Artikel Tentang Hibah Dan Sedekah Full
Salah satu dari anjuran agama Islam adalah tolong-menolong
antara sesama muslim ataupun non muslim. Bentuk tolong-menolong itu
bermacam-macam, bisa berupa benda, jasa, jual beli, dan lain sebagainya. Salah satu di
antaranya adalah hibah, atau disebut juga pemberian cuma-cuma tanpa
mengharapkan imbalan.
(Hibah) adalah dengan huruf ha
di-kasrah dan ba tanpa syiddah berarti memberikan (tamlik)
sesuatu kepada orang lain pada waktu masih hidup tanpa meminta ganti. Sedekah asal
kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan
oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa
dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang
diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan
pahala semata.
PEMBAHASAN
A.
Hibah
- Pengertian Hibah
Kata "hibah" berasal dari
bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan
dari tangan orang yang memeberi kepada tangan orang yang diberi. Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah
akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain
di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Sedangkan
Sulaiman Rasyid mendefinisikan bahwa hibah adalah memberuikan zat dengan tidak
ada tukarnya dan tidak ada karenanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah
merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan
musababnya) tnpa da kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan
pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang
membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat
meninggal dunia).
Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini dinamakan
juga dengan perjanjian sepihak (perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian
bertimbal balik (perjanjian bilateral).
- Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum hibah ini dapat kita pedomani hadits Nabi
Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Khalid
bin 'Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai berikut :
"Barangsiapa mendapatkan
kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harapkan dan
meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia
adalah rezeki yang diberi Allah kepadanya".
- Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah
Rukun hibah adalah sebagai berikut :
a. Penghibah , yaitu orang yang memberi
hibah
b. Penerima hibah
yaitu orang yang menerima pemberian
c. Ijab dan kabul.
d. Benda yang
dihibahkan
Sedangkan
syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :
Syarat-syarat
bagi penghibah
a. Barang yang
dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan
barang milik orang lain.
b. Penghibah bukan
orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
c. Penghibah adalah
orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
d. Penghibah tidak
dipaksa untuk memnerikan hibah
Syarat-syarat
penerima hibah
Bahwa penerima
hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun
yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah)
sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa.
Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun
kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian memberi hibah kepada bayi
yang masih ada dalam kandungan adalah tidak sah.
- Syarat-syarat benda yang dihibahkan
a.
Benda tersebut benar-benar ada
b.
Benda tersebut mempunyai nilai;
c. Benda tersebut dapat dimiliki zatnya,
diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan;
d.
Benda yang dihibahkan itu dapat
dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.
e. Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya
pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan.
Menurut beberapa
ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya :
si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si
penerima hibah menjawab : "Aku terima hibahmu".
Sedangkan
Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan
pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.
Adapun
menyangkut pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari'at Islam adalah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a.
Penghibahan dilaksanakan semasa hidup,
demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
b.
Beralihnya hak atas barang yang
dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
c. Dalam melaksanakan penghibahan haruslah
ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
d. Penghibahan hendaknya dilaksanakan di
hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk
menghindari silang sengketa dibelakang hari.
- Hibah Orang Sakit Dan Hibah Seluruh Harta
Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam
keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum
hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau
salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya
tersebut dipandang tidak sah.
Sedangkan menyangkut penghibahan seluruh harta, sebagaimana
dikemukakan oleh Sayid Sabiq, bahwa menurut jumhur ulama
seseorang dapat / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang
lain.
Muhammad Ibnu Hasan (demikian juga sebagian pentahqiq mazhab
Hanafi) berpendapat bahwa : Tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun di
dalam kebaikan. Mereka menganggap orang yang berbuat demikian itu sebagai orang
yang dungu dan orang yang dungu wajib dibatasi tindakannya.
- Penarikan Kembali Hibah
Penarikan kembali atas hibah adalah merupakan perbuatan yang
diharamkan meskipun hibah itu terjadi antara dua orang yang bersaudara atau
suami isteri. Adapun hibah yang boleh ditarik hanyalah hibah yang dilakukan
atau diberikan orang tua kepada anak-anaknya.
Dasar hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An- Nasa'i, Ibnu Majjah dan
At-tarmidzi yang artinya berbunyi sebagai berikut :
"Dari Ibnu Abbas dan Ibnu 'Umar
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : "Tidak halal bagi seorang lelaki untuk
memberikan pemberian atau menghibahkan suatu hibah, kemudian dia mengambil
kembali pemberiannya, kecuali hibah itu dihibahkan dari orang tua kepada
anaknya. Perumpamaan bagi orang yang memberikan suatu pemberian kemudian dia
rujuk di dalamnya (menarik kembali pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing
yang makan, lalu setelah anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan
muntah itu kembali.
- Hikmah dalam Amalan Hibah
Hibah disyari’atkan
dalam Islam dengan galakan yang mendalam adalah untuk memaut hati kalangan
masyarakat Islam itu sendiri sesama mereka dan memperdekatkan perasaan kejiwaan
sesama manusia yang hidup dalam masyarakat Islam atau di luar masyarakat Islam.
Keistimewaan hibah ini ialah ianya boleh dilakukan kepada orang yang bukan
Islam sekali pun, bahkan kepada musuh-musuh yang membenci Islam apabila
diketahui lembut hatinya apabila di’beri’kan sesuatu. Hibah ini merupakan salah
satu aktiviti kemasyarakatan yang berkesan memupuk rasa hormat, kasih sayang,
baik sangka, toleransi, ramah mesra dan kecaknaan dalam kehidupan sosial
sesebuah negara. Secara ringkasnya, hikmah hibah ini boleh dirumuskan dalam
perkara berikut (tanpa menghadkan kepada perkara di bawah):
a. melunakkan
hati sesama manusia
b.
menghilangkan rasa segan dan malu sesama
jiran, kawan, kenalan dan ahli masyarakan
c.
menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama
anggota masyarakat
d.
Menimbulkan
rasa hormat, kasih sayang, mesra dan tolak ansur sesama ahli setempat
e.
meningkatkan
citarasa kecaknaan dan saling membantu dalam kehidupan
f. memudahkan
aktiviti saling menasihati dan pesan-memesan dengan kebenaran dan kesabaran
g.
menumbuhkan
rasa penghargaan dan baik sangka sesama manusia
h.
mengelak
perasaan khianat yang mungkin wujud sebelumnya
i.
meningkatkan
semangat bersatu padu dan bekerjasama
j.
dapat
membina jejambat perhubungan dengan pihak yang menerima hibah.
Firman
Allah SWT (QS. Al-Baqarah : 177) yang artinya: “Bukanlah kebaikan itu engkau mengarahkan wajahmu menghadap timur dan
barat. Akan tetapi kebaikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari
akhir, para malaikat, para nabi, memberikan harta yang disukainya kepada
kerabat dekatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang meminta-minta
dan untuk membebaskan budak”.
Firman Allah SWT QS Al-Baqarah : 261 : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Firman Allah SWT QS Al-Baqarah : 261 : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.