk- bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif, serta pembelajaran kontekstual sangat tepat diterapkan.
Kelompok anak yang cannot solve problem meskipun telah diberikan berbagai bantuan, perlu diturunkan ke kelompok yang lebih rendah kesiapan belajarnya sehingga setelah diturunkan, mereka juga berada path zone of proximal development nya sendiri dan, oleh karena itu, siap memanfaatkan bantuan atau scaffolding yang disediakan. Sedangkan kelompok yang telah mampu solve problems independently harus ditingkatkan tuntutannya, sehingga tidak perlu buang-buang waktu dengan tagihan belajar yang sama bagi kelompok anak yang ada di bawahnya.
Dengan pengkonsepsian kesiapan belajar demikian, maka pemahaman tentang karakteristik siswa yang berhubungan dengan sosio-kultural dan kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu lebih dicermati artikulasinya, sehingga dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang benar-benar menantang namun tetap produktifdan kreatif.

Peran Guru Dalam Pembelajaran Dengan Pendekatan Ko-Kontruktivisme  
1.     Memberikan informasi dan instruksi yang jelas.
2.   Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukkan cara penyelesaiannya).
3.     Memberikan dorongan sehingga siswa termotivasi
4.     Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang di butuhkan oleh siswa
5.     Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir
Jelaslah bahwa dengan kegiatan investigasi ini, para siswa di latih untuk tidak hanya menerima sesuatu yang sudah jadi layaknya di beri seekor ikan yang dapat dan tinggal di makan selama sehari saja, namun mereka di latih seperti layaknya belajar menangkap ikan tersebut sehingga ia bisa makan selama hidupnya.

Pentingnya Tiori Revolusi-Sosialkultural (Pendekatan Ko-Kontrukstivisme) Dalam Belajar
Jika kita terus melangkah dengan cara mengemas pendidikan, pernbelajaran, dan belajar dengan menggunakan paradigma behavioristik, kita akan bertemu dengan anak-anak yang menjunjung tinggi kekerasan, pemaksaan kehendak, dan pemerkosaan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagaimana tampak selama ini, perilaku manusia Indonesia sudah terjangkit virus keseragaman, dan virus inilah yang mengendalikan perilaku masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Kesadaran dan penyadaran tentang keberagaman (pluralisme) bangsa sangat jauh dari kehidupan masyarakat. Pola pikir sentralistik, monolitik, uniformistik, sangat kental mewarnai pengemasan di berbagai kehidupan yang jauh dari konteks sosial budaya sesungguhnya. Dunia pendidikan paling kentara diwarnai oleh upaya ini.
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan dan pembelajaran sering kali tidak sejalan dengan hakekat belajar, hakekat orang yang belajar, dan hakekat orang yang mengajar. Dunia pendidikan, lebih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigm yang tidak mampu menggambarkan hakekat belajar dan pembelajaran secara komprehensif dan kontekstual dengan sosiokultural yang ada. Praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh landasan teoretik dan konseptual yang tidak akurat. “Pendidikan dan pembelajaran hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian”. Pembentukan ini dilakukan dengan kebijakan penyeragaman pada berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang mengagungkan keseragaman ternyata telah berhasil membelajarkan anak-anak untuk mengabaikan keragaman/perbedaan.
Beberapa virus yang tampak di dunia pendidikan yang bersumber dari paradigma behavioristik yang sentralisasi tersebut di antaranya penggunaan pakaian seragam, penggunaan kurikulum yang seragam, penggunaan strategi pembelajaran yang seragam, penggunaan buku sumber yang seragam, dan penggunaan strategi evaluasi yang seragam. Penyeragaman ini sudah pasti dimaksudkan intuk mengingkari adanya keragaman.
Semua bentuk penyeragaman ini telah berhasil membentuk anak-anak  Indonesia yang sangat menghargai kesamaan, dan tanpa sadar ternyata juga telah berhasil membentuk anak-anak yang mengabaikan penghargaan pada pada keragaman. Anak-anak sangat sulit menghargai perbedaan. Perilaku yang berbeda lebih dilihat sebagai kesalahan yang harus dihukum. Anak-anak perlu mempersiapkan diri untuk memasuki era demokratisasi, suatu era yang ditandai dengan keragaman perilaku, dengan cara terlibat dan mengalami secara langsung proses pendemokrasian ketika mereka sedang berada di seting belajar (sekolah). Penghargaan terhadap ketidakpastian, ketidakmenentuan, perbedaan atau keragaman, perlu ditumbuhkan sedini mungkin. Keterlambatan hanya memunculkan peluang terjadinya peristiwa kekerasan sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini.
Kita perlu melakukan kaji ulang, atau dengan ungkapan yang lebih memasyarakat kita perlu melakukan reformasi, redefinisi, reorientasi bahkan revolusi terhadap landasan teoritik dan konseptual belajar dan pembelajaran, agar lebih mampu menumbuhkenmbangkan anak-anak bangsa ini untuk lebih menghargai keragaman konteks sosial budaya yang ada. Dengan ungkapan lain, kita perlu melakukan revolusi-sosiokultural (sociocultural revolution) dalam belajar dan pembelajaran. Kegiatan belajar dan pembelajaran perlu disesuaikan dengan paradigma revolusi sosial-budaya.
Apakah dengan upaya demikian sumber daya manusia yang dihasilkan dapat menjawab tantangan abad global, dalam arti mampu bersaing, memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja abad 21? Kompetensi yang dimaksud adalah mampu berpikir kreatif-inovatjf, mampu mengambil keputusan, memecahkan masalah, belajar bagaimana belajar, berkolaborasi, dan pengelolaan diri

Keuntungan Pendekatan Kokontruktivisme
Keuntungan bagi siswa dengan adanya pendekatan kokontrukstivisme  antara lain:
a. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar danberkembang.
b.    Pembelajaran perlu Iebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dan pada tingkat perkembangan aktualnya.
c.  Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan intramentalnya.
d.   Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi, yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sarna antara semua pihak yang terlibat di dalamnya
Description: Pengertian Pendekatan Konstruktivisme Full
Rating: 4.5
Reviewed by: Rumah Makalah
On: 20.39.00
TOP