Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Secara formal sampai saat ini bahasa
Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa
nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut,
bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa
ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam
praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau
hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk
menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa
masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa
yang bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada
nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan,
lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini,
kepentingan nasional diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang
berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya.
Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis
yang lain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap
orang Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke
pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan
pemakaian bahasa Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana
perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum, bertambah
banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya perpindahan
pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang lain karena
mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
mulau dikenal sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa
Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan
nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan
ini, bahasa Indonesia dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa
kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh
bangsa Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia
dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional
bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa
Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan
lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya
sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian
rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar
tidak diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang sering
diadopsi, padahal istilah.kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa
Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula
menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun
yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum
sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat
kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik yang dituliskan maupun yang
dilisankan, telah berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa
nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah
tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan
kemampuan bahasa Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar
1945, bertambah pula kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara
dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara
lisan maupun tulis. Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan
surat-menyurat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya
ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan
dengan bahasa Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi
internasional (antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan
ditulis dan diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga
masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa
kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi
sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa dibina dan dikembangkan.
Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan
dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam penerimaan karyawan atau pagawai
baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada
seseorang. Fungsi ini harus diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat
menambah kewibawaan bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi
timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai
sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai
alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal
lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi pemerintahan, penataran para
pegawai pemerintahan, lokakarya masalah pembangunan nasional, dan surat dari
karyawan atau pagawai ke instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok
persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional dan dalam situasi
formal, berkecenderungan menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara
pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya
antara bawahan - atasan, mahasiswa - dosen, kepala dinas - bupati atau
walikota, kepala desa - camat, dan sebagainya.
Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks
serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk
masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian,
masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa
asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia
bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa
Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada
berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Bahasa Indonesia berfungsi pula
sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga
pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi
(perguruan tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas
masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa
daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat
sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus
menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku
rujukan, karya akhir mahasiswa - skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau
laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia,
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian iptek,
dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi
konsep-konsep iptek.
SIKAP PEMAKAI BAHASA INDONESIA YANG
NEGATIF
Bangsa Indonesia, sebagai pemakai
bahasa Indonesia, seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan
pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya
bangga memiliki bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang
terjadi, tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam
pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa
Belanda, sekarang bahasa Inggris) masih terus menampak pada sebagian besar
bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya
daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan
bahasa Indonesia.
Fenomena negatif yang masih terjadi
di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut.
1. Banyak orang Indonesia
memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun
mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
2. Banyak orang Indonesia merasa malu
apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu
dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
3. Banyak orang Indonesia menganggap
remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah
menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
4. Banyak orang Indonesia merasa
dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing
(Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang
sempurna.
Kenyataan-kenyataan tersebut
merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik. Hal itu
akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian
pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya
kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan
lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari
kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Banyak orang Indonesia lebih suka
menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal
kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada padanannya
dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia.
Misalnya, page, background, reality, alternatif, airport, masing-masing untuk
"halaman", "latar belakang", "kenyataan",
"(kemungkinan) pilihan", dan "lapangan terbang" atau
"bandara".
2. Banyak orang Indonesia menghargai
bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata dan istilah asing yang
"amat asing", "terlalu asing", atau "hiper
asing". Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata
asing tersebut,misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan),
(dianggap) syah. Padahal, kata-kata itu cukup diucapkan dan ditulis roh, insaf,
pihak, pasal, sarat (muatan), dan (dianggap) sah.
3. Banyak orang Indonesia belajar dan
menguasai bahasa asing dengan baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa
adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai
bermacam-mecam kamus bahasa asing tetapi tidakmempunyai satu pun kamus bahasa
Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata bahasa Indonesia telah dikuasainya
dengan baik. Akibatnya,kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan
kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas
dengan cara sederhana dan mudah. Misalnya, pengggunaan kata yang mana yang
kurang tepat, pencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata
ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.
Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat tersebut
kalau tidak diperbaiki akan berakibat perkembangan bahasa Indonesia terhambat.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sepantasnyalah bahasa Indonesia itu
dicintai dan dijaga. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik
karena bahasa Indonesia itu merupakan salah satu identitas atau jati diri
bangsa Indonesia. Setiap orang Indonesia patutlah bersikap positif terhadap
bahasa Indonesia, janganlah menganggap remeh dan bersikap negatif. Setiap orang
Indonesia mestilah berusaha agar selalu cermat dan teratur menggunakan bahasa
Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mestilah dikembangkan
budaya malu apabila meraka tidak mempergunanakn bahasa Indonesia dengan baik
dan benar. Anggapan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata,
istilah, dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang "canggih"
adalah anggapan yang keliru. Begitu juga, penggunaan kalimat yang
berpanjang-panjang dan berbelit-belit, sudah tentu memperlihatkan kekacauan
cara berpikir orang yang menggunakan kalimat itu. Apabila seseorang menggunakan
bahasa dengan kacau-balau, sudah tentu hal itu menggambarkan jalan pikiran yang
kacau-balau pula. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan bahasa dengan
teratur, jelas, dan bersistem, cara berpikir orang itu teratur dan jelas pula.
Oleh sebab itu, sudah seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa
Indonesia yang teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan pikiran orang
Indonesia (sebagai pemilik bahasa Indonesia) juga teratur dan mudah dipahami
orang lain.